Direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama (ELSA) Tedi Kholiludin mengatakan, pemerintah termasuk pemerintah daerah harus bersikap netral dalam menyikapi konflik agama yang terjadi.
“Setidaknya ada sembilan pelanggaran kebebasan dan berkeyakinan yang terjadi di Jateng sepanjang 2011,” katanya, usai diskusi Laporan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Jateng 2011 di Semarang, Senin.
Kenetralan sikap pemerintah, kata dia, seperti ditunjukkan oleh Pemerintah Provinsi Jateng yang tidak mengeluarkan peraturan daerah (perda) mengenai pelarangan suatu aliran agama, misalnya Ahmadiyah.
Menurut dia, Pemprov Jateng sudah bersikap tegas bahwa persoalan agama adalah urusan pemerintah pusat dan selama ini memang tidak dikeluarkan perda tentang pelarangan aliran agama, seperti provinsi lain.
Pemerintah, kata dia, harus bisa membuat warga negaranya nyaman dalam beribadat, saling menghormati, dan melindungi pemeluk agama, agar tidak terjadi konflik-konflik horizontal antarpemeluk agama.
Ia mengakui, selama 2011 sempat terjadi dua peristiwa menonjol yang mencoreng kehidupan beragama di Jateng, yakni kerusuhan Temanggung dan bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton Solo.
Namun, kata dia, di balik konflik yang terjadi tentu ada hal-hal positif yang dilakukan oleh masyarakat, seperti penjagaan yang dilakukan umat Islam terhadap gereja-gereja sehari setelah dua peristiwa itu.
“Keluwesan masyarakat Jateng ini membuat proses rekonsiliasi berjalan cukup cepat, sebab masyarakat Jateng sangat toleran dan mampu memasukkan nilai-nilai positif baru dalam adat istiadatnya,” katanya seperti dikutip dari Antara.
Meski demikian, kata Tedi, kelemahan pemerintah dalam memetakan dan menjangkau titik konflik di daerah membuat konflik antarumat beragama sering muncul tanpa bisa dicegah oleh aparat penegak hukum.
Sementara itu, Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang Romo Aloys Budi Purnomo mengatakan, umat harus mendapatkan gambaran positif dan komprehensif mengenai keberagaman.
Menurut dia, kendala tumbuhnya kerukunan umat beragama adalah regulasi yang justru tidak menciptakan ruang-ruang kerukunan dan ketidakadilan penegak hukum sehingga terjadi konflik yang merusak kerukunan agama.
“Saya salut kepada Gubernur Jateng yang tidak mengeluarkan aturan mengenai kelompok-kelompok agama tertentu,” katanya.