Renungan Harian
Selasa, 19 Oktober 2021
Bacaan I: Rom. 5: 12. 15b. 17-19. 20b-21
Injil: Luk. 12: 35-38
“SETIAP pulang kerja, sering aku melamun sambil melepas lelah sejenak. Aku seorang pelayan toko; aku sudah bertahun-tahun bekerja sebagai pelayan toko. Sejak lulus SMA, aku sudah bekerja sebagai pelayan toko. Memang, aku telah beberapa kali berpindah tempat kerja, tetapi tetap sama sebagai pelayan toko.
Aku melamun dan berandai-andai. Andai dulu aku tidak aneh-aneh, mungkin hidupku tidak seperti sekarang ini. Aku melihat teman-teman kuliahku banyak yang sudah sukses. Minimal mereka bekerja lebih baik. Tidak seperti aku seorang pelayan toko, dadaku terasa berdebar keras.
Aku sebetulnya bisa disebut anak yang beruntung.
Setelah lulus SMA, orangtuaku tidak mampu membiayaiku kuliah, karena memang kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan.
Aku ditawari kerja jadi pelayan toko, dan aku juga ditawari kuliah sore hari. Aku bekerja dapat gaji untuk jajan dan keperluan sehari-hari sedang biaya kuliah ditanggung bos tempat aku bekerja.
Namun karena kemalasanku dan ketidaksadaranku, aku sering begadang dengan teman-teman selepas kuliah. Akibatnya aku selalu terlambat kerja dan kerja juga tidak fokus.
Akibatnya setelah satu tahun aku bekerja, aku diberhentikan. Anehnya saat itu, aku tidak merasa kecewa dan sedih.
Aku berpikir tidak kuliah juga tidak apa-apa, yang penting masih bisa main sama teman-temanku.
Selepas aku diberhentikan tidak sampai satu bulan, aku dapat tawaran kerja sebagai pelayan toko. Dan aku beruntung, karena bos tempat saya bekerja juga memberi kesempatan saya untuk kuliah.
Namun lagi-lagi aku tidak sadar akan berkat ini. Aku tetap saja lebih banyak main di malam hari dan bahkan pergaulanku semakin tidak baik.
Karena semua itu, aku harus menikah muda. Lantaran harus bertanggungjawab atas perbuatanku pada pacarku.
Aku harus menikah meski belum siap, dan harus mencari pekerjaan baru karena aku diberhentikan, sementara kuliahku banyak yang tidak lulus sehingga aku drop out.
Jadilah aku seorang bapak dan seorang suami, meski aku sebetulnya belum ingin. Sekarang aku bekerja dan harus bekerja karena harus menghidupi isteri dan anak.
Aku sekarang hidup pas-pasan cenderung berkekurangan. Itulah yang membuat aku sering melamun dan berandai-andai.
Aku menyesali kehidupanku masa lalu. Tetapi hidupku tidak bisa diputar lagi,” seorang anak muda menceritakan kisahnya.
Kesempatan berahmat telah dia sia-siakan, karena terlena dengan kesenangan-kesenangan pribadi.
Kesetiaan dan ketekunan untuk menghidupi kesempatan berahmat hilang dari dirinya sehingga meninggalkan penyesalan.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Lukas, Yesus mengingatkan pentingnya untuk selalu setia dan tekun dalam menjalani pengutusan, apa pun itu bentuknya.
Ketekunan dan kesetiaan itu akan mendatangkan rahmat.
“Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala.”
Bagaimana dengan aku?
Apakah aku tekun dan setia dalam menjalani pengutusanku?