Bacaan: Yesaya 38:1-6.21-22,7-8, Matius 12:1-8
Pada waktu itu, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum. Karena lapar, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya. Melihat itu, berkatalah orang-orang Farisi kepada-Nya: “Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat.” Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.” (Mat 12:1-2.7-8)
Sahabat pelita hati,
ORANG Farisi dan ahli Taurat selalu mendasarkan hidupnya pada aturan yang terumus dalam hukum Taurat yang mengikat. Inilah yang oleh Yesus disebut sebagai pengabdi hukum. Memang manusia membutuhkan hukum dan aturan sebagai patokan atau tuntunan yang harus tetap disesuaikan dengan situasi dan kondisi alias aturan itu bersifat kontekstual, tidak beku, kaku dan mati. Hukum tidak dimaksudkan untuk menghukum tetapi untuk mengatur kehidupan sehingga menjadi lebih baik. Belas kasih Allah itu lebih dari pada hukum, keadilan, bahkan persembahan.
Sahabat terkasih,
Karenanya, menghayati iman atau hidup beragama harus bersumber pada hati bukan karena aturan atau kewajiban dan tuntutan dari luar. Beriman bukan sekedar menjalankan aturan yang bersifat formal namun merupakan ungkapan hati terdalam kita kepada Tuhan. Itulah yang dimaksudkan oleh Tuhan dengan “yang Kukehendaki bukan persembahan tetapi belas kasihan”. Semoga kita sungguh menghidupi iman kita dengan sepenuh hati dan segenap jiwa. Tetap semangat dan berkah Dalem.
Ali Topan anak jalanan, kisah kasih anak sekolahan. Tuhan menghendaki belaskasihan, bukan persembahan.
dari Banyutemumpang, Sawangan, Magelang,
Berkah Dalem**Rm.Istata
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)