Persekutuan dengan Roh Kudus (3)

0
1,372 views
Roh Kudus turun by the Catholic Miscellany.

EKARISTI menjadi sumber dan puncak persekutuan (bdk. LG 11).

(Second Extraordinary Synod (1985), The Church, In The Word of God, Celebrates The Mysteries of Christ for The Salvation of The World.

Sumber: https://www.ewtn.com/catholicism/library/final-report-of-the-1985-extraordinary-synod-2561

Tidak semua aspek akan dijabarkan. Karena bagian ini secara khusus menggagas relasi antara Gereja sebagai communio dan Roh Kudus, maka hanya persekutuan dalam Roh Kudus saja yang akan saya uraikan lebih lanjut.

Persekutuan dalam Roh Kudus sendiri hendak memaksudkan bahwa communio antara Allah dan manusia yang telah diciptakan oleh Yesus dalam hidupnya yang unik dan historis-konkrit, dilanjutkan oleh Roh Kudus yang berdiam di dalam hati umat beriman.

Berkaitan dengan peran Roh Kudus ini, Konsili Vatikan II dengan panjang lebar mengajari:  

“Ketika sudah selesailah karya, yang oleh Bapa dipercayakan kepada Putera untuk dilaksanakan di dunia (lih. Yoh. 17:4), diutuslah Roh Kudus pada hari Pentekosta, untuk tiada hentinya menguduskan Gereja.

Dengan demikian umat beriman akan dapat mendekati Bapa melalui Kristus dalam satu Roh (lih. Ef. 2:18).

Dialah Roh kehidupan atau sumber air yang memancar untuk hidup kekal (lih. Yoh. 4:14; 7:38-39).

Melalui Dia Bapa menghidupkan orang-orang yang mati karena dosa, sampai Ia membangkitkan tubuh mereka yang fana dalam Kristus (lih. Rom. 8:10-11).

Roh itu tinggal dalam Gereja dan dalam hati umat beriman bagaikan dalam kenisah (lih 1 Kor. 3:16; 6:19). Dalam diri mereka, Ia berdoa dan memberi kesaksian tentang pengangkatan mereka menjadi putera (lih. Gal. 4:6; Rom 8:15-16 dan 26).

Oleh Roh, Gereja diantar kepada segala kebenaran (lih. Yoh. 16:13), dipersatukan dalam persekutuan serta pelayanan, diperlengkapi dan dibimbing dengan aneka karunia hierarkis dan kharismatis, serta disemarakkan dengan buah-buah-Nya (lih. Ef. 4:11-12; 1 Kor. 12:4; Gal. 5:22).

Dengan kekuatan Injil, Roh meremajakan Gereja dan tiada hentinya membaharuinya, serta mengantarkannya kepada persatuan sempurna dengan Mempelainya. Sebab Roh dan Mempelai berkata kepada Tuhan Yesus: “Datanglah.” (lih. Why. 22:17).

Demikianlah seluruh Gereja nampak sebagai “umat yang disatukan berdasarkan kesatuan Bapa dan Putera dan Roh Kudus”.

Kutipan di atas mau mengatakan kepada kita bahwa communio itu selalu melibatkan dua dimensi:

  • dimensi vertikal (communio dengan Allah).
  • dimensi horizontal (communio dengan sesama manusia).

Kedua dimensi ini memiliki keterkaitan yang sangat erat.

Kongregasi Doktrin Ajaran Iman dalam salah satu dokumennya Mengenai Beberapa Aspek Gereja Sebagai Communio, menyatakan:

“Sebuah relasi baru antara manusia dengan Allah, yang telah dinyatakan dalam Kristus dan dipersatukan melalui sakramen-sakramen, juga meluas kepada relasi yang baru di antara sesama manusia” (art.3). – (Sumber: www.ekaristi.org)

Dalam kaitannya dengan topik yang dibahas dalam tulisan ini, saya hanya ingin memokuskan diri pada dimensi horizontal dengan berangkat dari kutipan di atas, khususnya yang berbunyi:

“Oleh Roh, Gereja diantar kepada segala kebenaran (lih. Yoh 16:13), dipersatukan dalam persekutuan serta pelayanan, diperlengkapi dan dibimbing dengan aneka karunia hierarkis dan kharismatis, serta disemarakkan dengan buah-buah-Nya (lih. Ef 4:11-12; 1Kor 12:4; Gal 5:22)”.

Kutipan tersebut mau menunjukkan kepada kita bahwa persekutuan umat beriman adalah persekutuan yang dipersatukan oleh Roh dalam persekutuan serta pelayanan, diperlengkapi dan dibimbing dengan aneka karunia dan kharisma, serta disemarakkan dengan buah-buah-Nya (Lih. Ef. 4:11-12; 1 Kor. 12:4; Gal. 5:22; LG 4).

Setiap anggota umat beriman dikaruniai Roh yang berbeda. Namun, karunia-karunia yang berbeda itu berasal dari Roh yang satu dan yang sama (1 Kor. 12:11).

Rupa-rupa pelayanan yang mereka lakukan adalah karya Allah yang satu, yang mengerjakan semuanya dalam semua orang (1 Kor. 12:6).

Umat yang membentuk dan mengadakan persekutuan itu disebut sebagai umat Allah. Dinamakan sebagai umat Allah, karena Allah sendirilah yang “bermaksud menguduskan dan menyelamatkan orang-orang bukannya satu per satu, tanpa hubungan satu dengan lainnya. Tetapi Ia membentuk mereka menjadi umat, yang mengakui-Nya dalam kebenaran dan mengabdi kepada-Nya dengan suci.” (LG 9).

Umat Allah ini dilahirkan bukan dari daging, melainkan dari air dan Roh Kudus (Yoh 3:5-6). Mereka adalah “keturunan terpilih, imamat rajawi, bangsa suci, umat pusaka” (LG 9).

Umat Allah ini dipersatukan melalui sakramen-sakramen. Dengan diteguhkan melalui sakramen-sakramen, semua orang beriman dipanggil oleh Tuhan untuk menuju kesucian yang sempurna seperti Bapa sendiri sempurna, masing-masing melalui jalannya sendiri (LG 11).

Persekutuan umat Allah ini hadir bukan untuk dirinya sendiri.

Sebagai sebuah persekutuan hidup, cinta kasih dan kebenaran, panggilan mereka bersifat universal.

Mereka diutus ke seluruh bumi sebagai cahaya dan garam dunia (Mat. 5:13-16; LG art.9), supaya terpenuhilah rencana kehendak Allah untuk menghimpun dan mempersatukan lagi anak-anak Allah yang tersebar (Yoh. 11:52; LG 13).

Karena setiap umat beriman diperlengkapi dengan karunia Roh yang berbeda, kutipan di atas juga mau menghantar kita pada tema lain yang tak kalah penting. Yakni, soal partisipasi kaum awam dalam hidup menggereja.

Dalam sebuah Gereja sebagai communio harus ada partisipasi dan saling tanggung jawab di dalamnya.

Ref: Second Extraordinary Synod (1985), Ibid. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here