Pesan Kebhinnekaan dari Camping Keluarga Lintas Agama di Payudan Guluk-guluk, Madura

0
1,309 views
Ilustrasi: Kegiatan camping keluarga lintas agama di Madura.

INILAH sedikit gambaran kegiatan camping yang diikuti oleh segenap keluarga lintas agama di Payudan Guluk-Guluk, Madura, 20-21 Mei 2017. Mereka yang ikut berpartipasi ini adalah mereka yang punya wawasan keluarga dan tinggal di tlatah Paroki Maria Ratu Para Rasul di Pamekasan, Madura.

Kegiatan ini sangat dinamis, karena juga dihadiri oleh Laskar Hijau Cabang Sumenep, Kopling (Komunitas Peduli Lingkungan), Kampoeng Jerami, Pemusik Lat Etnik Jember, dan segenap duta perdamaian.

Dari kalangan katolik, juga hadir Romo Adam Suncoko Pr, Rektor Seminarium Marianum di Probolinggo, Jatim. Berikut tujuh seminaris di sekolah calon imam Keuskupan Malang.

Baca juga:   Pamekasan, Madura: Pastor Gerakkan Kelompok Lintas Agama Tanam Bakau Cegah Abrasi

Berikut ini beberapa tanggapan para mitra kerja mengenai kegiatan camping lintas agama ini.

Kepada mereka antara lain ditanyakan hal ini:

  • Apa tanggapan Anda sebagai partisipan berkaitan dengan kegiatan tanam bakau dan camping yang melibatkan keluarga-keluarga lintas agama?
  • Di daerah lain, orang bersitegang berkaitan dengan kebhinekaan dan lainnya, tetapi di Madura malah terjadi hal sebaliknya. Apa resep baik yang bisa ditularkan untuk kebaikan kita bersama di Bumi Nusantara ini?
Camping keluarga lintas agama di Madura.

Inilah berbagai tanggapan dari para partisipan.

Idy Assalam Payudan – Juru kunci Kebun Konservasi Assalam

Menurut saya, tidak ada masalah (agama yang perlu dipertentangkan) bagi kita semua para partisipan, kalau kita melibatkan diri dalam kegiatan konservasi alam berupa tanam bakau untuk mencegah abrasi. Ini kita lakukan karena kita semua punya semangat sama, yakni memelihara lingkungan alam dan menjaga konservasi alam. Itu murni untuk pelestarian alam dan tanpa kepentingan politik apa pun.

Tolerasi itu sangat penting dan hal itu harus terus diajarkan kepada generasi kita sebagai bentuk tanggungjawab sosial kita untuk melestarikan semangat baik tersebut kepada generasi penerus. Ini juga demi kelangsungan peradaban manusia yang bagus di tanahair kita Indonesia ini.

Tentang resep, saya pikirkan hal sederhana saja. Kita harus terus-menerus membangun komunikasi positif dengan pihak dan kelompok lain, membangun sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan yang ada.

Faiqul Khair Al-Kudus – Koordinator Laskar Hijau Simpul Sumenep, Madura

Penanaman pohon (bakau) adalah bagian dari ibadah kehidupan kita. Ini juga sebagai bentuk pertanggunganjawab kita kepada alam. Kalau dalam Islam, hal itu merupakan sunnah yang disampaikan dalam berbagai hadits. Kalau teman-teman katolik, itu sama saja dengan semangat yang telah digelorakan Paus Fransiskus dalam Laudato Si yang menyemangati orang untuk melakukan konservasi alam.

Madura harus menjadi contoh baik, pionir dalam urusan merawat kebhinnekaan Indonesia. Salah satu ‘penyatu’ pikiran dan semangat bersama itu adalah kegiatan menanam pohon bakau yang diampu oleh sekalian penggiat konservasi alam dari beberapa tokoh lintas agama.

Madura tidak mau latah dan juga tidak mudah berlatah, tidak mudah diprovokasi. Kami selalu bersikap sendiko dhawuh kepada para kiai, para pastor, bhiksu, dan para pemangku agama lainnya. Jika muncul suara sumbang,maka hal itu hanyalah sebuah letupan kecil, suara yang tida perlu didengarkan.

Marilah bersama-sama kita merawat dan menjaga kebhinekaan Indonesian dan keutuhan NKRI

Mereka yang katolik menyediakan waktu tersendiri untuk perayaan ekaristi.

Homaidy Ch menyuguhkan puisi berjudul Suara Angin

Alam tercipta atas dirinya
Sementara tubuh kita beranika
Lahir sebagai kepala bumi
>Dari  tanah  kita berjalan diatasnya,
tidur mata terpejam  yang sama
tubuh terlentang yang sama.
Inilah tempat hidup manusia
Dan kita kembali tanah

Sesungguhnya
Aku adalah tanah
>Menjadii tubuh manusia
Hanya tuk bersujud  pada segala kebesaranMu.

Fendi Kachonk – Pengasuh Komunitas Kampoeng Jerami

Komunitas Kampoeng Jerami dengan bahagia dan dengan kegembiraan yang luar biasa bisa terlibat dan sedikit memberi wawasan dan belajar bersama pada acara ini.

Mengingat kegiatan ini tidak cuma mengikat kebersamaan,  tapi lebih menguatkan keberagaman dan lebur dalam kemanusiaan. Konsep pertemuan yang dibangun luar biasa hikmad dan mampu membangkitkan semangat baru dalam melanjutkan perjuangan.

Saya memberi apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Romo Fadjar dan seluruh panitia.

Tak ada yang tak menarik dalam acara ini. Itu karena   acara ini mampu memberi ruang diskusi yang hangat penuh rasa kekerabatan. Jadi pertemuan ini adalah pertemuan yang luar biasa dan perlu ditindak lanjuti dengan hal-hal yang lebih kongkrit dan lebih besar lagi dengan ruang lingkup yang lebih luas.

Itu karena pada hakikatnya, semua orang itu sama. Semua orang penting diingatkan untuk mencintai lingkungan dan bersama-sama merawat semua ciptaan.

Para peserta camping keluarga lintas agama di Madura.

Rifan Khoridi –  La Ngetnik

Kemah Lintas Agama, ini adalah gagasan yang baru sama sekali. Merupakan sesuatu yang fresh banget di tengah-tengah carut-marut kondisi saat ini. Yakni, suasana saling curiga, saling tuduh, saling menjelekkan antar suku, ras dan agama. Saya rasa hal seperti ini sangat perlu sekali untuk dibuat agenda lanjutan.

Saya sebagai pemusik dan melihat dari sudut pandang musik ini adalah konsep harmoni atau orkestrasi yang sesungguhnya, tidak lagi perbedaan menjadi marjin untuk bersatu.

Muhshi Ramdlan dari Duta Perdamaian Madura

Manusia dilahirkan di dunia ini sebagai utusan. Karena sebagai utusan, maka manusia membawa tanggungjawab untuk menjaga apa yg menjadi tangggungjawabnya. Maka perlu manusia menyadari sebagai mahkluk sosial dan memberi mamfaat bagi dunia, bukan malah merusak akan ciptaannya.

Akhirnya,  orang banyak bicara tentang kebenaran menurut pandangan dirinya sendiri. Padahal, kebenaran itu hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, maka perlu kiranya kita saling memahami peran terhadap fitrah sebagai manusia yang dilahirkan secara berbeda-beda; tidak mungkin hal ini,  semuanya  menjadi sama. Maka,  perlu manusia menjaga kemanusian yang berbeda-beda itu.

Warisan agama, bangsa, dan yang lainnya ini tidak boleh menghalangi gerakan silaturrahmi antar agama, antar suku, ras.   Di sini kita hanya mampu berfikir bahwa kita ini memangah tidak sama, namun ingin berfikir untuk kemajuan kemanusian bersama-sama.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here