Rabu, 6 Mei 2020
Bacaan Injil: Yoh 12:44-50
“Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya” (Yoh 12:47)
Saudari/a ku ytk.,
MERENUNGKAN sabda Tuhan hari ini saya teringatkan akan sosok Didi Kempot atau Dionisius Prasetyo, penyanyi dan pencipta lagu campur sari. Dia diberi sebutan oleh para penggembarnya sobat Ambyar sebagai Godfather of Broken Heart’’, atau “Lord Didi” atau “Bapak Loro Ati Nasional.”
Kemarin (5/5) dunia musik tanah air berduka. Kita kehilangan seorang tokoh yang sederhana, peduli dan produktif dalam berkarya. Dia menghibur dan meneguhkan hati banyak orang dengan lagu-lagunya.
Sebagai musisi, dia adalah orang yang memulai kisahnya dari jalanan. Ia lahir dari sulitnya hidup di jalanan. Nama panggungnya sendiri, Didi Kempot, adalah nama yang mengabadikan nama kelompok musik yang diawalinya di jalanan. Kata “kempot” adalah singkatan dari Kelompok Pengamen Trotoar. Kelompok inilah yang membawanya hijrah dari Surakarta ke Jakarta.
Dalam tulisannya Romo Sindhunata mengungkapkan, “Penyanyi campur sari bisa dadi fenomena tentang ambyare jaman. Virus corona niki jane rak nggih lakon ambyare ambyar. Sak agama agamane ambyar. Uripe Didi Kempot pungkasane nggih mung ambyar. Mulih dadi awu. Didi Kempot kados mboten mung ngramal jaman. Ning ngramal ambyare uripe dewe”.
(Penyanyi campur sari bisa menjadi fenomena hancur berantakannya zaman. Virus corona ini juga lakon tentang hancurnya zaman. Termasuk agama juga ambyar. Akhir hidup Didi Kempot pun ambyar. Kembali menjadi debu. Didi Kempot rasanya tidak hanya meramal zaman. Tetapi meramal hidupnya sendiri).
Didi Kempot yang lahir dari kemiskinan dan kekurangan tidak pernah lupa kepada orang-orang yang kekurangan dan menderita. Dia tidak ingin panggungnya menjadi panggung pribadi guna memupuk nama dan keagungan pribadi. Dia ingin membuat hidupnya sendiri dan hidup orang lain bermakna. Dia ingin menjadi “terang” bagi sesamanya, penggemarnya, masyarakat Indonesia.
Kisah terakhir yang mengesankan tentu adalah kepedulian Didi Kempot kepada para tenaga medis dan mereka yang mendapat dampak panemi Covid-19. Di dalam konser amal dari rumah pada 11 April 2020, lebih dari Rp 5 miliar terkumpul dari acara itu guna membantu yang menderita. Dengan cara itu dia telah menjadi “terang”, menjadi berkat bagi para korban Covid-19.
Dia memaknai hidupnya dengan baik. Ia mengisi hidupnya dengan sesuatu yang bermakna. Peduli pada sesama. Dia menyatukan orang dari berbagai kalangan untuk peduli, tidak malah “mengambyarkan” atau memporakporandakan solidaritas sesama anak bangsa.
Sabda Tuhan hari ini mengingatkan kita akan pentingnya memaknai hidup di dunia ini. Tuhan Yesus menegaskan bahwa eksistensi hidupNya di dunia ini untuk menjadi berkat bagi setiap orang yang percaya pada-Nya. Dia datang untuk membawa keselamatan, sukacita dan penghiburan. Dia hadir di dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang percaya kepadanya tidak tinggal dalam kegelapan. DiungkapkanNya, “Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya”.
Ada tulisan dalam sebuah batu nisan yang berbunyi, ”Life teaches us how to die; Death teaches us how to live” (Kehidupan mengajarkan kita bagaimana caranya mati; kematian mengajarkan kita bagaimana caranya hidup). Pernyataan itu menunjukkan adanya hubungan yang saling mengikat antara kehidupan dan kematian. Hubungan dua arah yang saling mempengaruhi.
Ada seorang umat yang sakit stroke selalu berkata kepada setiap orang yang mengunjunginya, “Hidup ini begitu singkat, mari kita jalankan sebaik-baiknya dengan memuliakan Tuhan dan menjadi berkat bagi banyak orang”. Hal ini mengingatkan kita untuk mengisi hidup kita dengan pikiran, perkataan, dan tindakan yang berkenan pada Tuhan dan menjadi terang atau berkat bagi sesama.
Kematian adalah titik akhir perjalanan hidup manusia di dunia. Titik akhir dari masa rahmat dan masuk dalam kehidupan yang terakhir. Jalaluddin Rumi, seorang filsuf dan mistikus Muslim (1207-1273), mengungkapkan, “Ketika kami mati, jangan mencari makam kami di bawah tanah. Kalian bisa menemukan kami di dalam hati-hati yang penuh dengan cinta.”
Marilah kita berjuang untuk menjadikan hidup kita bermakna dan membawa terang atau berkat bagi sesama kita.
Berkah Dalem dan Salam Teplok dari bumi Mertoyudan. # Y. Gunawan, Pr
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)