Senin, 25 September 2017
Bacaan: Lukas 8:16-18
“Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur, tetapi ia menempatkannya di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk ke dalam rumah dapat melihat cahayanya” (Lukas 8:18)
Saudari/a ku ytk.,
PADA tahun 1990-an di desa saya ramai dengan istilah atau pernyataan “Listrik Masuk Desa”. Ya, memang sejauh saya ingat waktu itu banyak orang senang bahwa di desa akan diterangi dengan listrik. Kami anak-anak yang masih SD waktu itu juga suuueeenaangnya bukan main. Kami melihat ada mobil besar dan panjang mengangkut tiang-tiang listrik. Dan di kebun rumah kami dipasang satu tiang listrik. Sampai sekarang tiang listrik masih berdiri kokoh. Listrik menggantikan bahan bakar. Lampu-lampu sudah ber-listrik. Kami tidak repot-repot lagi membersihkan “semprong” (kaca lampu teplok) dari jelaga atau angus.
Apakah Anda masih punya kenangan dengan lampu teplok atau lampu senthir atau lampu dian atau petromax? Jika iya, berarti Anda juga senasib dengan saya… Jika tidak, kasihan dech luu…hehehee… Saya ingat, lampu teplok diletakkan di atas meja belajar. Rambut tiba-tiba bau gosong. Atau hidung menjadi kotor dan hitam karena ada angus… Ya, pada zaman dulu sebelum ada listrik, rumah-rumah biasanya diterangi dengan lampu senthir, lampu teplok atau lampu petromax. Nyala lampu minyak tanah ini memang kecil, tetapi sangat berguna menerangi di kegelapan malam di dalam rumah. Biasanya lampu ini ditaruh di atas meja atau menempel di dinding rumah.
Tuhan Yesus dalam bacaan injil hari ini mengingatkan kita untuk menjadi cahaya atau pelita yang bersinar bagi lingkungan sekitar. Ditegaskan tadi “Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur, tetapi ia menempatkannya di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk ke dalam rumah dapat melihat cahayanya.”
Pada zaman Yesus, pelita adalah lampu minyak (bahasa Yunani: ‘lychnon’), sebuah piringan tanah liat kecil yang diberi minyak zaitun dan sebuah sumbu. Orang Israel yang miskin biasanya mempunyai lampu atau pelita dari tanah liat, sedangkan orang kaya mempunyai lampu dari perunggu dan logam lain.Terang yang dihasilkan lampu pelita sangat lemah. Jika diletakkan di bawah sebuah mangkuk atau perabot tertentu, maka lampu minyak ini tidak akan memberikan penerangan maksimal. Makam pada umumnya pelita diletakkan di atas kaki dian, sehingga terangnya memancar ke semua arah.
Pesannya sangat jelas dan inspirasif. Jangan malu berbuat baik meski hanya kecil atau sederhana. Mari kita terus menjadi berkat (terang) bagi sesama di sekitar kita meski hanya kecil atau tak seberapa. Lebih baik berbuat sesuatu yang kecil daripada cuek atau tidak berbuat sesuatu. Lebih baik menyalakan satu lilin daripada terus-menerus mengeluh dan mengutuki kegelapan (masalah) yang ada.
Ada kata-kata bijak yang pernah saya baca berbunyi demikian: “Sebuah SENYUM dapat memulai persahabatan; Sebuah SALAMAN dapat meningkatkan kehangatan persaudaraan; Sebuah KETAWA akan menghilangkan kemuraman hati; Sebuah SENTUHAN dapat menunjukan kepedulian; Sebuah LILIN mampu menghilangkan kegelapan; Setapak KAKI MELANGKAH bisa memulai suatu perjalanan; dan Sebuah IDE mampu mengubah masa depan dunia.” Singkatnya, untuk membuat sesuatu yang besar harus dimulai dari hal yang kecil (sebuah). Harus ada yang berani memulai.
Pertanyaan Refleksinya: Maukah Anda memulai sebuah tindakan yang baik (meski kecil) dalam keluarga Anda, tempat kerja Anda, dan lingkungan Anda? Apakah selama ini Anda malu berbuat baik di hadapan teman-teman Anda? Selamat merenungkan.
Di dekat kampus ada rumah makan
Hati senang makan bersama pak Dekan
Jangan malu memancarkan kebaikan
Dalam perkataan dan tindakan.
Berkah Dalem dan salam teplok dari Roma.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)