DI JAWA, pemandangan seperti ini amat langka dan boleh dikatakan sebaiknya “jangan” agar tidak menimbulkan multi tafsir yang tidak perlu.
Namun di banyak kawasan pedalaman, seorang suster biarawati naik motor berboncengan dengan lelaki itu kadang “harus terjadi” karena tidak ada pilihan lain.
Untuk bisa mencapai lokasi di pedalaman selama turne, para suster dihadapkan pada pilihan sulit: naik motor sendiri ya jelas tidak mampu. Itu karena kondisi jalan yang “seram” dengan berbagai rintangan jalan “jebakan Batman” yang bisa menciderai pengendara kalau motor sampai masuk ke dalam kobangan bubur lumpur pekat.
Itu baru satu masalah. Lainnya adalah motor suster itu jenis ‘bebek’ yang kadang tidak memadai performanya ketika harus melintasi badan jalan yang penuh “liku-liku” itu.’
Maka tak ada pilihan bagi para suster untuk menggantungkan “nasibnya” pada kaum pria yang dengan suka hati mengantar para suster menuju kawasan pedalaman untuk turne. Selain pengendari lelaki itu lebih “tangguh” di jalanan penuh “jebakan Batman”, sepeda motor mereka juga berkategori “macho” alias motor lelaki dan tak jarang tipe tril atau off-roader.
Inilah yang terjadi, ketika sejumlah para Suster Misi Fransiskan St. Antonius (SMFA) harus rela naik sepeda motor berboncengan dengan lelaki untuk menjalani misi mereka: aksi promosi panggilan.
Turne masuk pedalaman dengan berboncengan naik sepeda motor dengan lelaki ini terjadi di semua stasi Paroki St. Maria Vianney Entikong, Keuskupan Sanggau, Kalbar, akhir Oktober 2018 lalu.
Berikut ini rekaman peristiwanya. (Selesai)