RENCANA Pemprov DKI Jakarta menggelar Perayaan Natal di Monas sebagaimana pernah digagas oleh Gubernur Anies Baswedan akhirnya resmi batal alias tuntas sudah tidak jadi diselenggarkan. Informasi mengenai hal ini mengemuka pada hari Selasa petang tanggal 19 Desember 2017.
“Akhirnya, kami putuskan bahwa kami akan selenggarakan (Natal bersama) di Jakarta International Expo (JIExpo), supaya bisa semuanya mengikutinya. Bagi kami, enggak ada bedanya, bagi kami sama saja,” kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (19/12/2017) sebagaimana dilansir oleh Kompas.com di hari yang sama.
Anies beranggapan, demikian laporan media Kompas.com, sejak awal, Pemprov DKI Jakarta tak pernah memaksakan kehendak, agar perayaan Natal bersama digelar di Monas.
Pada hari Selasa petang ini akhirnya menjadi jelas bagi semua pihak bahwa adalah Anies sendiri yang akhirnya mengumumkan pembatalan atas rencana yang sebelumnya dia gadang-gadang dan digaungkan akan banyak dihadiri banyak kalangan itu.
Baca juga:
http://www.sesawi.net/2017/12/18/komisi-haak-kaj-umat-katolik-rayakan-natal-di-gereja-parokinya/
Namun, perjalanan waktu membuktikan lain. PGI Wilayah Jakarta menolak hadir dan tidak mendukung rencana Perayaan Natal di Monas tersebut dan merekomendasikan agar perayaan macam itu sebaiknya diselenggarakan di gedung tertutup.
Kembalikan Monas pada fungsi aslinya
Alasan pokoknya, demikian PGIW Jakarta dalam jumpa pers di Jakarta hari Jumat &16/12/17) pekan lalu, adalah Monas semestinya jangan dipakai sebagai lokasi untuk penggalangan massa. Monas harus dipersepsi sebagai lokasi pengingat lupa akan sejarah perjuangan bangsa dan bukan untuk kepentingan lainnya.
Misa di gereja paroki masing-masing
Senada dengan PGIW Jakarta, Komisi Hubungan Antar Agama Keuskupan Agung Jakarta mengatakan bahwa sesuai tradisi berabad-abad lamanya umat Katolik sudah dan akan selalu merayakan Natal di gereja parokinya masing-masing.
Kalau pun ada acara ‘Perayaan Natal bersama’, maka sebaiknya acara itu dilakukan secara indoor dengan panitia pelaksananya juga jelas yakni otoritas pemerintah daerah. Bukan orang per orang dan apalagi membawa ‘bendera politik’.
Sumber: Kompas.com