Pijar Vatikan II di Tahun Iman: Mgr. Suharyo Menggemparkan Vatikan (12C)

0
2,375 views

SAYA yakin, dengan mendengarkan paparan Mgr. Suharyo, para Uskup peserta Sinode langsung “menangkap” ingatan akan subsidiaritas gereja itu.

Kutipan Evangelii Nuntiandi no.4 yang diberikan oleh Bapak Uskup Jakarta itu, juga tepat sekali. Dasar subsidiaritas itu itu kepercayaan. Kalau antara pewarta dan yang diwartai tidak ada kepercayaan, maka tidak akan terjadi subsidiaritas. Kalau “pusat” tidak memberi kepercayaan bahwa “daerah” boleh memiliki “bahasa” yang sesuai untuk istilah-istilah gereja termasuk istilah liturgi, maka akan terjadi tragedi “dominus vobiscum” yang membuat aula sinode tertawa terbahak-bahak itu.

Saya yakin, Uskup Jakarta sengaja memilih kutipan Evangelii Nuntiandi karena pelbagai alasan.

Salah satunya saya rasa karena seruan apostolik Evangelii Nuntiandi dari Paus Paulus VI ini adalah seruan hasil Sinode pertama para Uskup pada bulan September 1974. Seruan Evangelii Nuntiandi yang dipromulgasikan Desember 1975 itu adalah follow-up dari hasil Sinode para Uskup ini.

Sementara banyak kalangan mengatakan, Paus sekarang yang “hebat dan intelek” ini, belum tentu akan memakai hasil Sinode bulan lalu, sebagus apa pun hasilnya. Pengamat sekelas John Allen-pun menyangsikan, apakah ide para Uskup dalam Sinode bisa lebih hebat dari ide Paus Benedictus XVI ini.

Maklum perkara yang satu ini, Paus ini memang “luar biasa hebat”.

Ngomong-ngomong tentang subsidiaritas, saya malah jadi ingat SMP Kanisius saya di Muntilan.

Dulu (nggak tahu sekarang), nama SMP Kanisius Muntilan itu adalah SMK (Sekolah Menengah Kanisius) Bersubsidi. Istilah bersubsidi untuk SMP saya itu mungkin karena sekolahnya milik Yayasan Katolik (Jesuit) tetapi guru-gurunya digaji (disubsidi) Pemerintah.

Mungkin ini juga salah satu alasan yang membuat SMP Kanisius saya di Muntilan itu masih “berjaya” sementara SMP Kanisius yang lain berguguran. Semoga prinsip “subsidiaritas” yang oleh Mgr. Suharyo diingatkan sebagai semangat Konsili Vatikan II, juga kita rasakan pijarnya.

Tidak sampai 5 menit, Mgr. Suharyo bicara pada Sinode. Namun sambutannya luar biasa. Di situs National Catholic Reporter (NCR) (*2), banyak sekali pembaca yang juga memberi komentar.

Ini beberapa komentar yang menarik:

  • Good historical anecdote, thank you! 
  •  Amazing how humour can slip past our defences and help us see a truth.
  •  Oh, dear. I am afraid Archbishop Suharyo may get himself in trouble. Someone not using the exact words as prescribed by Rome? Allowing people to respond in language that fits and suits the words as they are understood by the people and in a language structure that they understand? Under this pope?
  •  Are you having trouble understanding the words at Mass? Few, if any, people in the U.S. are having trouble understanding the words at Mass with the new translation. This example would only apply to us if the attempt was to make a translation such as “and with spirit yours.” That translation wouldn’t make sense, just like translating “credo” into “we believe” doesn’t make sense.
  •  Maybe it’s about the balance: making Mass reverent, eternal, and sacred, while at the same time relatable and understandable to us.

Dalam rangka refleksi nilai-nilai Vatikan II di Tahun Iman ini, saya tertarik pada komentar Craig B. McKee dari Hong Kong yang mengatakan:

Thank you, Bishop Suharyo. I hope you were staring a few of the Roman EVIL SPIRITS right in the face when you spoke. The liturgical adaptation process envisioned by Vatican II has been usurped (in the power grabbing sense of the word!) in favor of greater UNIFORMITY which is now being manipulated into mere textual CONFORMITY. And WHY? Because it is the one thing remaining where these petty curial bureaucrats can actually exert any real power!”.

Pada akhirnya, kita mesti menundukkan kepala seraya meyakini diri mengulang kata-kata wartawan besar John Allen: Archbishop Surhayo said: “Subsidiarty is the spirit of Vatican II”, and we all said “AMEN.

(Selesai)

Acuan:

  • http://www.vatican.va/ news_services/press/sinodo/documents/bollettino_25_xiii-ordinaria 012/02_inglese/b18_02.html;
  •  http://ncronline.org/blogs/ncr-today/laugh-line-liturgical-translation

Artikel terkait:


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here