Pensil di Tangan Tuhan

0
53 views
Ilustrasi: Batu pensil

Selasa, 12 November 2024

Tit 2:1-8.11-14.
Mzm 37:3-4.18.23.27.29.
Luk 17:7-10;

PADA saat presiden baru terpilih, ia memilih orang-orang yang dapat dipercaya untuk membantunya, yang kita sebut sebagai menteri.

Betapa bangga dan bahagianya orang-orang yang terpilih, karena dapat menjadi pembantu orang nomor satu di negara ini.

Menjadi pembantu presiden sudah begitu membanggakan dan membahagiakan, apalagi menjadi pembantu Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan, yaitu hamba Tuhan yang menciptakan langit dan bumi.

Kita adalah hamba-hamba Tuhan yang diberikan kepercayaan oleh-Nya. Tuhan menghendaki agar kita menjadi hamba yang dapat dipercaya, yaitu menggunakaan setiap kepercayaan Tuhan dengan penuh tanggung jawab, baik dan setia.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.”

Tuhan mengajak kita untuk selalu melihat diri kita sebagai alat dalam tangan-Nya.

Kita ini adalah hamba-hamba yang melakukan apa yang memang seharusnya kita lakukan tanpa meminta pujian, tanpa menuntut imbalan, dan tanpa merasa lebih baik dari orang lain.

Saat kita menjalani hidup dengan pemahaman ini, kita belajar untuk melakukan segala sesuatu dengan ketulusan hati, bukan demi penghargaan manusia, melainkan sebagai bentuk kasih kita kepada Tuhan yang terlebih dahulu mengasihi kita.

Ibu Teresa dari Kalkuta berucap, “Aku hanya pensil di tangan Tuhan,” saat dia merasa lelah dan jenuh di dalam pengabdiannya merawat kaum papa. Analoginya jelas, bahwa ia adalah alat, sedangkan yang bekerja adalah Tuhan sendiri.

Maka segala kegagalan dan keberhasilan adalah tanggungjawab dan milik Tuhan.

Namun apa yang kadang terjadi dalam diri kita, ketika pelayanan berjalan lancar tanpa masalah, kita bisa terlena dan merasa bahwa yang kita kerjakan ialah pekerjaan kita, sehingga keberhasilannya juga keberhasilan sendiri.

Akibatnya ketika tantangan datang, kita menjadi kecewa dan tawar hati. Saat seperti itu, kita perlu introspeksi dan menata ulang hati kita.

Kita hanyalah hamba, pensil di tangan Tuhan. Tuhanlah yang akan berkarya melalui ketaatan dan kesetiaan kita melayani-Nya.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku menyadari bahwa aku hanyalah pensil tangan Tuhan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here