Percik Firman : Kebijakan Cangkem

0
193 views

Selasa, 13 Desember 2022

PW St. Lusia (Perawan dan Martir)

Bacaan Injil: Mat 21:28-32 

“Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga” (Mat 21:30) 

Saudari/a ku ytk.,

DALAM salah satu wawancaranya, Seniman Butet Kartaredjasa mengungkapkan agar kita hati-hati dengan pemimpin yang hanya bisa membuat “kebijakan cangkem”. Seorang pemimpin harus juga bisa membuat kebijakan real, yaitu kebijakan yang nyata dalam tindakan. Tidak hanya pandai menata kata, tetapi juga harus trampil menata kota. 

Dalam Perumpamaan Injil pada peringatan wajib Santa Lusia hari ini  ditampilkan 3 karakter, yakni ayah, anak sulung, dan anak bungsu. 

Karakter ayah mendatangi ke-2 anaknya dan ia mengatakan hal yang persis sama, yakni, “Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur”. Jadi sang ayah tidak mengharapkan banyak hal, ia ingin hari itu ada yang pergi untuk bekerja di kebun anggurnya dan ia meminta anaknya melakukan pekerjaan itu. 

Anak sulung menyanggupi, tetapi tidak melakukannya. Nggih nggih ning ora kepanggih. Si bungsu awalnya menolak, tetapi kemudian menyesal dan mau melakukannya. 

Apa relevansinya untuk kita dalam konteks masa kini? Tuhan tidak butuh orang-orang yang hanya berkata “Ya, Tuhan” tetapi tidak mau melangkah. Seringkali Tuhan memanggil orang-orang percaya untuk melakukan sesuatu bagi Tuhan, tetapi banyak orang percaya yang hanya berkata “Ya” tetapi tidak mau. 

Di sisi lain, juga banyak orang percaya yang jelas-jelas menolak panggilan penuh dengan pertimbangan semisal, “Tuhan, kalau aku jadi pengurus Dewan Pastoral Paroki full time nanti anak-anakku makan apa?” atau “Tuhan, aku masih tidak pantas menjadi prodiakon atau ketua lingkungan, nanti saja kalau aku sudah pantas, baru aku melayani di gereja dech”. 

Tuhan butuh tindakan nyata dari kita semua. Tuhan butuh kesiapsediaan dan komitmen kita, bukan kehebatan kita yang bisa ini bisa itu. Kita dipanggil menjadi “cahaya” dalam kata dan tindakan nyata. Tidak hanya pandai merangkai dan menata kata, tetapi juga trampil melakukan tindakan nyata. 

Itulah yang diteladankan Santa Lusia hari ini. Lusia artinya cahaya. Semenjak usia remaja, Lusia sudah berkomitmen mengabdi Tuhan untuk hidup suci murni. Ia berjanji tidak menikah. Namun ketika sudah besar, ibunya mendesak dia agar mau menikah dengan seorang pemuda kafir. 

Ketika diminta mengingkari imannya, ia pun menolaknya dengan tegas. Demi imannya yang gigih, ia ditangkap, disiksa dan dibunuh. Seorang algojo memenggal kepalanya, sehingga Lusia wafat sebagai martir Kristus pada 13 Desember 304. 

Lusia dihormati di Roma (di Sisilia) sebagai perawan dan martir yang sangat terkenal sejak abad ke-6. Untuk menghormatinya, dibangunlah sebuah gereja di Roma. 

Karena namanya berarti ‘cahaya’, maka pada Abad Pertengahan orang berdoa dengan perantaraannya memohon kesembuhan dari penyakit mata. 

Pertanyaan refleksinya, seberapa sering Anda menjadi cahaya bagi sesama di sekitar? Bagaimana komitmen Anda melayani Tuhan, GerejaNya dan bangsa kita? 

Semoga Tuhan memberkati dan menyembuhkan Anda yang sedang sakit. Semoga berkat doa Santa Lusia, Anda yang sakit mata diberi kesembuhan. 

Proficiat dan selamat berpesta pelindung bagi Anda yang bernama Lusia/Lucia.

Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bujang Semar (Bumi Jangli-Semarang). # Y. Gunawan, Pr

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here