Pengkhianatan. Itulah salah satu pesan terkuat dari Injil hari ini (Yohanes 13: 21-33.36-38). Suasananya menyedihkan, karena terjadi pada waktu makan bersama, suatu ungkapan keakraban.
Lebih menyedihkan lagi, karena dilakukan oleh orang dalam. “Menggunting dalam lipatan.” Benar-benar menyakitkan. Itulah hakikat negatif pengkhianatan.
Namun, Yesus teguh dalam pendirian dan berpegang pada tujuan. Sesudah si pengkhianat itu pergi, Yesus bersabda, “Sekarang Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia. Jikalau Allah dipermuliakan di dalam Dia, Allah akan mempermuliakan Dia juga di dalam diri-Nya, dan akan mempermuliakan Dia dengan segera.” (Yohanes 13: 31).
Pengalaman menyakitkan itu tidak menghentikan langkah-Nya, karena Dia berpegang pada Tuhan yang melindungi-Nya.
“Jadilah padaku gunung batu tempat berteduh, kubu pertahananku, ya Allahku, luputkanlah aku dari tangan orang fasik.” (Mazmur 71: 3-4).
Bukan hanya Yudas yang berkhianat. Petrus juga mengkhianati gurunya. Dia berkata bahwa akan menyerahkan nyawanya untuk Yesus (Yohanes 13:37).
Namun, dia kemudian menyangkal gurunya.
Membaca kisah di atas, orang serta merta membenci Yudas, si pengkhianat. Sebagian orang tidak senang juga terhadap sikap Petrus. Apakah kisah itu hanya berbicara tentang mereka? Bukankah itu berbicara tentang para pengikut Yesus?
Banyak di antara pengikut Yesus yang mengkhianati-Nya. Orang merayakan ekaristi (makan bersama Yesus), tetapi hidup bertentangan dengan semangat ekaristi. Waktu pengakuan, orang berjanji tidak akan berbuat dosa lagi.
Namun, apa yang terjadi sesudahnya?
Sabda Tuhan itu masih relevan pada masa kini. Banyak orang mengkhianati sesamanya (pasangan hidup atau rekan kerja).
Namun, yang paling sering manusia mengkhianati Tuhan. Bukankah demikian?
Selasa, 4 April 2023