Minggu Biasa XVII, 26 Juli 2020
Bacaan Injil: Mat 13:44-52
“Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu” (Mat 13:46)
Saudari/a ku ytk.,
PADA tahun ini ada beberapa seminaris Mertoyudan yang merupakan anak tunggal. Sejauh saya tahu, orangtuanya pun mendukung anaknya masuk seminari untuk menjadi imam.
Mereka mengiklaskan anaknya menjadi imam kelak. Ada yang dari Paroki Karangpanas, Paroki Warak, Paroki Banyumanik, Paroki Banjarbaru, Paroki Bintaro, Paroki Kramat, Paroki Cirebon, dll.
Saya pun mengenal salah satu keluarga yang aktif dalam kegiatan Gereja. Pernah suatu hari mereka bercerita ke saya bahwa anaknya ini anak yang mahal. Saya bertanya sambil bercanda, “Kenapa kok mahal? Emang bapak ibu belinya berapa? Hehehe….”
Lalu mereka pun menceritakan bagaimana perjuangan mereka mendapatkan anak itu, setelah beberapa tahun menikah. Lalu saat sudah lahir, anak itu pun sering sakit-sakitan dan kerapkali keluar-masuk rumah sakit.
Sampai si ibu berkata, “Rama, apa pun yang terjadi kami tetap mencintai dia. Kami berdua rela banting tulang demi merawat anak kami. Dia adalah anugerah dan titipan Tuhan yang harus kami rawat. Bagi kami, dia adalah mutiara perkawinan kami.”
Betul, anak adalah anugerah Tuhan. Saya senang dengan istilah si ibu tadi, “Bagi kami, dia adalah mutiara perkawinan kami”. Ketika Tuhan menghendakinya, orangtua merelakan “mutiara perkawinan” nya itu untuk dipersembahkan pada Tuhan.
Kita semua tahu bahwa mutiara adalah sesuatu yang sangat berharga dan sangat mahal harganya. Pada zaman Yesus dan para Rasul, mutiara sangat diminati. Pedagang-pedagang harus pergi ke Laut Merah, Teluk Persia, dan juga ke India untuk mendapatkan mutiara. Mutiara yang rendah mutunya berasal dari Laut Merah. Sedangkan mutiara yang bagus mutunya berasal dari Teluk Persia, pesisir Sri Lanka dan India.
Seorang pedagang harus mengadakan perjalanan yang membutuhkan “pengorbanan” di dalam pencariannya untuk mendapatkan mutiara yang lebih besar dan lebih baik mutunya. Kalau benda itu diyakini sebagai sesuatu yang berharga, pasti akan dicari, dirawat dan dijaga sebaik-baiknya.
Bacaan Injil hari Minggu ke-17 ini mengisahkan perumpamaan Tuhan Yesus mengenai Kerajaan Surga. Kerajaan Surga diumpamakan tiga hal, yaitu harta yang terpendam, mutiara yang berharga, dan pukat yang dilabuhkan di laut.
Ketika seseorang akhirnya dapat menemukan harta atau mutiara yang berharga itu, orang tersebut pun akan rela menjual seluruh miliknya untuk membeli tanah di tempat harta tersebut berada. Diungkapkan, “Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.”
Bapa-Bapa Gereja, seperti Santo Ireneus dan Santo Agustinus, mengidentifikasikan harta terpendam dan mutiara yang berharga tadi adalah Tuhan Yesus. Tuhan Yesus adalah mutiara yang tak ternilai harganya. Dialah Sang Juru Selamat. Dialah jaminan keselamatan dan kebahagiaan kekal.
Orang-orang yang baru bertobat sering mengatakan hal: “Saya telah menemukan Kristus. Kenapa kok tidak sejak dulu saya dibaptis dan menerima Kristus.”
Pertanyaan refleksinya, apa yang menjadi “mutiara yang berharga” dalam hidup Anda selama ini? Apakah pasangan Anda, anak-anak Anda, keluarga Anda, hidup panggilan Anda, atau Yesus Kristus? Bagaimana usaha Anda untuk merawat mutiara-mutiara berharga itu?
Selamat hari Minggu.
Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bumi Mertoyudan.# Y. Gunawan, Pr
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)