NAMA suster biarawati itu adalah Sr. Abhaya. Ia mati tewas dibunuh gara-gara tanpa sengaja memergoki dua sejoli beda kelamin tengah bercumbu rayu. Keduanya lagi ngeseks.
Yang mengejutkan, kedua pelaku yang tengah ngeseks itu adalah seorang pastor dan seorang suster biarawati –kawan satu komunitas dengan almarhum Sr. Abhaya.
Selang beberapa lama kemudian, Sr. Abhaya lalu ditemukan telah tewas dengan tubuhnya penuh luka bekas pukulan benda keras.
Tubuh suster biarawati yang malang ini ditemukan di sebuah sumur. Tidak jauh dari lokasi dapur susteran-biara. Tidak jauh dari pintu masuk ke dapur. Di dapur itu pula terletak sebuah kulkas.
Jazad suster itu masuk ke liang sumur. Sementara, kain kerudung suster malang itu masih tersampir di pintu dapur. Sedangkan, sandalnya tertinggal ada di dekat kulkas dapur.
Di situ pula, polisi penyidik akhirnya menemukan sebuah kapak sebagai barang bukti dengan apa kedua pelaku dari kaum berjubah itu telah melakukan aksi kekerasan yang berakhir dengan tewasnya Sr. Abhaya..
Kisah kelam tentang praktik pelanggaran kaul keperawanan yang melibatkan seorang pastor dan kekasihnya –seorang suster biarawati- ini terjadi di Biara Santo Pius X di Kottayam – sebuah kota di Kerala, India.
Kisah lawas tak terkuak
Kasusnya terjadi pada tanggal 27 Maret 1992 silam. Setelah insiden ini terjadi, barulah kemudian jenazah suster malang itu tak ditemukan di dapur di mana kekerasan yang berakhir dengan kematian. Melainkan ada di sebuah sumur. Juga tidak jauh dari dapur.
Hasil visum et repertum dokter forensik menyebutkan, korban tewas karena pukulan benda keras dengan bukti terjadi keretakan (fracture) pada batok kepala korban. Sementara pada lehernya ada luka bekas cakaran kuku tangan. Di sejumlah titik pada tubuhnya ada semacam luka bekas goresan.
27 tahun selang kejadian kriminal ini, tak seorang pun dari penghuni biara susteran itu sempat diproses oleh penyidik untuk kemudian kasusnya diproses oleh pengadilan. Telah terjadi jalan buntu dalam proses penyelidikan dan penyidikan.
Ikut menjadi penghalang bagi pencari keadilan di sini adalah kasus korupsi yang juga selama ini ikut menjadi latar belakang mengapa kasus kriminal sepertinya hanya masuk “peti mati” alias tutup buku.
Pergoki kasus tak sengaja
Barulah akhir Desember 2020 lalu, dua orang terdakwa berhasil diajukan ke pengadilan sebagai pelaku tindak kejahatan. Keduanya adalah pastor dan suster biarawati –kedua pelaku aksi ngeseks di dapur susteran yang keburu ketahuan kepergok sama almarhum Sr. Abhaya.
Pengadilan akhirnya membuktikan bahwa Sr. Abhaya secara tidak sengaja memergoki aksi bejat kedua pelaku saat dirinya secara kebetulan masuk dapur dan kemudian menyaksikan aksi mereka berdua lagi indehoi.
Pembunuhan itu dilakukan agar praktik kejahatan seksual itu jangan sampai bocor dan diketahui orang banyak.
Laporan CNN edisi hari Minggu tanggal 24 Januari 2021 melaporkan bahwa kedua pelaku kejahatan itu akhirnya masuk bui. Mereka divonis penjara seumur hidup.
Keluarga korban sebelumnya sampai mempertanyakan, mengapa delik perkara kriminal ini sampai “masuk kotak” selama 27 tahun.
Demikian gugat saudara kandung almarhum Sr. Abhaya bernama Biji Thomas (51) sebagaimana dilaporkan CNN Internasional.
Kilas balik
Kejadian nahas ini sampai ikut menerpa almarhumah Sr. Abhaya, saat dirinya masih menjadi siswa sebuah perguruan tinggi yang dikelola Paroki Kottayam –waktu itu jumlah penduduknya sekitaran 1,8 juta jiwa.
Menurut penyelidikan Central Bureau of Investigation (CBI) yang memproses dan menyidik kasus kekerasan ini, almarhumah Sr. Abhaya baru saja bangun pagi sekitar pukul 04.15 waktu lokal, saat dia hendak mulai belajar karena tengah menghadapi masa ujian.
Saat beranjak dari kamarnya dan berjalan menuju dapur untuk minum, dia terkejut karena mendapati Pastor Thomas Kottoor tengah bercumbu rayu dengan Sr. Sephy dan keduanya juga tengah asyik masyuk bersetubuh.
Saat itu, Pastor Thomas masih berprofesi sebagai dosen pengajar psikologi dan Suster Sephy menjadi pengurus rumah tangga biara di mana “adegan mesra nan panas” itu berlangsung.
Singkat cerita, polisi akhirnya menangkap Pastor Thomas tahun 2008 –setelah 16 tahun pasca kejadian.
Pengadilan menjelaskan, sehari sebelum peristiwa pembunuhan itu terjadi, Sang Pastor Bejat itu datang dengan mengendap-endap menuju biara dan kemudian berjalan mendekati kamar di mana Sr. Sephy berada.
Kamar itu berada di lantai bawah biara—tidak jauh dari dapur.
Saat itu juga ketika kedua pelaku itu sadar bahwa aksi bejat mereka secara tidak sengaja telah dipergoki korban, maka keduanya langsung “menyerang” Sr. Abhaya. Kedua pelaku itu langsung memukul kepala korban dengan kapak yang ada di dapur hingga tewas.
Keduanya lalu membopong mayat Sr. Abhaya dan kemudian membuangnya di sebuah sumur tidak jauh dari lokasi TKP.
Kasus ini baru mengemuka dan proses peradilan dilakukan, setelah terjadi aksi protes dari para aktivis pembela hak-hak perempuan. Juga tak kalah sengit adalah perjuangan tak pernah berhenti dari pihak keluarga korban.
Kasus penyidikan pertama kali dilakukan, bertepatan dengan hari ditemukannya jasad korban. Namun, setelah setahun dilakukan proses penyelidikan dan penyidikan, kesimpulan polisi membuat orang terkejut lemas. Lantaran, Sr. Abhaya dikatakan tewas karena aksi bunuh diri.
Kesimpulan hasil olah perkara itu ditolak mentah-mentah oleh Matthew Thomas, ayah kandung almarhumah Sr. Abhaya.
Ia bersikeras agar proses penyidikan tidak lagi dilakukan oleh kepolisian lokal di Khotayam, tapi oeh CBI. Kasus itu akhirnya dibuka dan disidik kembali tahun 1993.
Namun, 12 tahun pasca penyidikan kedua, hasilnya ya sami mawon. Bahkan CBI tidak berhasil mengeluarkan keputusan tentang siapa pihak yang layak dijadikan terdakwa. Bahkan tahun 1993 dan 2005, CBI malah mengajukan usul kepada pengadilan agar kasus ini sebaiknya “tutup buku” saja.
CBI juga berkesimpulan bahwa penyebab kematian Sr. Abhaya adalah karena aksi nekad bunuh diri: terjun ke sumur.
Namun, jaksa menolak “kesimpulan” ini. Dengan demikian, kasus penyelidikan dan penyidikan akhirnya dibuka kembali.
Hasil penyidikan tahun 1996, misalnya, polisi tidak bisa memastikan penyebab tewasnya Sr. Abhaya: ini mati bunuh diri atau sebab lainnya. Karena tidak ada kesimpulan pasti, ada usulan kasus ini dihentikan saja.
Laporan tahun 1999 bicara lain lagi. Penyebab Sr. Abhaya mati adalah tindakan nekad aksi bunuh diri; tapi apa dan mengapanya tidak bisa dijelaskan. Karena serba mengambang, kesimpulan penyidikan itu ditolak oleh pengadilan.
Hal sama kembali terjadi tahun 2005. Pengadilan menolak kesimpulan hasil penyelidikan dan penyidikan.
Barulah ketika CBI New Delhi mendelegasikan kewenangan penyidikannya kepada CBI Cochin di Kerala, titik terang atas kasus ini mulai mengemuka. Dan yang mengejukan, di tahun 2009, CBI Cochin berhasil menetapkan tersangkanya: Pastor Thomas Kottoor dan kekasihnya Sr. Sephy atas tuduhan tindak pembunuhan.
Satu nama pastor lagi ikut terlibat dalam kasus ini. Namanya Pastor Jose Poothrikkayil. Dalam penyelidikan awal, ketika tersangka itu menolak tuduhan CBI sebagai tersangka pelaku pembunuhan.
Butuh waktu sembilan tahun kemudian hingga akhirnya pengadilan berhasil menyeret kedua tersangka utama –Pastor Thomas dan Sr. Sephy- duduk di kursi terdakwa.
Sedangkan, karena kurangnya bukti, nasib baik masih berpihak pada Pastor Poothrikkayil sehingga ia lalu dinyatakan bebas dan tak bersalah.
Rangkaian sidang
Proses peradilan atas perkara ini akhirnya baru bisa terjadi mulai tanggal 5 Agustus 2019 –setelah 27 tahun kasus itu terjadi.
Yang menarik -demikian laporan CBI- Sr. Sephy baru saja melakukan tindakan “operasi vagina” agar kondisi selaput daranya masih “normal” alias masih suci dan perawan. Operasi itu disebut-sebut terjadi hanya sehari di tahun 2008, ketika dia mulai ditangkap.
CBI menuduh telah terjadi kongkalingkong antara terdakwa dan polisi pengusut perkara: jual-beli perkara dengan imbalan uang suap.
Belum lagi karena statusnya yang terhormat sebagai pastor sekaligus dosen, Pastor Kottoor bisa “membungkam” semua pihak termasuk suster, pastor lain, dan umat agar “tetap membisu”.
Selama persidangan berlangsung, Pastor Kottoor selalu menyatakan dirinya tak bersalah.
“Saya tak pernah melakukan sesuatu hal yang tidak baik. Tuhan selalu besertaku,” demikian kilahnya sesaat sebelum memasuki ruang sidang pengadilan yang di tanggal 23 Desember 2020 lalu menyampaikan vonis atas kasusnya.
Tentang Sr. Abhaya
Terlahir dengan nama pemberian orangtuanya sebagai Beena Thomas, almarhumah Sr. Abhaya sejak muda dikenal sebagai remaja yang baik dan saleh. Demikian penegasan Biju Thomas, kakak kandungnya.
“Saat umur 5-6 tahun,” demikian kenang Biju (51) yang kini tinggal di Dubai (UEA) akan sosok adiknya, “almarhumah sudah suka dengan hal-hal berbau agama dengan misalnya membaca KS dan dia juga suka membacanya.”
Pada umur 19 tahun, alm. Sr. Abhaya mulai menunjukkan minatnya akan melakoni hidup religius sebagai suster biarawati. Salah satu motivasinya adalah karena sejumlah kerabat dekatnya juga telah menjadi suster biarawati di Jerman dan Italia.
Thomas yang saat itu berumur 24 tahun kaget, ketika diberitahu bahwa adiknya telah tewas karena bunuh diri. Untuk keperluan pemakaman, Thomas sampai sejenak meninggalkan Gujarat –tempatnya berkuliah waktu itu.
Namun, kecurigaan mencuat ketika hasil visum menunjukkan bahwa ada luka retak di batok kepala dan semacam cakaran di bagian leher adiknya.
Dua petunjuk itu mengarah telah terjadi “semacam kekerasan” sebelum akhirnya dia “diterjunkan” masuk ke dalam liang sumur. Demikian argumen Biju Thomas.
Yang menarik, Sr. Sephy bahkan sampai merilis surat pernyataan sebanyak delapan halaman yang menyatakan almarhumah Sr. Abhaya selama ini mengalami “tekanan batin” lantaran -antara lain- berasal dari keluarga biasa-biasa saja sehingga kuliahnya terganggu karena ketiadaan biaya.
Bahkan seluruh suster biarawati di biara itu mendukung “teori” bunuh diri Sr. Abhaya.
“Tentu saja, kami merasa sakit (hati) mendengar semua kisah ini tentang sosok adik saya. Yang pasti -demikian keyakinannya- adiknya itu tidak bunuh diri. Tapi dibungkam dengan cara dibunuh,” papar Thomas sembari menegaskan bahwa keluarganya memang berasal dari kalangan papa miskin.
Perjuangan aktivis dan kesaksian pencuri
Kasus ini mengusik hati Jomon Puthenpurackal, seorang aktivis kemanusiaan dan HAM. Terutama setelah mendengar sedikit “peta fisik” TKP yang menegasi “teori bunuh diri” dan ia tegas bertentangan dengan semua kesimpulan yang dirilis oleh kepolisian dan Gereja.
Ia kemudian menggalang aksi dukungan untuk menguak kasus ini dan mencari kebenaran dan keadilan.
Salah satu usahanya adalah menggandeng media India untuk terus melakukan reportase atas kasus ini dan berbagai kesimpulan aneh yang dirilis pihak kepolisian dan Gereja –hal yang dinilainya tidak masuk akal.
Salah satu saksi mata yang menjadi kunci pembuka kasus ini adalah seorang pencuri kawakan bernama Adacka Raju.
Saat hendak melakukan aksinya kembali untuk mencuri, dia melihat dua orang tengah berjalan mendekati tangga. Dan salah satu dari orang itu adalah Pastor Kottoor.
Meski berkali-kali dibujuk rayu agar mengubah “kisahnya” dengan imbalan uang, rumah, dan pekerjaan, maling ini tetap bergeming dengan pendapatnya.
Lama mencari keadilan
Di India –dan juga sama di Indonesia- lembaga agama selalu dipandang tinggi oleh masyarakat. Karena itu, lama sekali proses mencari keadilan bagi alm. Sr. Abhaya karena banyak pihak sampai tak bisa “tersentuh” oleh dakwaan hukum.
Demikian pendpat John Dayal, mantan Ketua All India Catholic Union.
Ini pula yang terjadi di Kerala ketika Uskup Mgr. Franco Mulakhal dituduh telah sejumlah kali memperkosa seorang suster kurun waktu tahun 2014-2016. Hingga kini, kasus ini belum tuntas terselesaikan, meskipun Tahta Suci sudah mencopot Mgr. Mulakhal dari posisinya sebagai Uskup.
Kasus lainnya adalah berikut ini.
Mantan Pastor Robin Vadakkumchery akhirnya harus meringkuk selama 20 tahun di penjara karena terbukti bersalah telah memperkosa gadis 16 tahun di Kerala.
Kasus ini baru tuntas di pengadilan tahun 2019, saat gadis itu telah hamil dan kemudian melahirkan janin hasil tindak perkosaan pastor ini dua tahun sebelumnya.
Kedua orangtua almarhumah Sr. Abhaya sudah meninggal dunia sejak tahun 2015 silam. Namun, perjuangan Biju Thomas dalam upaya mencarikan keadilan buat adiknya kandungnya -alm. Sr. Abhaya- telah membuahkan hasil, meski kedua orangtuanya sudah meninggal dunia.
PS: Diolah dari sumber CNN International.
apa yang harus saya lakukan apabila saya mengetahui seorang pastur yang dahulu sering berhubungan sex dengan anggota mudika di motel? bisakah saya speak up?
Saya kalau mau speak up kemana? hanya sedikit orang yang mengetahui kasusnya
Supaya kasusnya diproses oleh keuskupan atau pimpinan tarekatnya, maka semua kejadian harus ditulis lengkap disertai data. Dan yang lebih penting, mitra perempuan juga mau memberi testimoni.
Dear Redaksi Sesawi
Apakah proses investigasi bisa tertutup dan pic nya apakah bisa langsung ke KAJ? Soalnya pelaku merupakan penulis aktif di sesawi.
Testimoni mitra perempuan harus dalam interview tertutup.
Thanks
Mohon diberikan PIC gereja katholik yang berwenang untuk menyelidiki kasus ini.
Terima kasih
langkah pertama adalah pemberkasan masalah dan kepastian mengajak korban perselingkuhan itu untuk mau speak-up dengan membuat testimoni dan berani dipertemukan secara tripartit: pimpinan tarekat/keuskupan, kedua belah pihak yang terlibat.
Dear redaksi sesawi
Tidak bisa ke pemimpin tarekat tersebut yang di Indonesia karena posisi ybs seperti yang saya sampaikan, seperti ibaratnya seorang hakim di persidangan apakah bisa sekaligus menjadi terdakwa
Terima kasih