Budayawan sekaligus dosen ilmu budaya Minang Universitas Andalas (Unand) Padang Musra Dahrizal atau biasa dipanggil Mak Katik mengatakan dalam mengembangkan pendidikan tinggi yang perlu diutamakan adalah penanaman adat dan etika masing-masing individu.
“Setinggi-tinggi ilmu maupun jabatan seseorang bila tidak memahami adat dan etika, tidak mencerminkan suatu pengembangan diri yang berimplikasi pada institusi,” katanya di Padang, Jumat.
Adat dalam hal ini menurutnya suatu etika atau kebiasaan positif yang telah turun temurun hadir dengan bernafaskan nilai agama. Sebagai contoh dalam mengembangkan kurikulum Dikti yang berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Meski dijejali berbagai standar kualifikasi yang beragam sudah seharusnya pemerintah dalam hal ini Dirjen Dikti, menyelipkan prinsip kearifan lokal atau adat dan etika dalam setiap tahapannya. Misalnya dalam menentukan standar penelitian yang berbasis kompetensi, Dikti perlu menanamkan suatu batas dalam bentuk aturan seperti prinsip persaingan sehat dan sanksi pemberian bagi yang curang. Dengan begitu katanya, standar tersebut dibuat tidak bertujuan untuk semena-mena.
“Ilmu yang tinggi tidak ada manfaatnya dalam agama bila adat dan etika tidak dipelihara,” katanya. Contoh lain sebutnya dalam menentukan kurikulum di Unand yang perlu ditanamkan sikap dan perilaku budaya orang Minang. Sehingga ini nantinya yang akan menjadi identitas dari Unand sebagai institusi kebanggaan masyarakat Minangkabau, ucapnya.
Menurutnya meski menanamkan adat dalam suatu pengembangan pendidikan tinggi itu sulit namun itu perlu dilakukan untuk menunjukkan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang beradat dan berbudaya. Sementara itu Dikti melalui Direktur Penjaminan Mutu Aris Junaedi menyebutkan dalam pengembangan Kurikulum berbasis KKNI pihaknya akan menyertakan berbagai kajian segala bidang. Termasuk ke dalamnya kearifan lokal atau adat dan budaya pada lokasi institusi perguruan tinggi masing-masing.