Puncta 21.09.22
PW. St. Matius Rasul, Penulis Injil
Matius 9: 9-13
SAYA pernah mengikuti retret khusus bapak-bapak Katolik. Di malam terakhir, ada acara pertobatan. Renungan yang disampaikan adalah tentang relasi dan pengampunan.
Juga ada syering dari seorang bapak yang telah bertobat. Ia bercerita, “Saya pernah meninggalkan isteri dan anak saya. Saya berselingkuh dengan sekretaris saya selama bertahun-tahun. Saya juga suka main judi, hidup glamor dan sering pergi ke diskotik sekedar mencari hiburan.”
Dia bercerita bahwa hidupnya sudah jauh dari Tuhan. Segala kehidupan yang buruk dan gelap sudah dijalani. Namun dia merasa tidak bahagia.
Sampai suatu kali dia diajak temannya untuk ikut retret. Sebenarnya dia enggan ikut acara itu. Tetapi dia merasa tidak enak juga menolak ajakan sahabatnya.
Dia merasa diketuk hatinya oleh Tuhan dan disadarkan atas kesalahan hidupnya selama ini.
Pada malam pertobatan itu, dia menangis sejadi-jadinya. Dia telah mengkhianati isteri dan anaknya.
Esok harinya, tanpa diduga isteri-isteri para peserta retret datang saat mereka sedang berdoa.
Dari belakang isterinya memeluk suaminya dan memberikan bunga. Mereka berpelukan sangat lama. Betapa indahnya pengampunan dari Tuhan.
Sejak saat itu, bapak ini aktif dalam pelayanan dan bersaksi kemana-mana. Ia hidup bahagia bersama keluarga dan punya banyak kegiatan di gereja.
Matius, si pemungut cukai dipanggil oleh Yesus. Ia digolongkan sebagai kaum pendosa karena menindas rakyat dengan memungut pajak.
Makanya kaum Farisi menyindir Yesus dengan berkata kepada murid-murid-Nya, “Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?”
Panggilan Tuhan itu mengubah Matius. Ia meninggalkan pekerjaannya dan menjadi murid-Nya, bahkan dia menyimpan dan menuliskan segala peristiwa bersama Yesus.
Perjumpaan dengan Tuhan bisa mengubah pribadi Matius. Seorang pendosa menjadi murid Yesus yang sangat berguna.
Tidak ada manusia yang sempurna. Tuhan memanggil orang-orang berdosa. Dia berkata, “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”
Kita bukan orang-orang suci. Kita adalah kaum pendosa. Tetapi Tuhan memanggil kita.
Keterbukaan hati untuk diubah oleh Tuhan itulah yang penting bagi kita. Kemauan untuk dibentuk dari orang sakit menjadi sehat, dari orang berdosa menjadi dekat dengan Tuhan.
Panggilan Tuhan kepada kita adalah ajakan Tuhan untuk menjadi sempurna.
Lebih baik menjadi orang berdosa yang bertobat daripada jadi orang suci dan saleh yang tidak membutuhkan pertobatan.
Mari kita membuka hati untuk panggilan Tuhan.
Tak ada suasana seindah senja
Menikmati sunset di pantai Kuta
Tidak ada manusia yang sempurna
Tetapi Tuhan mengasihi kita yang berdosa
Cawas, dipanggil untuk mencinta…