BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.
Kamis, 28 Oktober 2021.
Tema: Kembali ke akar.
- Ef. 2: 19-22.
- Luk. 6: 12-19.
DUNIA ini panggung sandiwara. Ceritanya mudah berubah. Petikan syair sebuah lagu.
Manusia, pribadi yang berproses. Ia mengalami proses perkembangan dan penyempurnaan.
Dirinya akan menjadi lebih indah, bila belajar dari sejarah. Agar kekeliruan masa lalu tak berulang.
Bukankah, bangsa yang besar adalah bangsa yang tak melupakan (mau belajar dari) sejarah?
Dalam bahasa iman artinya kembali kepada akar. Kembali kepada tradisi suci awali. HIS Story menjadi history, my story.
Sejak kecil. saya selalu disadarkan bahwa saya adalah “100% Indonesia, 100% Katolik”. Ini tidak hanya mau mengatakan bahwa saya orang Indonesia yang Katolik atau orang Katolik yang mencintai Indonesia.
Lebih dari itu. Saya adalah pribadi kristiani yang hidup dan bertumbuh dalam tradisi-tradisi suci Indonesia dan tradisi iman, yakni iman para rasul. Di situlah letak kebanggaanku sebagai seorang Indonesia yang Katolik.
Ketika saya muda, saya ikut seorang romo ke sebuah panti asuhan. Saya ingat percakapan mereka.
“Apa Romo sedang mendekati kami?”
“Maksudnya?”
“Iya dengan kegiatan sosial ini?”
“Ya, pastilah Pak Haji. Kami kan bagian dari masyarakat. Kami hidup belajar, bergaul dan berkembang bersama masyarakat setempat. Kami hanya ingin bermasyarakat bersama; saling bersaudara. Riang dan ringan berbagi. Terlebih mereka yang kecil dan membutuhkan.
Pasti tidak terkait dengan agama. Di luar nalar kami. Kami diajari, kami juga dapat menjumpai dan menemukan Tuhan dalam diri sesama di mana Tuhan menyamakan diri-Nya. Kaum duafa, mereka yang kecil, yang kurang beruntung, difabel, berkebutuhan khusus, dan yang menderita,” terang pastor kepada Pak Haji.
“Bukan maksud saya mencurigai Romo lo. Gereja Katolik tidak asing bagi kami. Tetapi saya dengar di banyak tempat itu sarana kristenisasi,” kata Pak Haji.
“Itulah yang buat kami sedih. Memang pernah saya dengar dalam kasus-kasus tertentu.
Sepengetahuan saya, kami -Gereja Katolik- tidak pernah melakukan begituan.
Saya sendiri dari keluarga muslim. Ayah-ibu kami muslim. Karena pengalaman rohani tertentu, akhirnya orangtua dan kami semua menjadi Katolik.
Keluarga besar kami semuanya muslim. Kami sungguh bersaudara dengan baik. Kami bahagia dan bangga punya saudara-saudari Muslim yang baik. Mereka sangat baik. Tidak ada satu pun yang menjauh, memandang bahkan memperlakukan kami dengan tidak baik.
Kami sangat bersyukur. Sangat berterima kasih. Kami punya begitu banyak saudara-saudari muslim. Saya bahagia bersama mereka,” terang pastor.
“Oh begitu ya Romo. Maaf kalau saya salah bertanya.”
“Oh tidak, Pak Haji. Justru pertanyaan itu membuka untuk saling mengenal, bersahabat dan berjalan bersama demi kebaikan bersama.”
“Oh ya satu lagi Romo. Saya tidak habis berpikir kenapa di Rereja Romo, pemuka agamanya kaya romo itu tidak menikah? Bagi kami, itu sunnah. Perintah Allah untuk berkembang-beranak cucu
Apakah Romo tidak ingin…?”
“Wah Pak Haji ini menyinggung hal yang berat. tapi sungguh manusiawi. Saya sendiri juga kadang-kadang berpikir kenapa ya sampai saat ini bisa bertahan?
Walau saya dekat dengan umat. Saya senang menyayangi dan melayani mereka. Saya mengalami indahnya pengutusan gerejani ini.
Saya hanya berdoa semoga Tuhan memampukan saya untuk melayani. Namanya juga sudah kebiasaan. Sudah jadi tradisi di dalam Gereja kami.
Ada hal-hal yang tidak masuk akal secara manusiawi, tetapi juga merupakan hal-hal yang mengagumkan.
Selalu ada orang-orang yang membaktikan diri tanpa memikirkan apa yang dipikirkan banyak orang,” jelas pastor.
Begitu kenanganku aka nisi percakapan mereka.
Paulus dengan bangga berkata, “Kamu adalah kawan sewarga dari orang-orang Kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.
Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah di dalam Roh.” ay 19-22.
Kita merayakan Pesta Santo Simon dan Yudas, Rasul.
Tuhan, semoga jejak tapak-Mu di bumi menjadi langkah kami menuju pada-Mu.
Amin.
Semoga Tuhan berkenan