Minggu 14 Juli 2024.
Am. 7:12-15.
Mzm. 85:9ab,10,11-12,13-14.
Ef. 1:3-14 (Ef. 1:3-10).
Mrk. 6:7-13
SUNGGUH indah bisa percaya sepenuh hati kepada Tuhan. Percaya bahwa segala yang terjadi adalah karena kehendak Tuhan.
Namun tidak mudah untuk percaya sepenuh hati kepada Tuhan. Untuk itu, kita harus mencari jalan. Supaya kita tidak lagi ragu untuk bergantung sepenuhnya kepada Allah; apa pun yang terjadi dalam hidup kita.
Terkadang hal tersulit untuk diatur dalam kehidupan ini adalah kita punya kecenderungan. Untuk mengendalikan hidup atau situasi kita sesuai dengan pikiran dan kekuatan diri sendiri; alih-alih percaya kepada Tuhan.
“Beberapa waktu lalu saat terjadi kekeringan di beberapa desa di wilayah kami. Saya punya keinginan untuk membantu mereka namun suami dan anak-anak mengatakan bahwa percuma kita bantu jika hanya sekali dan tidak kontinue,” kata seorang ibu.
“Namun keinginan untuk membantu itu tidak bisa saya matikan karena setiap mendengar berita tentang kekeringan itu hatiku seakan bergemuruh.
Maka saya mengumpulkan teman-teman yang punya niat untuk berbagi air bersih. Dari gerakan spontan itu terkumpul uang yang cukup untuk membeli air sebanyak 40 tangki, hingga bisa membantu setiap hari tiga tangki untuk diantar dengan mobil tangki kepada mereka, seraya menanti hujan turun.
Di sana, kami bertemu dengan banyak orang yang sedang berjuang untuk kehidupan mereka di tengah kekeringan yang melanda mereka. Saya dan teman–teman dengan tulus membagikan air bersih kepada mereka, serta memberikan dukungan moral dan doa.
Saat melihat ekspresi terima kasih dan harapan dari orang-orang yang kami bantu, saya merasa penuh dengan kebahagiaan. Saya teringat akan panggilan Tuhan untuk membantu dan melayani sesama,” syering ibu itu.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Mereka tidak boleh membawa makanan, atau uang, atau sepatu atau pakaian cadangan sekalipun. “Tinggallah di satu rumah saja dalam setiap desa.”
Yesus mengutus kedua belas murid-Nya, Dia melakukannya dalam kerangka kasih dan kemurahan-Nya yang melimpah. Kita melihat bahwa panggilan para murid dan perutusan mereka tidak hanya sebuah perintah, tetapi juga anugerah yang besar dari Tuhan.
Hal ini menunjukkan bahwa panggilan pelayanan bukanlah sesuatu yang kita capai atau layak untuk mendapatkannya, tetapi merupakan karunia Tuhan yang diberikan kepada kita dengan kemurahan-Nya.
Perintah untuk tidak membawa apa-apa dalam perjalanan menunjukkan bahwa Allah sungguh bertanggung jawab bagi para utusan yang dipilihnya. Kita ini dipanggil untuk hidup dalam ketergantungan penuh pada Tuhan, bukan pada kekuatan atau sumber daya kita sendiri. Ketika kita mengandalkan Tuhan sepenuhnya, Dia akan menunjukkan kuasa-Nya dalam kelemahan kita.
Panggilan ini mengingatkan kita akan pentingnya hidup yang sederhana dan fokus pada tujuan utama kita, yaitu memuliakan Tuhan dan memberitakan Injil. Terlalu sering, kita terjebak dalam mencari kekayaan materi atau popularitas, padahal panggilan kita adalah hidup yang sederhana dan setia kepada Tuhan.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku sungguh percaya pada penyelenggaraan Ilahi yang mengatur hidup dan karyaku?