Selasa, 18 Agustus 2020
Bacaan Injil: Mat 19:23-30
“Lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Mat 19:24)
Saudari/a ku ytk.,
Kekayaan adalah sarana untuk mengabdi Allah dan mencintai sesama. Kita memang membutuhkannya selama hidup di dunia ini. Kekayaan bukan tujuan, tetapi sarana keselamatan.
Melalui sabda Tuhan hari ini kita diingatkan untuk menggunakan kekayaan dengan bijaksana, agar tidak menjadi penghambat bagi kita masuk ke dalam surga. Bagaimana kita bisa lepas bebas dan tidak lekat dengan kekayaan duniawi.
Pernyataan yang disampaikan Tuhan Yesus “Lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah” menjadi pesan simbolis bagi kita. Apakah memang demikian? Yang bener aja, Tuhan. Mungkin begitu komentar spontan kita.
Pada zaman Tuhan Yesus hidup waktu itu sekitar tahun 30 Masehi, di kota Yerusalem terdapat pintu darurat model lorong memanjang dan bagian atasnya melengkung seperti lubang jarum. Biasanya ketika pintu gerbang utama kota telah ditutup pada sore hari, pintu darurat model lubang jarum ini akan digunakan sebagai pintu keluar masuk ke kota Yerusalem.
Memang tidak dapat dipastikan model aslinya pintu ini seperti apa, sebab menurut sejarahnya, Kota Yerusalem dihancurkan oleh Jendral Titus pada masa Kekaisaran Romawi pada tahun 70 Masehi. Pintu darurat model lubang jarum ini biasanya dijaga oleh dua pengawal.
Karena pintu ini cukup sempit dan rendah bagi seekor unta, maka seluruh barang bawaan harus diturunkan. Saat Unta tersebut ditarik oleh tuannya masuk ke dalam pintu lobang jarum dengan keadaan lorong yang gelap, hampir tidak ada masalah. Mengapa? Karena unta termasuk ketegori hewan yang jinak dan penurut kepada tuannya. Bukan model binatang yang ‘ngeyelan’ atau melawan.
Pernyataan Tuhan Yesus tersebut menjadi pengingat kita semua untuk berani melepaskan kelekatan-kelekatan duniawi yang kiranya dapat menghambat kita masuk ke Kerajaan Allah. Kekayaan, jabatan, harta benda, aneka gelar yang kita terima adalah sarana, bukan tujuan hidup kita. Bagaimana semuanya itu berdimensi sosial dan menjadi berkat bagi kita dan sesama.
Pernyataan Tuhan Yesus tersebut sebenarnya terlihat paradoks dan di luar dugaan karena bertentangan dengan keyakinan orang Yahudi waktu itu. Dalam pemahaman orang Yahudi, orang kaya itu masuk surga, karena kekayaan yang dimilikinya membuktikan hidupnya diberkati oleh Allah.
Sementara itu, orang yang hidupnya miskin adalah orang yang tidak mendapat berkat Tuhan dan dianggap terkena kutuk. Hewan najis seperti unta (bdk. Im 11:4) yang menggambarkan orang-orang miskin, orang berdosa dan orang bukan Yahudi justru lebih memiliki potensi memperoleh keselamatan dari Tuhan.
Mengapa demikian? Karena mereka lebih taat kepada perkataan Tuhan Yesus daripada orang kaya saat itu. Unta rela melepaskan seluruh bawaannya supaya dapat masuk ke Yerusalem, sedangkan orang kaya lebih terikat dengan bawaan kekayaannya, sehingga tergolong lebih sulit untuk masuk Kerajaan Allah.
Marilah kita mensyukuri apapun yang kita miliki. Marilah kita berusaha menggunakannya dengan sebaik-baiknya dan menjadikannya sarana untuk keselamatan jiwa kita, sarana mengabdi Tuhan, dan sarana mengasihi sesama kita.
Ada nasihat yang mengatakan, “Janganlah kita bangga dengan rumah kita, karena rumah kita yang terakhir kuburan atau tempat abu jenasah. Jangan bangga dengan gelar kita, karena gelar terakhir kita adalah almarhum atau almarhumah. Jangan bangga dengan mobil kita, karena mobil yang akan kita pakai terakhir adalah mobil ambulan”.
Berkah Dalem dan Salam Teplok dari bumi Mertoyudan. # Y. Gunawan, Pr
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)