Ketika KRL (Kereta Rel Listrik) yang kutumpangi sampai di Stasiun Pasar Minggu, Jakarta Selatan aku terkejut. Seorang perempuan, sudah lumayan berumur, dengan riasan yang tebal, berkerudung dan bergamis ungu masuk ke gerbong dan sontak berkata kepada penumpang di sebelahku. “Dik, geser dikit. Saya capek sekali ini.”
Sesungguhnya permintaan itu tidak masuk akal. Sedari Tebet KRL sudah penuh dan tidak ada tempat duduk tersisa. Maka, lelaki itu beranjak dan berdiri berdesak dengan penumpang yang lain. Perempuan itu langsung menyandarkan kepalanya dan memejamkan mata. Tenggelam dalam dirinya sendiri.
Aku tidak mendengar ia berterima kasih pada si pemuda itu. Itu membuatkku terkejut dalam hati dan bertanya-tanya, “makhluk apakah gerangan?” Bukan contoh yang baik untuk anak kecil yang duduk dipangku ibunya di depan perempuan angkuh ini.
Untukku, perempuan ini memiliki keistimewaan: sangat perduli pada diri sendiri! Ia tidak merdeka. Bahkan terbelenggu. Aku tidak yakin, perempuan itu akan bisa diperlakukan dengan cara yang sama ia memperlakukan pemuda tadi.
Untuk saat itu, dalam peristiwa itu, perempuan itu, yang pongah dan angkuh, bukanlah dewi.
Lalu, aku mengerti arti tatapan-tatapan mata para penumpang di deret depan ibu itu.