Percik Firman: Bijak Bertutur dan Bertindak

0
537 views

Sabtu, 28 Maret 2020

Bacaan Injil: Yoh 7:40-53

“Nikodemus berkata kepada mereka: Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang, sebelum ia didengar dan sebelum orang mengetahui apa yang telah dibuat-Nya?” (Yoh 7: 50-51)

Saudari/a ku ytk.,

DI TENGAH masyarakat kita beberapa minggu ini beredar aneka komentar dan tanggapan atas wabah virus Corona Covid-19 di berbagai negara, termasuk di negara kita tercinta. 

Ada yang berkomentar bahwa kejadian ini hukuman dari Allah, virus itu bala tentara surga, virus itu senjata biologis yang diproduksi negara tertentu untuk melumpuhkan umat manusia, peristiwa ini menjadi kesempatan untuk membangun solidaritas antar negara dan sesama manusia, keadaan ini menyatukan kita di dalam kemanusiaan, dsb.

Saat homili dalam Adorasi Ekaristi dan Berkat untuk Kota [Roma] dan Dunia (“Benedizione Urbi et Orbi”) pada Jumat, 27 Maret 2020 pukul 18.00 waktu Roma (pukul 00.00 WIB), Paus Fransikus mengatakan bagaimana virus corona telah menyatukan kita di dalam kemanusiaan kita bersama sebagai saudara dan saudari.

Diungkapkan Bapa Suci, “Kita telah menyadari bahwa kita berada di dalam perahu yang sama, kita semua rapuh dan bingung, tetapi pada saat yang sama harus kita sadari bahwa kita semua dipanggil untuk mendayung bersama”.

Lanjutnya, Tuhan memanggil kita untuk beriman sekalipun kadang kita seperti para murid yang tidak terlalu percaya kalau Tuhan selalu hadir dan ikut campur tangan di dalam situasi manusia, tetapi sekalipun demikian merasa selalu terdorong untuk tetap datang kepada Dia dan tetap percaya kepada Dia.

“Saat pencobaan adalah sebuah ‘waktu untuk memilih’. Bukan waktu penghakiman Anda sendiri, tetapi penghakiman kita bersama: apa yang penting dan apa yang berlalu, waktu untuk memisahkan apa yang perlu dari yang tidak. Ini adalah waktu untuk mengembalikan hidup kita ke jalur yang benar, yang berkenan untuk Anda sendiri, untuk Tuhan, dan untuk sesama manusia”, urai Sri Paus dengan penuh reflektif.

Ada nasihat bijak dari nenek moyang masyarakat Jawa, bahwa manusia yang sejati adalah ia yang senantiasa mau sadar diri, tahu diri, “sumeleh ing pamikir” (bersikap rendah hati dalam berpikir) dan “sumarah ing karep” (memasrahkan seluruh keinginan pada kehendak Tuhan).

Hidup di zaman sekarang ini banyak tekanan, baik tuntutan kebutuhan hidup maupun penilaian sosial. Bacaan Injil hari ini mengungkapkan penilaian Ahli Taurat dan orang Farisi terhadap Yesus. Ketika orang mulai mengakui Yesus sebagai seorang yang datang dari Allah, maka Ahli Taurat menolaknya dengan mengatakan: “Selidikilah Kitab Suci dan engkau akan tahu bahwa tidak ada nabi yang datang dari Galilea.” 

Bukankah dalam kehidupan sehari-hari kita juga sering mengalaminya? Dengan susah payah kita berjuang melakukan segala kebaikan, tetapi ‘penghakiman’ dan penilaian negatif yang kita terima dari orang lain. Bahkan kita menerima penolakan. Sebagai peneguhan bagi kita, bila Yesus saja yang Tuhan dan Guru kita, ‘ditolak’, dihakimi, dan dinilai negatif oleh orang, apalagi kita? Hehe….

Sabda Tuhan hari ini mengingatkan kita supaya jangan cepat mengadili sesama dengan hanya melihat bagian luarnya saja. Jangan mudah menilai setiap peristiwa dalam kehidupan ini secara gegabah dan negatif. Mungkin ada di antara kita juga demikian: lebih cepat mengadili, berprasangka buruk daripada melihat kebaikan sesama sebelum mengklarifikasinya. 

Kita diajak untuk melakukan pertobatan. Pertobatan dalam hal apa? Kita diingatkan untuk melihat dan mengenal Yesus di dalam diri sesama. Kita juga diingatkan untuk melihat hal-hal baik di dalam diri sesama. Kita diajak untuk melihat “blessing” atau berkat di balik peristiwa yang terjadi. Blessing in disguise. Bersediakah Anda?

Selamat berakhir pekan.

Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bumi Mertoyudan.# Y. Gunawan, Pr

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here