Pertaruhan Kasih dalam Hidup Berkeluarga

0
517 views
Ilustrasi - Kehidupan keluarga. (Ist)

Minggu, 31 Oktober 2021

Ul.6:2-6. Mzm.18:2-3a.3bc-4.47.51.
Ibr.7:23-28.
Mrk. 12:28b-34

SEBAGAI manusia, kita  tidak ingin diri kita diperdaya, dihina, disakiti. Tetapi sebaliknya ingin dihargai, dicintai, disayangi.

Apa yang dikehendaki manusia pada dirinya sendiri itulah yang seharusnya diperbuat bagi sesamanya. 

Namun tidak sedikit orang menuntut orang lain memberi penghargaan dan kasih sayang, namun dirinya sendiri bersikap sewenang-wenang.

“Romo, dulu suamiku itu, sikapnya sering tak terkontrol dan mudah mengucapkan sumpah serapah, dan kadang tidak memperhitungkan perasaan saya dan anak-anak,” kata seorang ibu.

“Sudah sering saya ingatkan, tetapi selalu saja dia cepat terbawa emosi,” lanjutnya.

“Sikapnya itu membuat anak-anak takut dan kurang akrab dengan bapaknya,” katanya.

“Dia dengan mudah memaki dan memukul, hingga suatu ketika dia membanting vas bunga di depan kami, karena ketahuan belangnya. ia punya perempuan simpanan,” katanya dengan sedih.

“Memang, setelah itu dia minta maaf, dan tampak menyesal. namun tindakannya telah menyakiti kami semua,” ujarnya.

“Sikapnya yang keras selama ini hanya sebagai topeng untuk melindungi kebusukannya. Dia telah membohongi kami,” ujarnya lagi.

“Sekarang dia sakit dan tidak berdaya untuk mengurus dirinya sendiri,” katanya.

“Meski sakit hati dan kecewa, kami berusaha menerima dan mengampuninya dengan merawatnya,” lanjutnya.

“Saya ingat kata-kata Romo waktu kotbah pernikahan kami dulu,” katanya.

“Pertaruhan keutuhan keluarga sampai kapan pun adalah terletak dalam kemampuan kita berjuang di jalan kasih ketika pasangan tidak seperti yang kita harapkan.

Ketika pasangan mengecewakan kita, melukai kita dengan perilakunya. Dalam segalanya kita harus mengasihi tanpa syarat. artinya menerima setiap kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, termasuk ketika pasangan sakit tak berdaya,” ujarnya dengan lancar mengulang sebagian kotbah pernikahannya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian:

Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.

Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.

Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”

Yesus tidak hanya mengajarkan tentang mengasihi Allah dan sesama tetapi Yesus sungguh melakukan-Nya.

Yesus mengasihi orang-orang kecil, lemah dan tersingkir. Bahkan Yesus mengurbankan diri-Nya dengan wafat di kayu salib, demi keselamatan kita.

Tangan Yesus yang terentang di salib itu mau mengatakan kepada kita, “Cinta-Ku padamu takkan berubah walau ditelan waktu. Biarlah kan Kusimpan dalam hati. Cinta yang suci ini. Pasti kan kausadari.”

Marilah kita mengikuti-Nya, mengasihi Allah dengan mengasihi sesama di sekitar kita bahkan kepada mereka yang telah melukai kita.

Bagaimana dengan diriku?

Beranikah kita mengambil jalan ekstrim seperti Yesus, kasih dengan pengurbanan sampai akhir?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here