Penyakit Rohani

0
488 views
Ilustrasi - Orang pegang HP. (Ist)

Puncta 20.08.22
PW St. Bernardus Abbas
Matius 23:1-12

WAKTU misa harian sudah dimulai, ada dua orang muda datang terlambat. Mereka mengambil tempat di kursi paling belakang.

Tidak membuat tanda salib tetapi langsung mengambil foto-foto dari ponselnya. Lalu sibuk pencet-pencet HP-nya, mungkin langsung pasang status di medsos kalau sedang ikut misa.

Ini penyakit pamer hidup rohani.

Kesempatan lain, ada juga orang yang sibuk menerima panggilan telepon saat sedang beribadah. Orang itu malah ngobrol sambil bisik-bisik dengan HP di telinganya.

Orang-orang di sekitarnya “celingak-celinguk” melototkan mata, dengan muka masam. Ini penyakit kebodohan rohani.

Dua kasus di atas hanya contoh bagaimana penyakit rohani telah menjangkiti kita. Ada macam-macam penyakit rohani. Misalnya, kesombongan rohani. Menganggap gerejanya atau kapelnya paling hebat, paling megah, paling mahal.

Orang suka memamerkan diri sebagai paling suci, paling benar, paling alim.

Ada juga penyakit kemalasan rohani. Orang malas berdoa, malas Ekaristi. Orang macam ini menganggap doa dan ekaristi hanya buang-buang waktu saja.

Tetapi kalau “healing” atau piknik, main game atau nonton sinetron walau berlama-lama tidak dianggap membuang waktu.

Ada lagi penyakit kemanjaan rohani; suka milih-milih pastor, suka pindah-pindah gereja. Orang hanya cari kepuasan rohani pribadi.

Tidak mau memikirkan kebutuhan orang lain. Suka minta dilayani tapi tidak mau aktif di lingkungannya.

Yesus mengkritik hidup rohani para ahli Taurat dan orang-orang Farisi.

Dalam praktek, kaum agamawan Yahudi ini banyak melakukan penyelewengan rohani yang akut. Kemunafikan dipertontonkan di tengah umat.

Mereka mengajarkan, menuntut orang lain, tetapi tidak mau melakukannya sendiri.

Mereka mengikat beban-beban berat dan meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya.

Semua yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang. Suka memakai baju dan aksesoris rohani; tali sembahyang yang lebar, jumbai panjang, pokoknya penampilan luar sangat religius, tapi isi otaknya cabul dan mesum.

Sebutannya pembimbing rohani tapi mencabuli dan melecehkan murid-muridnya. Ini penyelewengan rohani.

Kritikan Yesus itu harus dipandang sebagai usaha untuk melakukan pertobatan rohani.

Jangan menyombongkan diri sebagai pemimpin, rabi, guru atau tokoh kalau tidak bisa memberi teladan perilaku hidup yang baik.

Yesus mengingatkan, “Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

Marilah kita semua melakukan pertobatan rohani agar tidak mudah menjual hal-hal rohani hanya untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri.

Menyusuri sawah-sawah di Tabanan
Air mengalir tanpa ada halangan
Marialah kita hidup dalam kejujuran
Menjauhkan diri dari sikap kemunafikan

Cawas, maju terus pantang mundur…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here