Peringatan Wajib St. Pius X (Paus)
Bacaan : Matius 19: 16-22
”Kata Yesus kepadanya: ‘Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” (Mat 19:21)
Saudari/a ku ytk.,
SEUSAI makan siang di Generalat SCJ, saya jalan-jalan keliling kompleks Generalat. Di dekat ruang tamu utama, saya melihat ada patung Hati Kudus Yesus dengan kedua tangan terbuka. Di sampingnya ada tulisan yang inspiratif di tembok, “Ora si compie il disegno del padre: fare di Christo il Cuore del monde” (Sekarang dia melaksanakan kehendak Bapa: Menjadikan Kristus jantung Dunia).
Kemudian saya duduk di kursi ruang tamu itu sambil membaca majalah. Ada salah satu majalah (buku) yang berisi kumpulan foto Paus Yohanes Paulus II karya fotografer Grzegorz Galazka. Foto-fotonya sangat bagus dan ekspresif terkait dengan sikap Bapa Suci terhadap salib Kristus. Ada foto Bapa Suci memegang salib, mencium salib, berdoa di depan salib, menyentuh kaki Yesus yang tersalib, dsb. Di situ tema Salib menjadi fokus (pusat), bagaimana Yesus Kristus menjadi pusat (jantung) perjalanan hidup manusia di dunia ini?
Bahkan saya menemukan ada sebuah kata-kata bijak dari Santo Yohanes Paulus II demikian: “Kita sering menemukan diri kita di persimpangan jalan, tidak tahu jalan mana yang harus dipilih, jalan mana yang harus dilalui; ada bagitu banyak jalan yang salah, begitu banyak ambiguitas. Di saat seperti ini, jangan lupakan bahwa Kristus…selalu dan satu-satunya jalan yang paling aman, jalan yang menuju pada kebahagiaan yang penuh dan abadi.”
Bacaan Injil hari ini mengisahkan seorang pemuda kaya yang bingung mengenai hidupnya di dunia ini. Dia merasa berada dalam persimpangan jalan. Ia memiliki banyak harta dan sudah melakukan semua perintah Allah. Tetapi ia masih bingung dan bertanya kepada Yesus: “Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”
Jawaban Yesus pun sangat tegas, “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” Perintah ‘Ikutlah Aku’ yang disampaikan Tuhan Yesus merupakan perintah untuk menyembah Tuhan, mengutamakan Tuhan dari segalanya dan mengasihi Tuhan. Lalu mana perintah Tuhan Yesus untuk tidak menyembah berhala? Juallah semua hartamu!
Hartanya telah menjadi berhalanya sepanjang hidup. Bangun tidur yang dipikir harta, sepanjang hari yang dipikir harta, mau tidur pikirannya harta, khawatir hartanya hilang, dsb. Ini adalah berhala yang membuat orang menduakan Tuhan. Tuhan Yesus berkata bahwa kita tidak dapat mengabdi kepada mamon (harta) dan kepada Tuhan. Apakah perintah Yesus ini terlalu ekstrim? Bisa dikatakan, ya memang ekstrim bagi orang kaya itu. Mengapa? Karena itulah yang menjadi kehendak Tuhan baginya, sebab di situlah letak kekurangan dan kelemahan orang tersebut yang membuatnya gagal untuk memperoleh hidup kekal. Ia dipanggil Tuhan secara khusus tetapi dia menolak.
Untuk kebanyakan orang, perintah Tuhan tidaklah seekstrim itu. Tentu saja kita masih diijinkan memiliki harta benda. Kita boleh kaya. Tetapi yang perlu diingat, jangan menjadikan harta itu sebagai berhala. Jangan kita diperbudak oleh harta itu. Jangan sampai kita men-tuhan-kan harta itu. Harta yang kita miliki adalah sarana untuk mengabdi Tuhan dan melayani sesama. Banyak orang kaya yang saya kenal berjiwa sosial, peduli pada kehidupan Gereja, peduli pada orang miskin, peduli pada orang sakit, peduli pada anak yatim piatu di panti asuhan, peduli pada orang-orang jompo di panti wredha, dsb. Bahkan ada seorang bapak muda yang kaya berkata, “Romo, harta ini titipan Tuhan. Kami berusaha berbagi kepada saudara-saudari yang membutuhkan.”
Peduli kepada sesama yang miskin dan menderita itu pula yang sepanjang hidup dihayati oleh Santo Pius X (1835-1914) yang kita peringati hari ini. Dalam surat wasiatnya, ia menulis, “Saya dilahirkan miskin, saya hidup miskin, saya berharap mati miskin.” Nama asli Paus Pius X adalah Giuseppe (= Yosef) Sarto. Dia seorang pelajar miskin, anak kedua dari delapan bersaudara. Ayahnya seorang pegawai pos. Meski miskin, Bapak dan Mamaknya mengajarinya bagaimana mencintai Yesus dan Gereja-Nya melalui teladan cinta kasih dan kepedulian kepada sesama.
Selama menjadi imam, ia biasa memberikan segala yang ia miliki demi membantu mereka yang membutuhkan. Bahkan setelah menjadi Uskup di kota Mantua dan kemudian menjadi Kardinal, ia masih suka membagi-bagikan apa yang ia miliki kepada mereka yang berkekurangan. Ketika Kardinal Yosef Sarto ini diangkat menjadi paus, ia memilih nama Pius X. Ketika Mamaknya datang mengunjunginya di Vatican, Paus Pius X menunjukkan kepada mamaknya cincin kepausannya. Sang Mama berkata, “Kamu tidak akan mengenakan cincin itu hari ini, jika aku tidak terlebih dahulu mengenakan cincin ini,” kata mamaknya sambil menunjukkan kepada Paus cincin emas perkawinannya.
Secara istimewa Paus Pius X dikenang karena cintanya yang berkobar-kobar kepada Ekaristi Maha Kudus. Bapa Suci mendorong semua orang untuk menyambut Yesus dalam Ekaristi sesering mungkin. Bahkan setiap hari. Pentingnya ikut Misa Harian. Ia juga mengijinkan anak-anak (umur 9 tahun) menyambut Komuni Kudus. Sebelumnya, seseorang harus menunggu sampai usia 14 tahun untuk dapat komuni pertama. Paus meyakini bahwa Komuni Kudus memberi kekuatan nutrisi rohani yang diperlukan untuk melakukan segala sesuatu demi kasih kepada Yesus dan sesama.
Pertanyaan refleksinya: Apakah Anda sudah memperlakukan harta Anda sebagai sarana untuk mengabdi Tuhan dan membantu sesama? Apakah Anda meyakini daya kekuatan luar biasa dari Tubuh Kristus yang disambut dalam Ekaristi? Selamat merenungkan.
Di Bandung ada penjara Sukamiskin
Penjara Paliano di selatan kota Roma
Mari menyambut komuni sesering mungkin
Nutrisi rohani mengabdi Tuhan dan sesama.
Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Roma.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)