Pengalaman Studi di Taiwan: Pendidikan Khas Para Suster Ursulin di Hualien (7)

0
1,208 views
Pendidikan khas Katolik yang diampu oleh para suster Ursulin di Hualien, Taiwan. (Gregorius Teguh Santosa)

SETELAH disibukkan dengan  berbagai tugas akhir, presentasi, dan ujian akhir, akhirnya bisa kembali membagikan pengalaman.

Kali ini,  cerita ringan tentang kota Hualien, kota terbesar yang paling dekat lokasinya dengan National Dong Hwa University (NDHU) yakni sekitar 20-30 menit berkendara, tergantung moda transportasi apa yang kita pilih: dengan kereta api sekitar 16-20 menit, dengan sepeda motor sekitar 25-30 menit, dengan mobil pribadi sekitar 20 menit; dan dengan bus antar kota sekitar 25-30 menit.

Hualien

Dibanding kota-kota besar lainnya, jarak ini tidaklah terlalu jauh. Bandingkan misalnya bila kita pergi dari kampus NDHU menuju Taipei, dibutuhkan waktu 2-4 jam naik kereta api atau 4-5 jam dengan mobil pribadi. Atau, ke Hsinchu, Taoyuan dan kota-kota lain di sekitarnya setelah Taipei, tentu dibutuhkan waktu lebih lama.

Kampus persekolahan suster OSU yang rindang dan bersih di Hualien, Taiwan.

Jadi, praktis Hualien adalah kota besar terdekat dengan lokasi kampus NDHU. Selain pasar malam yang sudah dikisahkan serta laut biru menawan sepanjang Samudera Pasifik, Hualien masih banyak memiliki destinasi wisata, tentu saja tidak gratis seperti tempat-tempat yang sudah kita ceritakan terdahulu.

Taman nasional Taroko, misalnya. Salah satu taman nasional terindah dan paling dikenal di Taiwan. Hualien memang dikenal sebagai kota pusat pariwisata.

Sekolah Ursulin

Selain itu, di kota ini juga terdapat pusat pendidikan milik Komunitas Suster-suster Ursulin (OSU), sebagaimana juga terdapat di Indonesia.

Sekolah khas Katolik didikan para suster Ursulin di Hualien, Taiwan.
Sekolah dasar didikan para suster Ursulin Taiwan.

Penulis menyempatkan diri mengunjugi lokasi kompleks sekolah Ursulin di Hualien, sebelum disibukkan oleh berbagai ujian akhir di kampus.

Dengan naik kereta lokal dan membayar 12 NT$ sampailah kita dari Stasiun Zhixue ke Stasiun Hualien, dilanjutkan dengan taksi seharga 140 NT$ sampailah kita di gerbang kompleks sekolah yang terdiri dari TK-SMP dan SMA (karena keterbatasan lahan, SD ditempatkan terpisah dari kompleks ini, walau masih berdekatan).

Mewujudkan semangat ‘Serviam’

Tak banyak berbeda dengan sekolah-sekolah di Indonesia, sekolah-sekolah Ursulin disini juga menempatkan serta mempraktikkan nilai-nilai Serviam (yang berari “Saya akan Mengabdi”) dalam keseluruhan aktivitasnya. Bedanya, mungkin, penerapan nilai-nilai tersebut sungguh nyata dan tanpa basa-basi alias pemulas bibir manis belaka.

Salah satu pembeda yang paling mencolok adalah tidak adanya tenaga kebersihan di seluruh kompleks sekolah.  Tetapi penulis menyaksikan sendiri bagaimana seluruh penjuru sekolah nan luas ini tetap terjaga kebersihannya.

Kebersihan jadi tanggungjawab bersama

Bagaimana bisa? Ternyata kebersihan lingkungan sekolah menjadi tanggungjawab seluruh peserta didik dan guru serta karyawan tanpa kecuali.

WC bersih berarti semuanya akan bersih.

Setiap hari, sehabis waktu makan siang bersama, seluruh elemen sekolah bersama-sama membersihkan lingkungan sekolah: memunguti sampah dan mengumpulkannya serta membersihkan seluruh toilet sekolah.

Bahkan di tingkat TK, karena peserta didik ada yang masih berumur  3-4 tahun, para guru dan karyawanlah yang membersihkan seluruh toilet sekolah serta bertanggung-jawab penuh atas kebersihan lingkungan sekolah.

Tetapi seluruh peserta didik juga dilibatkan sesuai dengan tingkat usia mereka (lihat gambar).

Membersihkan toilet

Tolong dibedakan dengan sekolah-sekolah di Tanahair, kebersihan hampir selalu menjadi masalah klasik walau sudah dialokasikan dana untuk tenaga kebersihan atau bahkan di-outsourced secara khusus untuk menjaga kebersihan toilet sekolah, misalnya.

Tetapi prinsip gotong-royong yang diagungkan justru tidak terimplementasi secara nyata dalam hal ini.

Paling mencolok adalah keterlibatan orangtua dalam proses dan dinamika pendidikan di sekolah, ternyata dan terdokumentasi secara baik bahwa orangtua-keluarga di Hualien menempatkan pendidikan anak-anak mereka sebagai prioritas utama, bahkan dibanding pekerjaan dan/atau karir sekalipun.

Rapi dan bersih.

Bukan omong kosong

Mindset inilah yang kiranya perlu terus diasah dan dikembangkan di Tanahair.

Dalam dokumen tertulis yang sempat penulis periksa (karena tidak percaya begitu saja dengan penuturan salah seorang guru dan kepala sekolah yang mendampingi), jelas terbaca betapa setiap rapat dan panggilan sekolah terhadap orangtua selalu ditanggapi dan dihadiri oleh hampir seluruh orangtua peserta didik tanpa terkecuali.

Kerjasama yang erat inilah menjadi salah satu kunci keberhasilan proses pendidikan di sekolah-sekolah Ursulin ini. Beragam prestasi ditorehkan, tidak hanya di tingkat kota Hualien, bahkan hingga ke level nasional seluruh Taiwan.

Bahkan tim bola basket mereka diutus mewakili Taiwan bertanding di level internasional untuk tingkat SMA.

Sebagai catatan tambahan perlu saya kisahkan juga sebagai berikut.

Pendidikan SD sampai  High school di Taiwan, terutama di sekolah-sekolah Katolik, menerapkan prinsip dasar sekolah yang berlak di Jepang dengan menitikberatkan kebersihan adalah milik bersama.

Jadi sebelum mulai pelajaran, para murid harus menyapu dan mengepel kelas, membersihkan kebun dan memisahkan sampah mana yang bisa didaur ulang dan mana untuk bahan   kompos.

Tujuan mengajak murid ikut membersihkan sekolah adalah demi bisa menumbuhkan rasa menghargai dan memiliki serta tanggungjawab terhadap sekolahnya sendiri.

Menurut seorang Sr. Valentine SSpS yang mengampu pendidikan formal di Hsinchu, sekolah mereka di Shu Guang juga menerapkan prinsip dan praktik yang sama.

Dengan demikian, model pendidikan yang baik dan bertanggungjawab itu bukan hanya ‘milik’ Suster-suster Ursulin saja.

Pengalaman Studi di Taiwan: Pantai Biru dan Kue Bagel (6)

Mampukah kita?

Kisah nyata di atas baik bila menjadi refleksi kita bersama untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Tanahair, khususnya di sekolah-sekolah Katolik yang kini harus diakui bukan (lagi) menjadi pilihan utama di Tanahair.

Kolaborasi antara orangtua/keluarga dengan sekolah dalam proses integral ko-edukasi bagi anak-anak kita adalah condition sine qua non guna mengembalikan dan menegakkan marwah nilai-nilai Katolisitas di sekolah hingga mewujudnyatakan syiar kita di dunia nyata.

Kalau bukan kita, siapa lagi. Kalau bukan dimulai sekarang, kapan lagi? Bagaimana menurut Anda?

Shoufeng, 29 Juni 2018

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here