Pelok

0
459 views
Ilustrasi - Mangga berikut peloknya. (Ist)

Selasa, 20 September 2022

  • Ams. 21:1-6,10-13.
  • Mzm. 119:1,27,30,34,35,44.
  • Luk. 8:19-21.

MANUSIA adalah makhluk sosial yang tidak bisa menjalani kehidupan sendirian. Manusia memiliki sifat dasar membutuhkan orang lain, karena setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan kelebihan dan kekurangan, manusia bisa saling melengkapi satu dengan lainnya.

Selama menjalani hidup ini, kita memiliki orang-orang yang hadir dalam hidup kita sejak kita lahir. Mereka itu adalah keluarga kita. Kita dibesarkan dalam kasih dan cinta, perhatian dan pendidikan melalui kehadiran mereka.

Saudara kita adalah orang yang selalu bisa menerima kita apa adanya. Orang yang selalu mau menerima keluh kesah kita ketika ada masalah. Misalnya saat kita ingin curhat, mencurahkan isi hati tanpa harus ada yang disembunyikan.

“Saya ini ibarat seperti ‘pelok’ yang dibuang dan kemudian tumbuh, hingga berbuah banyak lalu orang lain menikmati manisnya buah itu,” kata seorang bapak mensyeringkan pengalamannya.

“Ibu dan bapakku meninggal waktu saya kecil, kemudian saya ikut saudara lain, namun tidak bertahan lama, karena kondisi keluarga saudara saya itu mengalami banyak kesulitan,” ujarnya.

“Kemudian saya ikut kerja di bengkel sambil sekolah,” lanjutnya.

“Oleh pemilik bengkel, saya diizinkan tinggal di bengkelnya,” imbuhnya.

“Pemilik bengkel dan teman-teman yang kerja di bengkel itulah orangtuaku dan saudara,” lanjutnya.

“Mereka yang mengingatkanku, supaya menjalani hidup yang baik dan benar, mereka pula yang menolong aku waktu aku kekurangan sesuatu, mereka pula yang mendengarkanku saat saya mengalami kecemasan dan kesedihan, mereka pula yang gembira dan merayakan kebahagiaan saat saya lulus sekolah, saat saya merayakan hari ulang tahun,” katanya.

“Ketika saya berhasil dan mempunyai usaha serta keluarga, mulailah datang satu persatu yang mengaku saudara minta bantuan, dengan cerita yang sedih,” paparnya.

“Mereka seakan tidak pernah ada waktu saya tertatih-tatih di jalan mencari kehidupan sampai saya diterima kerja di bengkel,” lanjutnya.

“Namun setelah saya bisa hidup dan punya sedikit yang bisa dibagi, mereka datang tanpa malu menyebutkan saudara,” ujarnya.

“Saudara sejati itu ada dalam kondisi apa pun bukan pada hanya saat kondisi senang,” tegasnya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,

“Orang memberitahukan kepada-Nya: “Ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau.”

Tetapi Ia menjawab mereka: “Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.”

Pada kenyataannya, kita menemukan bahwa ikatan persaudaraan yang tidak lagi dibatasi atas dasar identitas primordial dan kekerabatan berdasarkan daerah.

Yesus meletakan standar baru dan landasan kokoh membangun sebuah persekutuan dan persaudaraan baru yang inklusif.

Kita dipanggil untuk terlibat menjalin budaya perjumpaan lintas batas dan membangun jembatan yang menghubungkan satu sama lain sebagai saudara atas dasar mendengarkan dan melaksanakan sabda Tuhan.

Butuh upaya ekstra untuk melangkah keluar dari cangkang yang mengungkung pikiran dan perasaan serta hati kita.

Amsal memberikan ilustrasi yang menarik tentang peran yang bisa kita mainkan dalam hidup bersama. Kita ini ibarat “batang air di tangan Tuhan” untuk mengalirkan dan menyalurkan kebaikan dan kasih-Nya.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku bisa menjadi saudara dan saudari bagi sesama?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here