PANDEMI Covid-19 memberi tantangan besar yang berpengaruh nyata di berbagai sektor. Di antaranya sektor sosial, pariwisata, dan pendidikan.
Vaksinasi hadir sebagai langkah pemulihan dampak pandemi terhadap kehidupan masyarakat.
Pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Tanahair di gelar perdana oleh Pemerintah Pusat pertengahan Januari 2021. Dalam perjalanannya, muncul berbagai problematika di tengah masyarakat mengikuti program vaksinasi.
Misalnya heboh cairan vaksin tidak dimasukan ke tubuh di Karawang, hoaks vaksinasi massal gratis, sentra vaksin yang sulit dijangkau, jatah vaksin yang kosong, sampai supply vaksin yang bertahap.
Problem lain, kurangnya sentra vaksin pada wilayah pasti terdapat mobilitas tinggi seperti Regio Bogor dan Bekasi. Masyarakatnya berkarakter komuter sebagai penyangga ibukota negara.
Sementara, Bandung sebagai jantung ibukota provinsi cenderung mengikuti vaksinasi.
Karawang dan Pantura sebagai kawasan industri dengan mobilitas industrial yang tinggi mestinya penurunan mobilitas yang sudah mencapai <10% bisa lebih ditekan lagi.
Memahami berbagai kondisi tersebut, Pemuda Katolik Komda Jabar menggelar webinar bertajuk “Problematika dan Efektivitas Vaksinasi di Jawa Barat”.
Webinar ini merupakan hasil kerjasama dengan organisasi kepemudaan lintas iman Jawa Barat. Yakni, Pemuda Katolik Jabar, PW GP Ansor Jabar, PW Pemuda Muhammadiyah Jabar, Gemabudhi Jabar (Buddha), Gemaku Jabar (Khonghucu) dan Peradah Jabar (Hindu).
Ekspektasi bersama
Ketua Pemuda Katolik Komda Jabar Edi Silaban mengapresiasi kegiatan ini.
Ia memaparkan per 24 Juli 2021, Jawa Barat mencatat data, realisasi vaksinasi baru mencapai 13 persen atau 5,1 juta jiwa.
Muncul berbagai problematika ditengah masyarakat dalam mengikuti program vaksinasi
“Capaian 13% vaksinasi di Jawa Barat masih jauh dari tujuan herd immunity. Di mana untuk mempercepat penurunan pandemi diperlukan cakupan imunisasi sebesar 70% agar herd immunity segera tercapai efektivitasnya dalam kurun waktu kurang dari setahun,” ujar Edi hari Kamis (29/07/2021).
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Jawa Barat Dr. Drg. Marion Siagian M.Epid menjadi narasumber kunci.
Turut hadir Ketua PW GP Ansor Jawa Barat Deni Ahmad Haidar, Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat Reza Arfah, Ketua Gemabudhi Jawa Barat Dariyanto, Ketua Peradah Jawa Barat Nyoman Iweg, dan Ketua Gemaku Jawa Barat Irwan Limantari.
Mereka sebagai panelis penanggap.
Analis Kebijakan KKPOD Eduardo Edwin Ramda hadir sebagai ahli kebijakan. Sesinya dipandu Wakil Sekretaris Pemuda Katolik Jabar Cornelia Eveline Cabuy.
Marion Siagian memaparkan per 28 Juli 2021 ada 590.392 orang terkonfirmasi Covid-19 dengan dominasi wilayah Kota Depok, Kota Bekasi, Kab. Bekasi, Kab. Kerawang, Kab. Bogor, dan Kota Bandung dengan tingkat kesembuhan mencapai 76,83%.
Berkaitan cakupan vaksinasi, lanjut Marion, total sasaran Jawa Barat mesti mencapai 37.907.814 vaksinasi dari kategori Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK), Pelayan Pubik, Masyarakat Rentan, Umum & Remaja.
Pada realisasi vaksinasi di Jabar pada dosis pertama sudah mencapai 5.742.015 vaksin (15,15%), sedang pada dosis kedua baru mencapai 2.669.693 (7,04%).
Empat aspek tujuan vaksinasi
Marion menegaskan empat aspek tujuan vaksinasi Covid-19 adalah:
- Membentuk kekebalan kelompok, menurunkan kesakitan dan kematian karena terpapar Covid-19;
- Melindungi dan memperkuat sistem kesehatan secara menyeluruh;
- Menjaga produktifitas;
- Meminimalkan dampak sosial dan ekonomi.
Menutup sesinya, Marion jelaskan bawah saat ini vaksinasi sudah memasuki pelaksanaan tahap tiga dan diperlukan upaya percepatan khususnya kelompok lansia serta diperlukan upaya ekstra.
“Peningkatan jumlah kasus mengakibatkan harus dilakukan percepatan-percepatan vaksinasi di beberapa daerah yang perlu dukungan semua pihak yaitu TNI/Polri, UPT Vertikal, Ormas, LSM, serta berbagai pihak swasta” tutup Marion.
Aspirasi
Ketua Gemabudhi Jawa Barat Daryanto menyampaikan minimnya edukasi. Baik dari pemerintah maupun dari stake holder terkait, koordinasi antar instansi masih berjalan masing-masing.
“Sebenarnya saya tidak setuju dengan sentra vaksinasi yang berubah itu. Jadi kita ditetapkan di dalam satu tempat seperti itu jadi misalkan di mal menjadi sentra vaksin. tapi ketika masuk vaksin keduanya masyarakat bingung” tandas Anggota Komisi VI DPRD Kota Bekasi.
Senada hal tersebut, Ketua Peradah Jawa Barat Nyoman Iweg mengaku masih kesulitan dengan segala upaya koordinasi sinergi antara lembaga, badan atau pun instansi pemerintahan.
Iweg memandang perlu ada perubahan pada sistem yang ada di pemerintahan khususnya untuk mempercepat distribusi vaksin.
“Kami menemukan bahwa mereka enggan untuk divaksin itu terutama karena merasa bahwa vaksin itu bukan solusi. Kedua, banyak orang pun yang sudah melakukan vaksin bercerita mereka datang dari pagi berbondong-bondong dari pukul 6-7 lalu baru selesai sore” tandasnya.
Masih sesi penanggap pertama, Ketua PW GP Ansor Jawa Barat Deni Ahmad Haidar menekankan banyak orang yang tidak memiliki kompetensi kesehatan tiba-tiba berfatwa soal kesehatan.
“Giat kami makin serius melakukan sosialisasi, ikhtiar kita melakukan edukasi terhadap saudara kita harus kita supaya mereka mau di vaksin. Tentu juga pemerintah harus menyiapkan, jangan sampai nanti masyarakatnya sudah oke mau di vaksin namun vaksinnya euweuh” jelas Haidar.
Pada sesi kedua, Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat Reza Arfah mengapresiasi forum yang diselenggarakan Pemuda Katolik Jabar.
“Jangan pernah mempertentangkan ekonomi dan kesehatan. Bagaimanapun juga ekonomi tidak akan berjalan tanpa sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas bagaimanapun juga kesehatan dan hak paling dasar untuk ekonomi yang lebih kuat kemajuan,” tandas Reza.
Ketua Gemaku Jawa Barat Irwan Limantari beranggapan kurangnya komunikasi dari petugas kesehatan pada vaksinasi lansia terkait penyakit bawaan.
“Di lapangan apa yang saya temui mereka tidak vaksin karena mendengar banyak berita-berita hoax. Padahal mungkin ada penyakit bawaan yang membuat banyak lansia belum bisa di vaksin. Ini mesti diluruskan,” tegas Irwan.
Tiga kategori
Dari perspektif Analis Kebijakan KKPOD, Eduardo Edwin Ramda menerangkan, geografi sosial masyarakat Jabar terkait vaksinasi dibagi menjadi tiga. Yaitu masyarakat commuter (penyangga ibukota), masyarakat industri (sulit WFH), masyarakat religius.
Adapun problematika paling serius adalah supply vaksin yang terhambat.
Solusinya pemerintah harus segera melaksanakan impor maupun produksi mandiri.
Kajian lain, lanjut Eduardo, yaitu alasan masyarakat kurang bersedia vaksinasi Covid-19 paling tertinggi adalah respon pemerintah terhadap Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) (55.5%).
Disusul vaksin tidak efektif, karena minimnya edukasi (25.4%), dan merasa tidak butuh vaksin (19%) di urutan ketiga.
“Melihat kondisi sosial masyarakat sangat religius, artinya ada pedoman hidup masyarakat di sana lebih mendengar suara tokoh agama. Dengan adanya fenomena tersebut dapat dikatakan bahwa masyarakat Jawa Barat sebagian besar merupakan masyarakat religius dan peran tokoh agama menjadi penting,” papar Eduardo.
Ada beberapa rekomendasi Analis Kebijakan KPPOD yaitu evaluasi dan pangkas prosedur yang rumit, koordinasi yang diperkuat terkait sosialisasi, peran tokoh agama yang penting, optimalisasi fast response penanganan KIPI, masyarakat tidak dibebani perspektif kewajiban, dan pelibatan organisasi masyarakat lokal dalam proses percepatan vaksinasi.