Percik Firman: Orientasi Hidup 

0
155 views
Minggu, 26 November 2023
HR Tuhan Yesus Kristus Raja Semesta Alam 
Hari orang muda sedunia ke-38
Bacaan Injil : Matius 25:31-46

Saudari/a ku ytk.,

HARI ini adalah hari orang muda sedunia ke-38. Paus Fransiskus mengajak kita untuk merenungkan tema: “Bersukacitalah dalam pengharapan”. Hari ini sekaligus Hari Raya Tuhan Yesus Kristus Raja Semesta Alam. 

Ketika merenungkan sabda Tuhan pada hari ini, saya teringat sebuah kisah tentang Apa bedanya Raja Kristus dengan Raja Perampok? 

Di suatu tempat, ada seorang perampok yang mempunyai isteri sedang hamil. Ketika sudah dirasakan waktu melahirkan tiba, sang isteri meminta suaminya untuk menemaninya dalam proses kelahiran anak mereka di rumah sakit. 

Proses kelahiran berlangsung lancar. Anaknya TURAS, metu waras. Sang perampok begitu senang karena bayinya sehat dan ganteng. 

Singkat cerita, sang ibu dan bayinya sudah dinyatakan boleh pulang ke rumah. Betapa senangnya sang perampok dan isterinya itu. Maka, segera saja sang Perampok itu segera mengambil bayinya sendiri. 

Rupanya ia keliru mengambil bayi. Yang diambil bukan bayinya, tetapi bayi orang lain. Isterinya tahu kalau yang dibawa bukan bayinya, tetapi suaminya tidak menggubrisnya. 

”Mas, itu bukan bayi kita. Bayi kita lebih besar dan jenis kelaminnya cowok. Itu bayi cewek, mas”, kata isterinya ketika meninggalkan rumah sakit.   

Jawab suaminya, ”Husss, diam kamu, dhik. Tidak masalah ini bayi kita atau bukan. Yang penting di tangannya ada gelang emas yang sangat mahal harganya.” Begitu kisahnya.

Seorang raja itu harus mempunyai orientasi hidup. Raja Perampok itu mempunyai orientasi hidup. Orientasi hidupnya bagaimana bisa mendapatkan sesuatu yang dibutuhkannya dengan menghalalkan segala cara. 

Ia tidak mempedulikan atau tidak menggubris apakah tindakannya itu benar atau salah, baik atau tidak. Yang penting dia untung dan mendapatkan sesuatu yang berharga. Sampai, mata hatinya tumpul akan sosok seorang bayi yang merupakan buah hatinya sendiri. Barang rampasan atau curian jauh lebih berharga dan diutamakan daripada anaknya sendiri. 

Yesus Kristus Raja Semesta Alam juga mempunyai orientasi hidup. Orientasi hidup-Nya bagaimana membuat sebanyak mungkin orang mengalami dan menikmati keselamatan. Bahkan ia rela berkurban dan mengurbankan diriNya bagi keselamatan orang lain. 

Ia sadar betul bahwa tindakannya itu baik dan berkenan pada kehendak Allah Bapa. Bahkan, sampai Ia rela menderita, dicemooh, diolok-olok, dan wafat disalib. 

Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam yang kita rayakan hari ini dapat dikatakan sebagai kesimpulan peziarahan kita membangun gambaran mengenai Allah. Gambaran Allah itu kita temukan dalam bacaan-bacaan minggu ini: Allah yang menggembalakan dan menyertai perjalanan umat-Nya (bacaan 1), Allah yang mengalahkan kematian demi keselamatan umat-Nya (bacaan 2), Allah yang peduli pada umat-Nya lewat sesama yang menderita (bacaan Injil). Singkatnya, Allah itu Allah yang Mahakasih dan yang mencintai kita umat-Nya. 

Hari Raya ini ditetapkan pertama kali oleh Paus Pius XI pada tahun 1925. Ajaran Paus dikeluarkan untuk menanggapi munculnya gejala materialisme, atheisme, sekularisme. Intinya, Sri Paus mengajak seluruh umat Kristiani untuk menempatkan Kristus di dalam hidup masing-masing sebagai Raja Semesta Alam.

Kita punya teladan abad ini yang menghayati sabda Yesus hari ini, yaitu Bunda Teresa dari Kalkuta. Semangat dan spiritualitas hidup dan pelayanan Ibu Teresa adalah melayani mereka-mereka yang lemah, kecil, sakit, gelandangan, miskin, dan yang terpinggirkan dari masyarakat. Melayani mereka sama dengan melayani Yesus sendiri. 

Ibu Teresa dan anggota-anggota Tarekatnya beserta Kerabat Kerja Ibu Teresa (KKIT) meyakini betul sabda Tuhan ini, ”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25: 40). 

Hidup Ibu Teresa dan teman-temannya ditopang dan didasari oleh perayaan Ekaristi dan Doa. Ibu Teresa mengatakan, ”Tanpa Dia, kami tidak dapat berbuat apa-apa. Dan justru altar itulah tempat kami berjumpa dengan orang miskin yang menderita. Dalam diri-Nya kami melihat bahwa penderitaan merupakan sebuah jalan untuk memperoleh cinta yang lebih besar dan keberanian yang lebih kuat”. 

Bagi Ibu Teresa, dunia kita pada zaman modern ini dilanda arus besar betapa mahalnya cinta, betapa langkanya cinta. Betapa banyak orang yang menderita, mengalami kesepian, rasa miskin dan merasa tak berharga, tak berarti, karena orang tidak mengalami rasa dicintai dan mencintai. Inilah kemiskinan yang paling parah dibandingkan kemiskinan material.

Pada dasarnya semua orang itu merindukan dan mempunyai kebutuhan dasar, yaitu kasih atau cinta. Tak sedikit orang yang kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, sehingga hidupnya terasa hampa, kosong, tidak berarti.

Pertanyaan refleksinya: Apa yang menjadi orientasi hidup Anda? Maukah Anda menjadikan Ekaristi sebagai dasar dan kekuatan dalam peduli pada sesama yang membutuhkan?

Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bujang Semar (Bumi Jangli Semarang).# Y. Gunawan, Pr

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here