Pelita Hati: 27.03.2022 – Tak Bersungut-sungut

0
647 views

Bacaan: Yos.5:9a.10-12, 2Kor 5:17-21, Lukas 15:1-3.11-32

Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: “Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.” Yesus berkata lagi: “Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka. Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan ia pun mulai melarat. Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorang pun yang memberikannya kepadanya. Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria. (Luk. 15:1-2,11-24)

Sahabat pelita hati,

KISAH tentang “Perumpamaan Anak yang Hilang” ini merupakan perumpamaan terindah yang ditulis oleh penginjil Lukas. Perumpamaan ini merupakan puncak dari tiga rangkaian perumpamaan tentang “dirham yang hilang” dan “domba yang hilang.” Garis pokok dari perumpamaan ini mementaskan maha belas kasih Tuhan yang tiada batas. Ini digambarkan seperti seorang ayah yang menerima kembali anak bungsunya yang telah berdosa besar kepadanya. Sebelumnya, si bungsu memaksa ayahnya untuk membagi harta warisannya dan pergi menghabiskannya untuk hal-hal yang tak sepantasnya. Sebenarnya si ayah berhak untuk menolaknya atau hanya menerimanya kembali sebagai hamba/budak. Namun di luar dugaan, sang  ayah menerimanya kembali, bukan hanya sebagai hamba atau budak tetapi diterima kembali sebagai anak. Bahkan bapanya mengadakan pesta pora secara istimewa. Sebuah tindakan yang di luar kelaziman. Dapat dipahami jika kakaknya menjadi marah dengan sikap ayahnya. Baginya tak sepantasnya adiknya yang telah menghambur-hamburkan uang dan berdosa kepada bapanya diterima kembali apalagi diterima secara istimewa.

Sahabat terkasih,

Perumpamaan ini memang tertuju kepada para Farisi dan ahli taurat yang bersungut-sungut ketika mereka melihat para pemungut cukai dan orang-orang berdosa makan bersama dengan Yesus. Bagi mereka tidak selayaknya Tuhan menerima orang-orang dikategorikan pendosa itu. Karakter orang Farisi itu terwakili dalam diri anak sulung yang tak rela adiknya disambut secara istimewa oleh bapanya. Inilah sebentuk  karakter pendendam yang dilawan oleh Tuhan. Sikap bapak yang menerima si bungsu dengan penuh kasih mementaskan bentuk nyata belas kasih Tuhan yang tiada batas.  Semangat belas kasih seperti inilah yang hendaknya kita warisi dan kita hidupi, walau harus dengan jerih payah dan perjuangan. Sekali lagi, Tuhan sedang mengajarkan kepada kita untuk menjauhkan diri dari sikap mendendam, seperti yang ditunjukkan oleh anak sulung dan mendekatkan diri pada sikap pengampun seperti diperlihatkan oleh bapak dalam perumpamaan itu. Semoga di masa prapaskah ini kita dapat memperbaharui diri dalam bersikap terhadap sesama yang pernah berbuat salah dan meminta maaf. Dengan tangan terbuka kita harus menerimanya, jangan bersungut-sungut seperti para Farisi dan ahli Taurat.

Pergi ke toko membeli tas,
tas rajut  indah warnanya.
Belas kasih Tuhan tiada batas,
yang berdosa dan bertobat diampuni-Nya

dari Banyutemumpang, Sawangan, Magelang,

Berkah Dalem**Rm.Istata

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here