SEKALI berusaha membunuh orang itu jahat. Dua kali mencoba membunuh orang yang sama adalah kejahatan luar biasa. Siapa dapat menundukkan kejahatan yang demikian? Orang yang baik dan benar.
Dalam bacaan kemarin, Saul bersumpah bahwa demi Tuhan, dia tidak akan membunuh Daud (1 Samuel 19:6). Namun dalam bacaan hari ini (1 Samuel 24:3-21), kita baca upaya Saul untuk membunuh Daud (1 Samuel 24:3).
Kisah itu mengandung pesan amat relevan bagi kehidupan pada saat ini. Bukankah pertempuran antara kejahatan dan kebaikan masih berlangsung?
Pada peristiwa pertama, Yonatan yang baik menyelamatkan Daud dari rencana Saul yang hendak membunuhnya. Pada peristiwa kedua, Daud yang baik membiarkan Saul yang hendak membunuhnya tetap hidup.
“Musuhnya” itu sudah ada di dalam kuasanya. Sekali tebas, Saul pasti tewas. Namun, Daud memilih tidak mengikuti nafsu membalas. “Tanganku bersih dari kejahatan dan pengkhianatan, dan bahwa aku tidak berbuat dosa terhadao engkau, walaupun engkau mengejar-ngejar aku untuk mencabut nyawaku,” demikian kata Daud kepada Saul (1 Samuel 24:12).
Lebih jauh, Daud berkata, “Dari orang fasiklah timbul kefasikan.” (1 Samuel 24:14). Setelah mendengar semua yang dikatakan Daud, menangislah Saul (1 Samuel 24:17).
Minimal ada dua pelajaran penting di sini.
Pertama, orang yang lebih tua dan berkuasa belum tentu lebih bijaksana daripada orang muda yang sering dianggap belum punya pengalaman apa-apa.
Kedua, hanya kebaikan dan kebenaran yang dapat mengalahkan kejahatan. Karena itu, Tuhan mengajarkan supaya para murid-Nya berdoa bagi yang menganiaya mereka (Matius 5:43-44).
Santo Paulus menulis, “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan” (Roma 12:17). Dengan itu, orang membuat kejahatan tidak pernah menang atas kebaikan.
Jumat, 19 Januari 2024
Albertus Herwanta O.Carm