Sahabat pelita hati,
PELITA sabda hari ini mewartakan dua (2) pesan keutamaan, yaitu (1) pengampunan yang tanpa batas dan (2) yang sudah menerima pengampunan harus mengampuni sesamanya juga. Kisah diawali dengan pertanyaan Petrus, apakah perlu mengampuni hingga tujuh (7) kali jika orang melakukan kesalahan? Yesus menjawab, belum cukup. Mengampuni itu harus mencapai “Tujuh puluh kali tujuh kali”. Jawaban Yesus itu bukan berarti sama dengan empat ratus sembilan puluh kali tetapi yang dimaksud adalah “tidak terhingga atau tidak terbatas”. Apa dasarnya? Dasarnya adalah Allah yang pengampunan-Nya juga tidak terbatas.
Sahabat terkasih,
Pada bagian kedua Tuhan menegaskan bahwa setiap dari kita juga harus memiliki semangat saling mengampuni dan memaafkan kepada sesamanya. Di sinilah yang menjadi perhatian Tuhan melalui perumpamaan tentang seorang raja yang membebaskan hutang hambanya tetapi hamba itu tidak mau membebaskan hutang dari hamba lainnya. Singkatnya sebagaimana Allah telah mengampuni dosa kita, kita pun wajib memaafkan kesalahan sesama, sebagaimana Allah tidak menyimpan dendam kepada kita, demikian juga kita tak boleh mendendam kepada sesama. Dengan kata lain, pengampunan ialah satu keputusan untuk tidak berdendam terhadap sesamanya. Semoga kita mampu menjadi pribadi yang penuh belas kasih.
Lagu Betawi: Ini dia si Jali-jali, lagunya enak merdu sekali. Mengampuni bukan hanya sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.
dari Banyutemumpang, Sawangan, Magelang,
Berkah Dalem – St. Istata Raharjo,Pr
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)
————————————————————————————
Bacaan:
Putra Sirakh 27:30-28:9
Roma 14:7-9
Matius 18:21-35
Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya.
Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan.
Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan.
Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya. Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” (Mat.18:21-35)