Selasa, 17 Oktober 2017
Peringatan Wajib St Ignatius dari Anthiokia
Bacaan: Lukas 11:37-41
“Orang Farisi melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak mencuci tangan-Nya sebelum makan” (Luk 11:38)
Saudari/a ku ytk.,
TAK jarang dijumpai ada orang yang berdebat ramai mengenai tata gerak dalam liturgi. Di paroki A, kok umat malah duduk. Di paroki B umat kok malah berdiri. Saat maju ke altar petugas di paroki A membungkuk. Tapi di paroki B petugas maju ke altar malah jengkeng. Yang muncul kemudian orang bisa saling menyalahkan dan menghakimi terkait dengan hal lahiriah dalam liturgi tersebut
Unsur-unsur lahiriah dari praktek keagamaan kadang menjadi beban bagi umat, sehingga mereka menjadi tidak fokus pada hakekat atau jiwa agama yang benar. Yesus mengajarkan bahwa praktek keagamaan dalam dirinya bukanlah tujuan, karena praktek tersebut harus dikaitkan dengan cintakasih kepada Allah dan sesama. Allah menghendaki belas kasihan dalam tindakan konkrit.
Tidak jarang kata-kata dan perilaku Yesus menyebabkan perdebatan di mata kaum Yahudi yang ‘saleh’, antara lain karena Dia tidak mengikuti semua praktek keagamaan tradisional yang berlaku pada zaman itu. Misalnya, Yesus dan para murid-Nya tidak selalu melaksanakan upacara cuci tangan sebelum makan (Luk 11:38). Dengan mengabaikan praktek-praktek sedemikian, Yesus mencoba mengajar apa yang sebenarnya bersifat pokok dalam penghayatan iman-kepercayaan.
Yesus memiliki keprihatinan besar terhadap orang-orang miskin, para pendosa, orang-orang yang terbuang, para janda, orang-orang asing, dsb. Bagi Injil Lukas, pemberian derma atau sedekah merupakan bagian penting dari kehidupan Kristiani dan suatu pencerminan keadaan hati yang benar dari seseorang. Ditegaskan Yesus, “Berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu.”
Hari ini Gereja merayakan Santo Ignasius dari Antiokia, seorang Uskup dan Martir. Dia murid Santo Yohanes Rasul. Ignasius adalah murid yang pandai, saleh dan bijaksana. Maka ia lalu diangkat menjadi Uskup Antiokia. Pada masa itu umat Kristen dikejar-kejar dan dianiaya oleh Kaisar Trajanus. Ignasius sendiri tidak luput dari pengejaran dan penganiayaan itu.
Biasanya kepada mereka ditawari dua kemungkinan: murtad atau mati. Kalau mereka murtad dan menyangkal imannya, mereka akan selamat. Kalau tidak, nyawanya akan melayang. Karena tidak mau menyangkal imannya, Ignasius ditangkap dan digiring masuk Colosseum gelanggang binatang buas. Di sana tubuhnya yang suci diterkam dan dicabik-cabik singa-singa lapar. Darahnya yang suci membasahi tanah gelanggang itu yang telah menampung ribuan liter darah para martir yang mati demi kesetiaannya kepada Kristus. Ignasius mati sebagai martir pada tahun 107.
Pertanyaan Refleksinya: Apa makna kemartiran bagi Anda pada zaman ini? Bersediakah Anda mengolah segi lahiriah dan batiniah dari imanmu secara seimbang? Selamat merenungkan.
Tanah liat untuk membuat bata
Gandum untuk membuat roti
Santo Ignasius menjadi teladan kita
Mengimani Yesus sampai mati.
Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Roma.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)