JUDUL tulisan ini barangkali agak “lebay” alias berlebihan. Tetapi kalau menyimak apa yang diceritakan John L. Allen Jr tentang Mgr. Suharyo di Aula Sinode, “kegemparan” itu memang sungguh terjadi.
John Allen adalah koresponden senior untuk National Catholic Reporter (NCR). Wartawan Amerika kelahiran Kansas ini wartawan kawakan. Roma adalah rumah keduanya. Kalau Vatikan punya “gawe”, John pasti selalu ada dan diundang.
Selain di NCR, kolom jurnalistiknya tentang Vatican dan Gereja Katolik juga dimuat di The New York Times, CNN, The Tablet, Jesus, Second Opinion, The Nation, the Miami Herald, Die Furche, dan the Irish Examiner.
John Allen pada tahun 2005 meluncurkan buku tentang “Opus Dei”.
Dia sampai dipanggil Tahta Suci dan Petinggi Opus Dei gara-gara buku yang menghebohkan ini. Judulnya: “Opus Dei: An Objective Look Behind the Myths and Reality of the Most Controversial Force in the Catholic Church”.
John Allen juga menulis buku tetang Paus Benedictus XVI. Buku ini sudah dia persiapkan sejak Kardinal Ratzinger belum terpilih menjadi Paus. Di pelbagai website Katolik Amerika, Inggris, Irlandia dan Australia, tulisan John Allen tentang Vatican dan Gereja Katolik, biasanya dikutip juga.
Pada salah satu tulisannya tentang Sinode Vatikan tanggal 19 Oktober 2012 yang lalu, Vaticanist dan spesialis Gereja Katolik ini menceritakan:
“Let’s face it: a Synod of Bishops, when some 300 prelates and other participants meet for three weeks to advise the pope on some topic, isn’t exactly a laugh riot. During the opening phase, one five-minute speech after another is presented, some of it lofty theological rhetoric and some of it heartfelt cris de coeur about specific situations. Little of it, however, is really calculated to tickle ribs. That made today’s presentation by Archbishop Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo of Jakarta, Indonesia, especially memorable, because he drew what one participant later described as “heartfelt laughter” while talking about a matter typically seen as especially ill-suited to comedic effect – liturgical translation”.
Begitulah, pada giliran presentasi tanggal 16 Oktober 2012, Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo membuat seluruh aula sinode meledak dengan tawa terbahak-bahak.
Kata John Allen: “Itu yang membuat presentasi Uskup Jakarta ini akan terus dikenang!”
Kiranya ini sama dengan para pastor kita di mimbar gereja. Kalau kotbahnya membuat umat terpingkal-pingkal, pasti kotbah itu akan dikenang dan diingat terus. “Kegemparan” seluruh peserta Sinode yang meledak dalam tawa spontan yang luar biasa dan nggak dibuat-buat (“heartfelt laughter”) ini, justru terjadi karena Uskup Jakarta ini tidak memberikan presentasinya dalam bahasa teologis tinggi.
Mgr.Suharyo memilih bahasa pastoral yang ringan, sederhana, mengalir namun cerdas dan kena, karena berasal dari pengalaman penggembalaan beliau bersama umat. Lagipula, peserta Sinode tidak boleh bicara panjang lebar. Bicara lebih dari 5 menit, mike pasti langsung dimatikan. (Bersambung)
Photo credit: Ist
Artikel terkait:
- Pijar Vatikan II di Tahun Iman: Mgr. Suharyo Menggemparkan Vatikan (12B)
- Pijar Vatikan II di Tahun Iman: Mgr. Suharyo Menggemparkan Vatikan (12C)