TAHUN 2024 mendatang menjadi hari penting dan sangat menentukan bagi perjalanan bangsa dan negara Indonesia ke depan.
Karena di tahun 2024 itu akan digelar pilpres sekaligus pilkada di mana akan terpilih presiden, wapres, dan kepala-kepala pemerintahan lokal – semua itu akan memberi “warna” perjalanan bangsa Indonesia ke depan.
Apakah Indonesia akan semakin maju dan lebih baik dibanding masa kepemimpinan Presiden Joko “Jokowi” Widodo atau malah berubah menjadi memburuk?
Pertanyaan ini mengemuka, karena dalam beberapa tahun terakhir ini mulai muncul suara-suara sumbang dengan pesan pentingnya yang menolak Pancasila dan ingin menggantikannya dengan platform politik berbeda berbasis agama.
Hasil Pilpres dan Pilkada 2024 akan menjadi penentu masa depan negara dan bangsa Indonesia: apakah akan menjadi lebih baik atau malah ancur-ancuran.
Keprihatinan ini disuarakan oleh FX Hadi “Rudi” Rudyatmo, Walikota Surakarta kurun waktu tahun 2002-2022, dalam sesi kedua sarasehan tentang implementasi semangat Konsili Vatikan II.
Peringatan 60 Tahun Konsili Vatikan II
Acara sarasehan ini digagas oleh Ikatan Alumni Fakultas Filsafat dan Teologi Universitas Sanata Dharma (IKAFITE) di kampus Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta c.q. Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan, Sabtu 15 Oktober 2022.
Menurut Rudi yang selama menjabat Walkot Surakarta tetap aktif menjadi Prodiakon, semangat Konsili Vatikan II menjadi energi besar bagi segenap umat dan Gereja Katolik Indonesia untuk menyelamatkan masa depan Indonesia.
“Itu menjadi tanggungjawab kita bersama sebagai warga Gereja Katolik Indonesia dan warga negara yang cinta akan tanahair dan peduli dengan masa depan bangsa dan negara,” kata Rudi dalam sarasehan implementasi semangat Konsili Vatikan II hasil besutan IKAFITE.
Menurut Rudi, Konsili Vatikan II dengan segenap hasil-hasilnya yang didasari semangat pembaharuan (aggiornamento) sungguh menjadi berkah bagi Gereja Katolik Indonesia.
“Konsili Vatikan II sungguh menjadi ganjaran bagi kita semua,” kata Rudi disambut tepuk tangan meriah karena menyematkan kata “ganjar” dalam paparannya yang disampaikannya dengan berapi-api. Karena berkat dalam bahasa Jawa adalah ganjaran.
Prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan berintegritas
Dalam syeringnya tentang model tata kelola pemerintahan saat menjabat Wali Kotamadya Surakarta (Solo) periode 2012-2021 FX Hadi “Rudi” Rudyatmo selalu ingat akan prinsip moralitas Katolik dan marwah umum sebagai pejabat publik yang harus melayani masyarakat.
Ia menerapkan 5 prinsip moralitas Katolik dalam mengemban tugas dan tanggungjawab publik sebagai pejabat pemerintahan lokal di Kotamadya Surakarta.
Rudyatmo ingin menyebut nya Prinsip 5 Mantap, yakni:
- Kejujuran: selalu mawas diri dengan refleksi: mosok orang Katolik sampai melakukan atau terlibat dalam kasus korupsi. “Karena itu, saya selalu menjaga integritas diri karena membawa nama babtis FX, nama baik keluarga, dan reputasi Ketua Umum PDIP,” ungkap Rudi dengan semangat.
- Disiplin diri ketat.
- Semangat melayani masyarakat dengan baik.
- Berorganisasi secara baik dan “lurus”; bukan pikirkan “bisa dapat apa selama menjabat?”
- Rajin mengajak masyarakat budayakan tradisi kerja bakti bersama alias gotong royong.
5 Prinsip Budaya Hidup
Rudi juga memperkenalkan 5 Prinsip Budaya Hidup yang dia hayati selama menjadi Walkot Surakarta, yakni:
- Semangat bergotong royong;
- Rasa memiliki;
- Setia merawat kehidupan;
- Tekun menjaga;
- Tertib mengamankan lingkungan kerja dan segala “isinya” (baca: aset milik pemerintah).
Harus punya rasa malu untuk selalu bisa berintegritas
Menurut FX Hari Rudyatmo, kita semua diberi anugerah “suara hati” berupa rasa malu yang baginya itu merupakan “teguran batin”. Agar kita tidak sampai melakukan kesalahan sama yang berulang atau malah melakukan tindak yang tidak benar.
“Pemimpin yang sudah tidak punya rasa malu, maka dia sebenarnya telah kehilangan akhlaknya,” ungkap Rudyatmo serius.
“Kalau mau menjadi seorang pemimpin dan pejabat publik yang baik dan berintegritas di masyarakat, maka mulailah membangun jatidiri kemanusiaan yang baik dengan 5 Prinsip Mantap di atas.
Harus merasa diri sangat malu, kalau sampai melakukan korupsi, membiarkan maksiat, melakukan nepotisme, sampai terlibat dalam skandal apa pun; tetapi harus selalu setia dan tertib memenuhi janji-janji kampanye,” papar Rudi.
Maka, hasil-hasil Konsili Vatikan II itu -kalau dipraktikkan di lapangan- maka sebagai pemimpin harus punya dua hal: semangat pelayanan penuh cinta kasih dan tahu diri.
“Miskin harta bagi saya itu berkah. Miskin akhlak (mentalitas, moralitas) itu musibah,” kata Rudi tentang prinsip hidupnya.
Rudi tentu saja tidak sembarang omong tanpa bukti. Karena, prinsip berakhlak itu ia praktikkan saat menjadi Walkot Surakarta.
Dilakukan antara lain dengan menganggarkan bujet untuk memberikan produk jaminan kesejahteraan sosial bagi mereka yang perlu dibantu. Itu diberikan kepada semua warga Kodya Surakarta tanpa pilih kasih, karena semua adalah warga masyarakat yang harus diemong dan diperhatikan.
“Tapi, apa uangnya cukup? Ya jelas cukup, karena anggaran itu tidak sampai dicuri oleh pejabatnya sehingga jumlahnya ya bisa mencukupi,” tandas Rudi.
“Kita di Indonesia -dengan jiwa dan semangat ‘100% katolik, 100% Indonesia’ harus bertanggungjawab untuk mewujudkan Indonesia yang semakin lebih baik pasca tahun 2024 sampai 2030 dan seterusnya.
Dengan mentalitas jujur, bener, disiplin, bersih tanpa korupsi dan berjiwa adil, bersemangat cinta kasih, sehingga betul-betul bangsa Indonesia sampai bisa menerima anugerah yang dalam bahasa Jawa adalah ‘ganjar-an’ dan itulah hasil semangat Konsili Vatikan II yang saya rasakan,” paparnya super semangat. (Berlanjut)