Perguruan tinggi negeri dan asing di China semakin gencar membuka program studi bergelar dengan pengantar bahasa Inggris guna menarik mahasiswa lokal maupun asing, termasuk dari Indonesia, belajar di negeri itu.
Ketua Beijing Language Culture Institute (BLCI) Samuel Wiyono di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa program studi dengan pengantar bahasa Inggris tersebut memiliki banyak manfaat tidak hanya bagi mahasiswa asing yang berkuliah di China, tetapi juga mahasiswa dari negeri itu sendiri.
“Bagi mahasiswa lokal (China) program studi dengan pengantar bahasa Inggris mempunyai kelebihan berupa kesempatan ’go international’ maupun bekerja di perusahaan asing, dibandingkan mahasiswa lokal yang tidak menguasai bahasa Inggris setelah lulus,” ujar Samuel baru kembali ke Jakarta setelah mengantar mahasiswa Indonesia belajar ke China.
Ia mengatakan bahwa semakin banyak program studi berpengantar bahasa Inggris juga menguntungkan mahasiswa dari negara lain, termasuk Indonesia karena memudahkan mereka belajar di China, yang biayanya relatif lebih murah dibandingkan dengan negara lain.
Samuel mengatakan bahwa biaya kuliah program studi bergelar sarjana dengan pengantar bahasa Inggris di China hanya sekitar Rp18 juta sampai Rp40 juta/tahun di universitas milik pemerintah.
Bahkan, kata dia, beberapa universitas pemerintah pun menawarkan beasiswa mulai dari beasiswa asrama, beasiswa provinsi, hingga beasiswa pemerintah pusat sehingga biaya kuliah bisa lebih terjangkau lagi.
“Beberapa di antara siswa dari BLCI juga berhasil mendapatkan beasiswa,” katanya.
Samuel menjelaskan bahwa sejumlah universitas negeri terkemuka di China yang telah menggunakan pengantar bahasa Inggris, antara lain Harbin Institute Technology (teknik sipil), Shandong University Science Technology-Qingdao (teknik kimia dan teknik pertambangan), Wuhan University Technology (teknik industri dan bisnis).
Selain itu, ada sejumlah program studi lain yang juga menggunakan pengantar bahasa Inggris, yaitu bisnis internasional, bisnis adminitrasi (manajemen), akunting, kedokteran, ilmu komputer, teknik mesin, dan teknik aeronautika.
“Jadi, mahasiswa Indonesia yang belum menguasai bahasa Mandarin pun bisa langsung kuliah ke jenjang gelar dengan menggunakan pengantar bahasa Inggris. Hal itu dapat dapat menghemat biaya dan waktu belajar,” katanya.
Namun, lanjut dia, bila mahasiswa Indonesia ingin menguasai bahasa Mandarin pun, beberapa universitas negeri di China juga memberikan pelajaran bahasa Mandarin dalam kurikulum mereka.
Dengan demikian, kata dia, keuntungan mahasiswa Indonesia dengan program studi berbahasa Inggris tersebut dapat menguasai dua bahasa asing sekaligus, yakni bahasa Mandarin dan Inggris, sehingga akan banyak kesempatan bekerja di perusahaan multinational.
Menurut Samueal, sebelumnya sudah ada sejumlah perguruan tinggi asing yang menggunakan pengantar bahasa Inggris, seperti Xian Jiatong Liverpool University dengan gelar dari University Liverpool di kota Suzhou, Sino British College Shanghai dengan pathway ke-9 Universitas Inggris, University Canberra yang memberikan gelar MBA di Ningbo University.
“Kini, beberapa universitas asing juga telah membuka program studi dengan pengantar bahasa Inggris, yakni University Southern Queensland untuk program gelar sarjana akunting di kota Guangzhou dan Sino US Cooperation dengan Delaware State Univesity, USA di kota Ningbo yang seluruhnya menggunakan pengantar bahasa Inggris,” katanya.