Home BERITA Penggarap yang Tau Diri

Penggarap yang Tau Diri

0
84 views
Ilustrasi: Alat pemetik padi di sebuah sawah. (Mathias Hariyadi)

Jumat, 21 Maret 2025

Kej. 37:3-4,12-13a,17b-28; Mzm. 105:16-17,18-19,20-21; Mat. 21:33-43,45-46

BAPAKKU seorang petani, tetapi tidak punya sawah. Sepanjang hidupnya bapak bekerja sebagai penggarap sawah orang lain, karena bapak tidak mampu membeli sawah; bahkan menyewa sawah.

Kerja sebagai penggarap sawah dilakukan dengan baik, karena jika sampai gagal panen, bapak akan kehilangan rezeki dan ada kemungkinan bapak tidak akan dipercaya lagi sehingga sawah bisa dialihkan ke penggarap lain.

Di kampung kami, banyak orang yang menjadi buruh tani dan menggantungkan hidup dari pertanian namun tidak mempunyai sawah. Dan ada beberapa orang yang beruntung dipercaya menjadi penggarap sawah seperti bapak saya.

Jika dipercaya untuk menjadi penggarap sawah, itu sebuah berkah yang pantas disyukuri. Sikap baik dan sopan penuh penghormatan serta tanggungjawab disampaikan kepada pemilik sawah dan keluarganya. Karena mereka telah memberi pekerjaan dan penghidupan.

Mereka mengangkat harga diri dari seorang buruh tani menjadi penggarap, dan dengan menjadi penggarap bapak saya bisa berbagi berkat dengan mengajak buruh lain untuk mengerjakannya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita.”

Kita adalah hamba-hamba yang dipercayakan oleh Tuhan untuk mengolah dan merawat apa yang telah Ia berikan kepada kita.

Ini adalah anugerah sekaligus tanggung jawab besar yang harus kita emban dengan penuh kesadaran dan syukur.

Allah, Sang Pemilik kebun anggur, telah memberikan kepada kita berbagai talenta, kesempatan, dan kehidupan ini sebagai ladang yang harus kita garap. Bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri, tetapi untuk kemuliaan-Nya dan kesejahteraan sesama.

Namun, sering kali kita lupa bahwa semua yang kita miliki hanyalah titipan. Kita tergoda untuk merasa memiliki sepenuhnya tanpa mengakui Sang Pemberi.

Sebagai penggarap-penggarap, kita dipanggil untuk bertanggungjawab atas apa yang telah dipercayakan kepada kita. Tanggung jawab ini mencakup kesetiaan dalam bekerja, kejujuran dalam mengelola, serta kemurahan hati dalam berbagi hasil panen yang telah diberikan-Nya.

Kita tidak boleh menjadi penggarap yang serakah atau melupakan peran Tuhan dalam setiap keberhasilan kita.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku bersyukur atas rahmat Tuhan untuk menjadi penggarap di kebun anggur-Nya?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here