Minggu, 6 September 2020
Minggu Biasa XXIII – Minggu Kitab Suci Nasional
Bacaan Injil : Mat 18:15-20
”Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:20)
Saudari/a ku ytk.,
HARI ini Hari Minggu Pertama di bulan September. Dalam sidang Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI, kini : KWI) tahun 1977, para Bapak Uskup menetapkan bahwa Minggu pertama bulan September sebagai Hari Minggu Kitab Suci Nasional (HMKSN).
Dalam perkembangan selanjutnya selama bulan September dijadikan sebagai Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN). Dan hal tersebut berlangsung sampai saat ini.
Memasuki bulan September, kita diingatkan akan seorang tokoh besar yang berjasa dalam menerjemahkan Kitab Suci yang kita punya sekarang, yakni Santo Hieronimus (347-420). Ia menerjemahkan teks Kitab Suci dari bahasa asli Yunani, Aram, dan Ibrani ke dalam bahasa Latin. Karena ada terjemahan dalam bahasa Latin, teks Kitab Suci lalu bisa diterjemahkan dalam bahasa Italy, bahasa Inggris, Jerman, Indonesia, Jawa, dsb.
Santo Hieronimus menegaskan, “Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus” (Ignoratio Scripturarum, Ignoratio Christi Est). Secara khusus, selama bulan September umat diajak untuk mendalami dan merenungkan sabda Tuhan dalam Kitab Suci, baik secara pribadi maupun bersama.
Sabda Tuhan dalam Injil pada hari Minggu ini mengingatkan kita sebagai pengikut Kristus untuk berkumpul secara baik dan benar. Ditegaskan Tuhan Yesus, ”Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.”
Jika orang berkumpul hanya mengarah pada gosip, fitnah, menjelek-jelekkan orang lain atau kelompok lain, berusaha menjatuhkan pihak lain, dan mengarah pada perpecahan, tentu mereka berkumpul tidak dalam nama Tuhan.
Saya tertarik dengan nasihat berikut ini: “Apabila Anda membicarakan keburukan seseorang, jangan lupa memulai dan menutupnya dengan doa. Maka gosip itu akan berubah namanya menjadi sharing”.
Jika kita melihat saudara kita yang berbuat dosa atau salah, Tuhan Yesus meminta kita untuk berani menegurnya di bawah empat mata (pendekatan pribadi). Ini berarti kita diminta berbicara langsung dengan pihak yang kita anggap berbuat dosa atau salah itu. Dengan melakukan hal itu kita bisa segera mendapat penjelasan maupun membantu pertobatan orang tersebut. Hal ini akan menjadi sebuah tindakan kasih, karena tujuannya untuk kebaikan saudara kita itu.
Apabila kita diajak bergosip, ingatkanlah orang yang mengajak bergosip itu. Lebih baik Anda tidak usah menanggapi. Atau bilang saja “Maaf, saya tidak tahu. Coba tanya yang bersangkutan atau yang lebih tahu.” Jawaban itu kiranya lebih bijaksana. Dan kalau terjadi demikian, di situ Tuhan hadir.
Paus Fransiskus pernah menegaskan dalam salah satu homilinya supaya orang Katolik tidak bergosip. Pada zaman modern sekarang ini godaan untuk bergosip semakin kuat.
“Bergosip adalah godaan setan untuk merusak orang baik. Kita semua adalah target serangan setan karena mereka tidak ingin kita lepas dari dosa. Maka, mari kita menahan diri mengeluarkan ungkapan-ungkapan yang berujung pada gosip dengan menggigit lidah kita,” tegas Bapa Suci.
Pertanyaan refleksinya, saat berkumpul dengan teman-teman apakah selama ini Anda sering tergoda untuk bergosip atau tidak? Apa niat Anda untuk menciptakan kehidupan yang diwarnai persaudaraan?
Berkah Dalem dan Salam Teplok dari bumi Mertoyudan. # Y. Gunawan, Pr
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)