Puncta 08.10.23
Minggu Biasa XXVII
Matius 21: 33-43
PEMILIK lahan terkejut karena alat-alat berat tahu-tahu sudah menggusur lahan dengan paksa tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Masyarakat yang punya lahan tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan ketua adat yang memprotes penggusuran justru digelandang oleh aparat ditahan dan diintimidasi.
Pemodal bekerjasama dengan aparat bersenjata dan pejabat setempat menggusur lahan-lahan masyarakat adat. Segala macam cara dipakai.
Ada yang halus, ada yang kasar. Dengan cara halus, warga dibujuk nanti akan diberi pekerjaan di perusahaan. Walaupun hanya jadi buruh kasar di kebun.
Kades diberi janji akan dibangunkan rumah adat atau lapangan sepakbola atau bola voli.
Aparat diberi upeti untuk menjaga segala kondisi. Jangan berharap aparat di belakang rakyat. Ia akan membela yang memberi upeti.
Tidak akan ada orangtua memberi warisan kepada anak cucunya karena lahan-lahan mereka sudah diambil alih oleh penggarap-penggarap raksasa yang punya modal besar.
Mereka tidak akan menjadi ahli waris tanah leluhur. Tetapi mereka hanya akan menjadi buruh di tanah moyangnya atau kuli di tanah sendiri.
Rakyat sebagai pemegang hak waris hanya berjuang sendiri. Mungkin masih ada media yang punya hati nurani. Tetapi mereka pun disokong oleh pemodal. Belum pernah dengar ada istilah “wartawan amplopan”?
Penggarap-penggarap tidak bekerja sendirian. Mereka bisa membayar yang pegang senjata. Mereka bisa menyuap pejabat. Rakyat itu seperti hamba-hamba kebun anggur. Mereka ditangkap, disiksa, diteror, diintimidasi dan dieksekusi.
Mereka yang berkuasa bisa bikin narasi, konperensi pers; bahwa orang-orang itu melawan hukum, melawan aparat, menentang kebijakan penguasa, menghalangi pembangunan. Intinya mereka bisa dikorbankan.
Yesus menggunakan perumpamaan antara penggarap dan pemilik kebun anggur sebagai ilustrasi bagi para imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi yang tidak mau percaya kepada-Nya sebagai utusan dan ahli waris Allah sendiri.
Yesus adalah Putera yang diutus oleh Bapa, Sang pemilik kebun anggur. Tetapi penggarap-penggarap itu justru menangkap, menyiksa dan membunuh si ahli waris.
“Kerajaan Allah akan diambil daripadamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.”
Apakah kita ini juga penggarap-penggarap yang sok kuasa? Menjarah yang bukan milik kita sesungguhnya?
Ke padang savana lihat jerapah,
Mereka asyik makan pisang nipah.
Kalau kita jadi penggarap serakah,
Kita tidak akan mendapat berkah.
Cawas, semangat berkobar