Minggu Adven III, 17 Desember 2017
Bacaan : Yohanes 1: 6-8.19-28
“Yohanes mengaku dan tidak berdusta, katanya, ‘Aku bukan Mesias!” (Yohanes 1:20)
Saudari/a ku ytk.,
TAK terasa Natal semakin mendekat. Di gereja, di rumah atau komunitas, maupun di tempat kerja sudah mulai ada hiasan Natal. Hari ini kita memasuki Minggu Adven ke-3. Dalam tradisi Gereja, Minggu Adven ke-3 sering disebut sebagai Minggu “Gaudete”. Kata “gaudete”berasal dari bahasa Latin yang berarti “sukacita”. Artinya, hari ini melambangkan adanya sukacita di tengah masa pertobatan karena sukacita Natal hampir tiba.
Biasanya di dalam lingkaran korona Adven ada lilin merah muda. Hari ini lilin merah mudadinyalakan. Lilin merah muda dibuat dengan mencampurkan warna ungu dengan putih. Artinya, seolah-olah sukacita yang kita alami pada Hari Natal (yang dilambangkan dengan warna putih) sudah tidak tertahankan lagi dalam masa pertobatan ini (ungu) dan sedikit ‘meledak’ dalam Masa Adven.
Bacaan Injil hari ini mengisahkan kesaksian Yohanes Pembaptis di hadapan orang banyak di Sungai Yordan. Ia memberikan kesaksian dengan jujur siapa dirinya dan siapa Yesus. Dikatakan dalam injil, “Yohanes mengaku dan tidak berdusta.” Ada tiga kesaksian yang disampaikan Yohanes, yaitu “Aku bukan Mesias!”; “Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan, seperti yang telah dikatakan Nabi Yesaya”; dan “Aku membaptis dengan air, tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, yaitu Dia yang datang kemudian daripada aku. Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.”
Yohanes Pembaptis jujur mengatakan tentang siapa dirinya dan siapa orang akan datang yang lebih berkuasa dari dirinya (=Yesus). Di hadapan orang banyak, Yohanes menegaskan bahwa dirinya bukan Mesias. Tetapi Yesuslah Mesias yang dinantikan kedatangan-Nya. Bisa saja Yohanes berbohong dengan mengatakan bahwa dirinya Mesias agar semakin moncer, makin terkenal, populer, dan dikagumi oleh orang banyak. Tetapi ia tetap rendah hati dan jujur mengatakan apa adanya. (Godaan para imam adalah tidak mewartakan Tuhan, tetapi malahmewartakan dirinya sendiri, biar populer dan dianggap hebat dan top markotop hehehe…).
Di tengah masyarakat kita, ada slogan “BERANI JUJUR HEBAT.” Itulah salah satu slogan atau motto Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Budaya atau keutamaan kejujuran harus dihidupkan kembali pada zaman ini. bahkan kejujuran harus ditanamkan sejak dini kepada anak-anak. Untuk bisa jujur, orang perlu peka mendengarkan suara hati dan rendah hati.
Saat ini di Roma dan Eropa pada umumnya sedang musim gugur. Saya ingat akan sebuah kisah yang sangat menarik dan inspiratif tentang kejujuran. Ada seorang guru kebijaksanaan meminta kepada empat orang muridnya untuk mengamati sebuah pohon yang tumbuh di hutan dekat pertapaan mereka pada saat yang berbeda-beda, kemudian melaporkan hasil pengamatannya kepada sang guru dengan jujur. Hasil pengamatan mereka berbeda-beda. Murid pertama yang diminta untuk mengamati pohon pada musim dingin melaporkan, “Guru, pohon itu meranggas dan nampaknya mau mati. Sama sekali tidak ada daunnya dan batangnya pun mongering.”
Kemudian murid kedua yang mengamati pada musim semi menceritakan kesimpulannya, “Guru, pohon itu kelihatan mulai hidup. Pada batang dan ranting-rantingnya tumbuh kuncup-kuncup yang hijau dan segar.” Murid ketiga yang meneliti pada musim panas menceritakan, “Guru, pohon itu tumbuh begitu subur dan rindang. Di sana-sini tumbuh bunga yang indah dan buah-buahnya pun bergelantungan.” Dan murid keempat yang mengamati pada musim gugur mengungkapkan hasil pengamatannya, “Buah-buah yang bergelantungan di ranting-ranting pohon sudah matang dan siap untuk dipetik.”
Sang guru kemudian memanggil murid-muridnya dan berkata, “Anak-anakku, pengamatan kalian semua benar. Terima kasih atas kejujuran kalian. Sebuah pohon yang satu dan sama ternyata bisa nampak berbeda pada saat yang berbeda pula. Demikian juga dengan kehidupan kita. Ketika sedang mengalami masa-masa sulit memang segalanya serba suram, tidak menjanjikan, dan mengecewakan. Rencana gagal berantakan, semua usaha tidak memberikan hasil, sakit yang diderita tidak kunjung sembuh. Pada saat seperti itu jangan menyalahkan orang lain atau diri sendiri. Jangan pula mengatakan dirimu bodoh dan bernasib sial. Tidak ada “nasib sial” bagi orang yang percaya kepada Tuhan. Yang ada hanya waktu yang belum tepat. Tugasmu saat itu hanyalah terus berusaha sekuat tenaga dan bersandar pada kekuatan Tuhan. Biarlah Tuhan yang melengkapi semua kekuranganmu.”
Lanjut sang guru, “Ketika kamu tabah, sabar dan tekun pada musim dingin maka kalian akan mengalami musim semi dan panas yang menjanjikan dan menuai hasil yang membahagiakan di musim gugur. Selalu ada harapan untuk orang yang percaya. Jangan pernah berhenti berharap karena bila kalian tidak berhenti berharap kalian juga tidak akan berhenti berusaha untuk mewujudkan harapan itu.”
Dalam masa Adven ini kita diajak untuk lebih memfokuskan diri pada harapan, bukan pada keraguan dan ketakutan. Mari kita memberikan kesaksian hidup sebagai orang Katolik pada zaman now ini dengan dengan berkata jujur dan bertindak jujur. Orang Jawa bilang, ”Nek wedi aja wani-wani, nek wani aja wedi-wedi”. Artinya apa? Artinya, mari kita melakukan sesuatudengan kebulatan tekad, kesungguhan, totalitas, tidak setengah-setengah, dan tidak ragu-ragu.
Pertanyaan refleksinya: Beranikah Anda berkata dan bertindak jujur dalam hidup ini?Bersediakah Anda berkata jujur di hadapan Tuhan dalam Sakramen Tobat menjelang Natal ini? Jika Anda sudah mengaku dosa, syukurlah. Jika Anda belum mengaku dosa, masih ada kesempatan. Datang dan temuilah seorang imam di dekat Anda. Jangan takut dan jangan malu! Kami para imam juga mengaku dosa kepada imam lain. Dan puji Tuhan, saya pun juga sudah menerima Sakramen Tobat minggu yang lalu.
Dosa-dosa Anda tidak akan dibocorkan, apalagi dijadikan bahan omongan oleh imam itu dalam hidup sehari-hari. Mengapa? Karena seorang imam disumpah untuk menjaga kerahasian dosa-dosa umat dalam Sakramen Tobat. Tingkat kerahasian suatu pengakuan dosa jauh lebih tinggi dari segala bentuk rahasia jabatan lainnya. Bahkan imam tidak dapat diikat oleh hukum untuk membocorkan pengakuan dosa seseorang ataupun diikat oleh suatu sumpah apapun yang ia ucapkan. Misalnya, jika ada imam sebagai saksi di pengadilan, ia dilarang menyampaikan informasi saat di kamar pengakuan dosa untuk kesaksian di pengadilan.
Bagaimana jika ada seorang imam membocorkan dosa umatnya? Kitab Hukum Kanonik no. 1388 §1 menyatakan, “Bapa pengakuan (imam), yang secara langsung membocorkan rahasia sakramen, terkena ekskomunikasi yang bersifat otomatis (latae sententiae) yang direservasi bagi Tahta Apostolik; sedangkan yang membocorkannya hanya secara tidak langsung, hendaknya dihukum menurut beratnya tindak pidana.” Artinya, imam itu akan diekskomunikasi (dikeluarkan) secara langsung dari Gereja Katolik, termasuk dicabut imamatnya.
Ada seorang penyanyi namanya Kelik
Lagunya asyik bikin manggut-manggut
Apakah Anda masih merasa Katolik?
Jika iya, mengaku dosa, siapa takut?
Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Roma.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)