Konsultan pendidikan “Mind Map Centre Indonesia” Djohan Yoga mengatakan pendidikan karakter harus terintegrasi dalam semua mata pelajaran, tidak hanya pada pelajaran tertentu.
“Selama ini, pendidikan karakter di sekolah hanya ditumpukan pada tiga bidang pelajaran, yakni guru agama, pendidikan kewarganegaraan (PKn), dan bimbingan konseling (BK),” katanya di Semarang, Jumat.
Hal itu diungkapkannya di sela seminar “Strategi Mengintegrasikan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran di Kelas” di Sekolah Karangturi Semarang yang diikuti kepala sekolah dan guru BK di Jawa Tengah.
Padahal, kata Djohan, pembelajaran agama yang diberikan selama seminggu maksimal hanya dua kali, PKn juga sama, apalagi guru BK yang bertugas di luar pembelajaran kelas dan tidak terintegrasi mata pelajaran.
“Kalau seperti itu, pendidikan karakter di sekolah-sekolah Indonesia masih diberikan secara parsial, hanya pada pelajaran tertentu. Ya sampai saat ini memang masih berlangsung seperti itu,” katanya.
Akibatnya, kata dia, kerap kali terjadi kasus tawuran antarpelajar di berbagai daerah, kemudian kasus “bullying” atau kasus kekerasan yang dilakukan senior kepada yuniornya yang mencoreng dunia pendidikan.
Ia mengungkapkan pendidikan karakter harusnya menjadi tanggung jawab seluruh guru mata pelajaran dan kepala sekolah, mulai matematika, bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan alam (IPA), hingga olahraga.
“Sebagai contoh, pelajaran Sejarah. Selama ini siswa hanya sebatas diberikan hafalan peristiwa sejarah, seperti nama pahlawan, nama raja-raja, tahun-tahun terjadinya peperangan, dan sebagainya,” katanya.
Pendidikan sejarah, kata dia, seharusnya bisa dimaksimalkan untuk menanamkan pendidikan karakter, misalnya dengan mengekplorasi karakter pahlawan, nilai-nilai yang bisa diambil dari perjuangan pahlawan.
“Kalau di Jateng, Pangeran Diponegoro misalnya, nilai-nilai perjuangan dan karakter tokoh itu yang harus dieksplorasi dan ditanamkan ke siswa, seperti disiplin, nasionalisme, dan menegakkan kebenaran,” katanya.
Demikian juga pelajaran olahraga, kata dia, kalau selama ini hanya diberikan sebatas teori, misalnya menghafal luas lapangan sepakbola dan berapa kali juara olimpiade, sudah saatnya ditarik ke karakter.
“Para siswa bisa ditanamkan sifat kerja keras, disiplin, dan sportif yang menjadi ciri juara. Bagaimana harus tekun berlatih dan berusaha. Semua itu sudah ada di kurikulum, cuma masih dikesampingkan,” katanya.
Pembelajaran karakter yang terintegrasi pada semua pelajaran, kata dia, selama ini sudah diterapkan di sejumlah negara, seperti Australia dan Singapura yang tidak sebatas diajarkan, tetapi ditanamkan.
“Orang-orang tua di Australia dan Singapura lebih pusing jika mengetahui anaknya nakal dibanding mengetahui anaknya bodoh. Berbeda dengan Indonesia, orang tua maklum anaknya nakal, asal pintar,” kata Djohan.