Rabu, 27 Maret 2024
- Yes 50:4-9a;
- Mzm 69:8-10.21bcd-22.31.33-34;
- Mat 26:14-25.
SUATU pengkhianatan bisa merusak kepercayaan, baik itu dalam politik, perusahaan, maupun dalam urusan cinta. Dalam hidup, pastinya kita dapat dipertemukan dengan berbagai alasan pengkhianatan.
Ada banyak alasan untuk seseorang merusak kepercayaan, salah satunya adalah ketidaksetiaan dalam hubungan cinta maupun pertemanan. Ketika seseorang memanipulasi kepercayaan demi kepentingan sendiri, saat itulah muncul pengkhianatan.
Setiap orang yang pernah mengalami pengkhianatan dalam hubungan dapat setuju bahwa pengkhianatan bukanlah hal terbaik bagi seseorang. Ketika harus memahami apa arti pengkhianatan sebenarnya, penting untuk diketahui bahwa pengkhianatan dapat terjadi dalam berbagai bentuk.
Umumnya, pengkhianatan dalam suatu hubungan terjadi ketika ada pelanggaran pasangan dan masalah kepercayaan, yang menghasilkan konflik moral-psikologis dalam hubungan timbal balik.
“Saya tidak pernah bisa memahami mengapa karyawan yang saya percaya tega berkhianat,” kata seorang bapak. “Kami telah memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada mereka namun ternyata mereka malah bersengkongkol mengambil barang-barang milik perusahaan. Mereka seakan tidak memikirkan kelangsungan kehidupan mereka, dengan merampok perusahaan ini, mereka sebenarnya sedang menyiapkan peti mati bagi kehidupan mereka.
Perusahaan mungkin akan merugi namun bagi mereka setelah ketahuan menjadi akhir kerja di sini dan kami bisa menuntut mereka. Kehidupan mereka akan susah.
Kepercayaan yang dikhianati itu menyakitkan. Dan bagi pengkhianat mungkin pada awalnya merasa paling beruntung dan menang. Apalagi melihat pihak yang dikhianati banyak mengalami penderitaan namun itu hanyalah kenyataan sesaat karena pada akhirnya pengkianat akan menuai penderitaan dan kekecewaan yang jauh lebih berat,” papar bapak itu.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Dan ketika mereka sedang makan, Ia berkata: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.”
Dan dengan hati yang sangat sedih berkatalah mereka seorang demi seorang kepada-Nya: “Bukan aku, ya Tuhan?”
Yudas mengkhianati Tuhan dengan menjual Tuhan. Karena kerakusan dan sikap korup yang mendorong Yudas untuk mendapatkan keuntungan dan uang banyak maka dia tega menjual Yesus gurunya. Tuhan yang mestinya disembah dan dimuliakan kini dia khianati dan dijual, diganti dengan bernapas keping uang.
Kita pun setiap hari akan menghadapi pergulatan hidup bersama Tuhan, selalu setia pada-Nya atau hidup dalam ketidaksetiaan dan pengkhianatan. Pergumulan atas kenyataan itu dan manakala kita memilih untuk setia pada Tuhan akan membuat kita menjadi lebih tenang dan berani.
Kita tumbuh menjadi pribadi yang setia pada panggilan Tuhan, seperti Yesus sendiri. Yesus dengan tenang menjalani hidup-Nya, termasuk makan Paskah bersama murid-murid-Nya, bersama Yudas yang telah menjual Dia.
Dia tahu siapa yang akan dan telah mengkhianati nya namun itu tidak membuat Tuhan mundur dan melarikan diri. Dia tetap hadir dan menjadi tuan rumah perjamuan yang hangat dan penuh kasih sayang.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku akan tetap setia pada Tuhan meski banyak ujian kehidupan?