Sabtu, 30 September 2017
Peringatan Wajib Santo Hieronimus (Imam dan Pujangga Gereja)
Bacaan : Lukas 9:43-45
“Mereka tidak mengerti perkataan Yesus itu… Dan mereka tidak berani menanyakan arti perkataan itu kepada-Nya” (Luk 9:45)
Saudari/a ku ytk.,
BIASANYA anak kecil sering menanyakan banyak hal kepada ibunya. Apapun yang menarik dan membuat dia penasaran, ditanyakannya. Dan si ibu dengan sabar menjawabnya. Mungkin bagi si ibu, pertanyaan anaknya itu sepele dan bisa jadi menjengkelkan. Tapi tetap dijawab dengan sabar dan dijelaskan. Iya nggak?
Lha kalau yang bertanya si ibu kepada anaknya, bagaimana? Itu beberapa kali saya alami sejak mamakku bisa menggunakan WhatsApp… hehe… Setiap hari beliau saya kirimi renungan percik firman. Dan setiap kali selesai membacanya, beliau selalu menanggapi dalam bahasa Jawa: “Terimakasih renungannya sudah saya baca. Saya tambah pengetahuan. Bagus sekali, Romo Gun.”
Tetapi hampir setiap ada kata atau istilah yang tidak tahu, beliau berani bertanya kata itu artinya apa. Beliau tidak malu bertanya pada saya anaknya. Jangan ditertawain yaaa…. Misalnya: beliau pernah bertanya, “Berdoa dengan dalih itu apa, MoGun? Sama kata-kata mutiara itu apa? Nuwun.”, atau “Relikui itu apa, MoGun?”, atau “Memberangus itu apa, MoGun?”, atau “Frustasi yang berkesinabungan itu apa, MoGun, “Kata-kata bersungut-sungut itu apa?”, “Kata-kata mengeluh dan mengutuki itu apa, Romo Gun?”, “Buah ara itu apa MoGun?”, atau “Memenggal kepala niku nopo to, Romo Gun?”, dsb.
Anda yang mengikuti Percik Firman setiap hari pasti membaca kata-kata atau istilah itu. Iya khan? Dan saya pun dengan sabar menjawab dan menjelaskan kepada mamak saya apa arti kata-kata itu. Dan beliau pun mengakui dengan rendah hati, “Oalah, Mo. Wong mamak bodho ora ngerti dimaafkan ya, MoGun. Sugeng siang, Berkah Dalem.”
Itulah mamak saya. Saya bangga punya mamak yang begitu rendah hati dan lugu (polos). Rasa ingin tahunya besar. Saya tidak tahu, kira-kira hari ini beliau mau tanya nggak ya? Hehe… Pertanyaan mamak itu menjadi bahan refleksi atau evaluasi saya untuk menyampaikan firman Tuhan dengan kata-kata yang lebih sederhana lagi.
Bacaan Injil pada peringatan Santo Hieronimus (+ 420) hari ini mengisahkan para murid yang tidak berani bertanya pada Tuhan Yesus atas kata-kata yang bagi mereka tidak dipahami. Bisa jadi mereka sungkan, malu, takut, atau mungkin merasa sok tahu, atau kurang rendah hati.
Berani bertanya adalah sebuah keutamaan. Di sana ada sikap rendah hati. Sampai ada peribahasa, “Malu bertanya sesat di jalan.” Sikap berani bertanya dan memiliki rasa ingin tahu yang besar juga diteladankan Santo Hieronimus. Ia selalu mohon terang Roh Kudus. Atas penugasan sri paus, ia menerjemahkan Kitab Suci dari bahasa Ibrani dan Yunani ke dalam bahasa sehari-hari waktu itu, yaitu bahasa Latin. Terjemahan kitab suci itu disebut Vulgata. Berkat ada terjemahan itu, kitab suci kemudian bisa diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.
Di Roma Hieronimus menjadi seorang imam yang sangat berpengaruh; bukan saja karena tingkat keilmuannya yang luar biasa, melainkan juga karena komitmennya untuk tetap hidup sebagai seorang pertapa dengan pola hidup matiraga yang sangat keras, dan juga karena usahanya yang sungguh-sungguh untuk tetap hidup suci.
Pertanyaan refleksinya: Pernahkah Anda tidak berani bertanya pada seseorang padahal sungguh ingin tahu? Mengapa? Selamat merenungkan dan menikmati akhir pekan menyongsong bulan Rosario (Oktober).
Ada pelawak namanya Gito Gati
Diabadikan sbg nama jalan di Mlati
Marilah terus belajar rendah hati
Malu bertanya menyesallah nanti.
Berkah Dalem. Salam Teplok dari Roma.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)