SENJA itu, sekumpulan anak-anak remaja puteri berjumlah kurang lebih 38 orang sibuk menyuarakan yel-yel dalam kelompok masing-masing dengan penuh gembira.
Saat penulis hadir di aula yang sangat representatif di SMA Santa Maria (STAMA) Yogyakarta tersebut, Suster Pembina Asrama Sr. Angela OSF langsung menyambut kami dengan senyum merekah.
Terjadi, ketika kami mulai berbincang-bincang tentang kegiatan yang sedang berlangsung. Rupanya kegiatan yang tengah dilakukan anak-anak Stama itu adalahmenjalani Masa Orientasi Asrama (MOA). Dilakukan selama empat hari; dari tanggal 1-4 Juli 2022.
Berdinamika dalam Kebersamaan
Sr. Angela OSF lalu menuturkan hal ini.
MOA tahun ini bersama para panitia yang terdiri alumni dan kakak kelas berlangsung dengan tema: “Berdinamika dalam Kebersamaan”.
Tema ini dianggap sesuai dengan kondisi Asrama STAMA yang mana para penghuni asrama ini berasal dari berbagai daerah dengan latar belakang bahasa dan budaya yang sangat beragam.
Menurut Sr. Angela OSF, tema ini mendukung terselenggarakannya MOA tahun 2022-2023. “Karena mengedepankan nilai kebersamaan, toleransi, dan solidaritas,” ujarnya mantap.
Maksud dan tujuannya
Keke, alumnus sekaligus penanggungjawab MOA, menerangkan tentang kegiatan MOA.
“MOA digelar dengan tujuan agar para peserta saling mengenal antara semua anggota asrama STAMA. Juga agar adik-adik bisa mengenal dan memahami lingkungan baik dari segi visi-misi. Tujuan pembinaan hidup berasrama; bisa memahmai secara mendalam mekanisme kehidupan sehari-sehari di asrama,” kata Keke dengan ramah.
“Selain itu, dalam MOA ini, kami lebih mengedepan relasi yang bersifat humanis. Sehingga tidak dirasakan jadi beban, tetapi bisa berdinamika dengan penuh sukacita,” sambung Novita, Sie Acara MOA.
Implementasi pendidikan “Laudato Si”
Kegiatan MOA di STAMA ini sangat beragam. Hari pertama, mereka fokus pada perkenalan orangtua siswa. Kemudian ada materi tentang kesehatan remaja yang dibawakan oleh tim puskemas, seminar NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) dari kepolisian, serta public speaking dan tata krama dari ahli internal sekolah.
Selain itu, tidak kalah penting adalah pembekalan cara berliturgi dari paroki yang dibawa oleh Frater Andre.
Dari sekian materi ini, satu yang sangat unik adalah bagaimana para peserta MOA dikenalkan dengan Laudato Si’, ensiklik Paus Fransiskus. “Kami sangat senang mempelajari materi ini, karena membahasa tentang kehidupan bersama di alam semesta ini. Lagi pula, pesan itu juga sangat cocok. Karena asrama ini diampu oleh para Suster OSF. Mereka ini para pengikut spiritualitas Santo Fransiskus Assisi, sosok pencinta lingkungan hidup,” tutur Tita, Ketua Umum MOA 2022/2023.
Dalam paparannya tentang Laudato Si, fasilitator mendeskrispsikan sejarah dan hal ikhwal ensliklik besutan Paus Fransiskus. Juga disampaikan adanya fenomena kerusakan alam sebagai dampakkeserakahan manusia yang tidak bertanggung jawab atas pemeliharaan dan kelestarian lingkungan hidup.
Usai paparan materi, para peserta MOA kemudian diajak mempraktiknya pesan ensiklik itu melalui aneka fun games. Di antaranya aksi melempar bola kepada satu sama lain dalam bentuk lingkaran, ibarat bumi yang dirawat dan disayangi oleh remaja-remaja kekinian.
Selain itu, juga dilakukan aksi permainan menyelamatkan air satu gelas di atas kain serbet sebagai simbol penggunaan air secara berhemat. Juga menyadarkan betapa air itu merupakan elemen paling vital di dalam kehidupan manusia.
Sedangkan games yang tidak kalah seru adalah bagaimana peserta MOA mampu memanfaatkan kertas-kertas koran menjadi suvenir yang berharga dan unik.
Mereka membuat kipas, boneka, love, tempat sampah hingga gaun princess.
Apa kata mereka tentang Laudato Si’
Ensiklik ini terbit tanggal 18 Juni 2015 dalam delapan bahasa. Sayangnya, pesan penting ensiklik ini masih belum terlalu membumi di hati dan alam pikir anak-anak muda sekarang.
“Saya malah baru tahu istilah itu. Di sekolah, saya belum pernah mendapat materi ini. Akan tetapi sempat waktu ke gereja dulu, pastor sampai menyinggungnya saat kotbah di Hari Bumi. Cuma saya tidak paham apa maksudnya,” tutur Silvana.
Syering Silvana jujur.
Menurut puteri asli kelahiran Sorong di Papua Barat ini, ia sangat gembira bahwa di dalam masa orientasi asrama, para penghuni asrama sempat diperkenalkan tentang lingkungan hidup.
Juga telah diperkaya dengan foto-foto kegiatan yang juga sudah dilaksanakan oleh kakak-kakak tingkat asrama.
Sera, siswi dari Medan, dengan semangat membagikan pengalamannya.
“Saya sudah pernah mendengar istilah ‘Laudato Si’. Ternyata saya juga baru paham kalau ajaran Paus Fransiskus itu bicara tentang mutu hidup kita bersama di muka bumi ini,” ungkapnya.
“Saya harap kami di asrama nanti mulai mempraktikkan ajara baik itu secara nyata. Misalnya bagaimana kami bisa berhemat dalam penggunaan air dan listrik di asrama,” harapnya.
“Selain itu, tentunya kami juga akan diajari oleh pendamping, cara menyiram dan merawat tanam-tanaman di kompleks asrama dengan penuh ramah,” papar Sera dengan nada gembira.
Engel asal dari Klaten memberi gambaran tentang Laudato Si.
“Lingkungan saya sudah menjalani pesan penting ensiklik; terutama para petani yang setia menanam padi dengan baik.
Tetapi saya baru tahu. kalau materi ini bukan hanya itu saja. Juga menyangkut keseluruhan hidup dan tentang tatacara merawat bumi dan rumah kita ini dengan penuh ramah,” ungkap Engel mendalam.
“Kegiatan MOA ini menjadi spirit dan inspirasi dalam mengemas model pendampingan lingkungan hidup dalam pembinaan dan pendampingan anak-anak di asrama saat ini,” tutur Sr Angela OSF mantap.
Kegiatan MOA ini ditutup dengan pentas seni dengan menampilkan berbagai seni hasil karya orisinil STAMA dan sebagai bentuk ajang kreasi anak-anak muda saat ini.