MENGUTIP laman News.id, pengamat perpajakan Yustinus Prastowo dari Center for Indonesia Taxation Analysis menilai bahwa Menteri Keuangan periode 1988-1993 JB Sumarlin sebagai sosok langka yang pernah ada di Indonesia. Pasalnya, sosok ini merupakan pemimpin yang profesional dan berintegritas.
“Pak Sumarlin adalah sosok langka yang pernah hidup di Republik ini. Beliau adalah profesional yang berintegritas, memimpin dengan santun tapi tegas dan tidak berkompromi terkait hal-hal prinsip,” kata Prastowo.
Saya sependapat dengan mas Yustinus, rekan saya dulu di STF Driyarkara ini. Pak Marlin memang sosok yang langka.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, langka itu artinya jarang didapat, jarang ditemukan. Yang namanya pejabat, kepala, pimpinan kantor, menteri, dosen, guru, politikus, ekonom, pebisnis, ahli keuangan, jago menajemen, itu bisa kita temukan di mana pun dan kapan pun. Mau jadi terkenal pun sekarang ini gampang.
Cukup sering nongol di TV atau Youtube saja. Di zaman internet sekarang, untuk jadi “selebritis” atau “terkenal”, rasanya juga mudah. Yang lebih sulit, tentu saja mendapatkan status (dalam bahasa agama: panggilan) yang lebih “serius” seperti menjadi ayah, menjadi suami, atau menjadi pasangan hidup yang baik.
Namun ini pun juga tidak sulit ditemukan. Semua paroki-paroki kita masih cukup banyak memiliki awam-awam yang “kelakuannya” baik dan “concern” imannya sangat tinggi.
Pak Sumarlin menjadi tokoh yang langka karena ia menjalani semua jabatan dan status panggilannya itu dengan baik. Bahkan dengan sangat baik atau istimewa.
Pak Marlin pernah menduduki berbagai kursi Menteri. Mengepalai Lembaga Negara yang amat penting seperti BPK. Selama 27 tahun ia menyangga kabinet Presiden Soeharto. Ia menjadi salah satu arsitek terpenting ekonomi Orde Baru.
Sibuk tapi tetap mengajar
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengenang Sumarlin sebagai pahlawan yang telah memberikan kontribusi besar dalam bidang ekonomi. “Bagi kami, beliau adalah panutan,” kata Airlangga.
Pada kesempatan lain, Mari Pangestu, yang sekarang menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia, juga mengatakan: “Dengan wafatnya Prof. Sumarlin, kita sangat kehilangan tokoh dan panutan.”
Mari Pangestu juga menilai bahwa Pak Marlin itu tokoh yang andal. “Buktinya, menjadi menteri kepercayaan Presiden Soeharto selama empat periode”, ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mengenang Pak Marlin ketika ia kuliah di Fakultas Ekonomi UI.
“Saya adalah muridnya. Beliau dulu mengajar di Fakultas Ekonomi UI. Kalau datang mengajar, jas dilepas. Komitmennya luar biasa dalam mengajar. Meski sudah jadi menteri yang sangat sibuk, beliau tetap mengajar dengan sungguh-sungguh,” kenangnya.
Sri Mulyani juga mengingat Sumarlin sebagai sosok yang mengawal kebijakan liberalisasi di sektor keuangan, terutama perbankan dan pasar modal. Menurut dia, kebijakan itu membuat industri perbankan dan pasar modal tetap tumbuh dan mampu menyuntikkan likuiditas ke perekonomian.
Berani tidak populer
Selain itu, Pak Sumarlin juga berani mengeluarkan kebijakan tidak populer dalam menjaga kinerja perekonomian meski menghadapi tantangan gejolak harga minyak akibat Perang Iran-Irak di periode 1980-an.
“Kita bisa belajar banyak dari periode tersebut untuk bisa menjaga ekonomi Indonesia dan terus memperbaiki kebijakan ekonomi kita,” kata Sri Mulyani.
Sementara itu, Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto ikut mengenang Sumarlin sebagai figur berjasa dalam meletakkan tonggak kebijakan moneter di Indonesia.
Menurut dia, terobosan berupa Gebrakan Sumarlin Jilid I dan II mampu mengatasi kesulitan ekonomi yang dihadapi Indonesia pada era akhir 1980-an.
Pada tanggal 2 November 2016, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB-UI) memberikan penghargaan Wirakarya Adhitama kepada Prof. JB Sumarlin PhD.
Pemberian penghargaan ini adalah bentuk apresiasi tertinggi dari FEB-UI kepada seorang yang dinilai memiliki “Tokoh Kepeloporan”.
JB Sumarlin dinilai memiliki kualitas kepeloporan itu. Pak Marlin mendapatkan penghargaan paling bergengsi dari FEB-UI atas karyanya yang tak pernah henti dalam membangun bangsa melalui dunia pendidikan, dunia industri dan juga pemerintahan.
Untuk kampus UI dan FEB-UI khususnya, penghargaan Wirakarya Adhitama itu adalah penghargaan langka.
Ini semacam “Piala Oscar” bagi tokoh yang memang diakui pantas mendapatkannya. Dan JB Sumarlin memang pantas mendapatkan “Oscar” itu.
Dalam perjalanan karirnya yang begitu panjang di pemerintahan, Prof. Sumarlin dapat digolongkan sebagai sedikit putera terbaik bangsa. Rekam jejak pengalamannya pada masa pemerintahan Orde Baru adalah yang paling beragam dibandingkan para menteri lain.
Kecintaan Pak Marlin pada bangsa dan negara itu diwujudkannya dengan upayanya yang tinggi untuk selalu memberikan kontribusi maksimal dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat dan bangsa pada setiap jabatan yang diembannya.
Usianya yang telah senja tidak menghalangi Prof Sumarlin untuk tetap berkarya. Sebagai anggota Dewan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Prof. Sumarlin tetap berupaya memberi sumbangsih pada alma mater yang dicintainya.
Prof. JB Sumarlin Ph.D tentu saja juga sangat dihormati oleh rekan-rekannya mengajar di FEB-UI.
Prof Subroto misalnya mengatakan Pak Marlin itu tokoh yang sangat “mumpuni” (mahir di segala bidang). Pelbagai bidang ekonomi, keuangan, manajemen, industri, perbankan, semua dikuasai dengan baik.
Pak Marlin merupakan salah satu tokoh Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI yang memiliki banyak penghargaan. Selain pernah dinobatkan sebagai Menteri Keuangan Terbaik versi Euromoney dan Asia Money, Prof. Sumarlin juga pernah menyandang sejumlah penghargaan bergengsi.
Atas jasanya pada masa perang kemerdekaan, Prof. Sumarlin memperoleh penghargaan Bintang Mahaputra Adiprana III pada tahun 1973.
Prof. Sumarlin juga memperoleh penghargaan Bintang Groot kruis in de Orde van Leopold II dari Pemerintah Belgia pada tahun 1975.
Dua tokoh “pembawa bendera Katolik”
Sejarah mencatat, hanya ada dua orang Katolik di negeri ini paling sering diangkat menjadi menteri, yaitu Frans Seda dan Sumarlin.
Rekor dua orang ini di Indonesia, entah sampai kapan, nampaknya mustahil akan pernah terpecahkan.
- Frans Seda pernah menjadi Menteri dalam kabinet dua Presiden: Soekarno dan Soeharto. Sumarlin menjadi Menteri dalam Kabinet Soeharto saja.
- Frans Seda menjadi Menteri Perkebunan dan Pertanian dari tiga Kabinet Sukarno, yaitu pada Kabinet Kerja 4, Kabinet Dwikora 1 dan Kabinet Dwikora 2. Kemudian menjadi Menteri Keuangan pada era Kabinet Soeharto yaitu pada Kabinet Ampera 1 dan Kabinet Ampera 2.
- Dan terakhir, Frans Seda menjadi Menteri Perhubungan di era Soeharto pada Kabinet Pembangunan 1. Kalau Frans Seda menjabat di empat Kementerian (Kehutanan, Pertanian, Keuangan dan Perhubungan), Sumarlin sedikit lebih “unggul” dalam ragam Kementerian dan Lembaga Negara yang pernah dipimpinnya.
- Sumarlin pernah menjabat sebagai Menteri PAN, Bappenas, P dan K (ad interim), Menteri Keuangan, Kepala BPK dan Ketua Dewan Moneter RI.
- Kalau ditotal sejak masuk menjadi Menteri pada Kabinet Dwikora 1 (1966), Frans Seda menjadi menteri selama 9 tahun, sedang Sumarlin total menjadi Menteri era Presiden Suharto selama 27 tahun (kalau jabatan Kepala BPK ikut dihitung).
Rekor kedua tokoh Katolik ini, Frans Seda dan Sumarlin rasanya tidak akan pernah bisa diulang lagi dalam sejarah negeri ini. Apalagi rekor Prof. JBSumarlin Ph.D sebagai satu-satunya orang Katolik di bumi Indonesia ini, yang pernah menjabat Menteri selama lebih dari seperempat abad. Bukan main.
Inilah daftar naman para Menteri Katolik pada zaman pemerintahan Presiden Soeharto:
Kabinet Ampera 1 (25 Juli 1966-14 Oktober 1967)
- Menteri Keuangan: Frans Seda.
- Menteri Perkebunan: PC Harjasudirdja.
Kabinet Ampera 2 (14 Oktober 1967-6 Juni 1968)
- Menteri Keuangan: Frans Seda
Kabinet Pembangunan 1 (10 Juni 1968-28 Maret 1973)
- Menteri Perhubungan: Frans Seda
Kabinet Pembangunan 2 (28 Maret 1973-29 Maret 1978)
- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Ad Interim: JB Sumarlin (18 Desember 1973– 22 Januari 1974).
- Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara/Wakil Kepala Bappenas: JB Sumarlin.
Kabinet Pembangunan 3 (31 Maret 1978-19 Maret 1983)
- Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara: JB Sumarlin.
- Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat: Cosmas Batubara.
Kabinet Pembangunan 4 (19 Maret 1983-21 Maret 1988)
- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Ad Interim: JB Sumarlin (3 Juni 1985-29 Juli 1985).
- Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas: JB Sumarlin.
- Menteri Negara Perumahan Rakyat: Cosmas Batubara.
- Panglima ABRI: Jenderal TNI LB Moerdani (sampai 24 Februari 1988).
Kabinet Pembangunan 5 (23 Maret 1988 – 17 Maret 1993)
- Menteri Pertahanan Keamanan: Jenderal TNI LB Moerdani.
- Menteri Keuangan: JB Sumarlin.
- Menteri Tenaga Kerja: Cosmas Batubara.
- Menteri Muda Perdagangan: Soedradjad Djiwandono.
- Menteri Muda Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Ketua Bappenas: Bernardus Sugiarta Muljana.
Kabinet Pembangunan 6 (17 Maret 1993 – 14 Mei 1998)
- Gubernur Bank Indonesia: Soedradjad Djiwandono (sampai 11 Februari 1998)
Kabinet Pembangunan 7 (16 Maret 1998 – 21 Mei 1998)
- Tak ada menteri atau pejabat setingkat menteri yang Katolik.
Jabatan penting JB Sumarlin yang lain, juga ketika tidak berada dalam Kabinet:
- Anggota MPR RI (1972).
- Wakil Sekjen KORPRI (1971-1972).
- Anggota Governing Council, Regional Training and Research Institute, ESCAP, Bangkok (1970-1978).
- Gubernur Bank Dunia untuk Indonesia (1988-1993).
- Gubernur ADB (Bank Pembangunan Asia) untuk Indonesia (1988-1993).
- Ketua Dewan Moneter RI (1988-1993)
- Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (11 Agustus 1993-9 Desember 1997)
Bagi rekan-rekan umat Katolik, yang sering merasa bahwa “garam dan terang” itu akan lebih berdaya guna kalau ada orang Katolik yang ada di pemerintahan, maka memang harus dicatat bahwa Presiden Soehartolah satu-satunya presiden di negeri ini yang pernah memberi porsi paling banyak kepada Menteri atau Wakil Menteri Katolik.
Pada Kabinet Pembangunan 4, ada dua nama menteri Katolik dan satu nama Katolik yang ditunjuk sebagai Pangab. Kabinet Pembangunan 5 akan tercatat sebagai “kabinet rekor” Katolik.
Ada 5 nama orang Katolik ditunjuk menjadi Menteri dan Menteri Muda pada Kabinet Pembangunan 5 itu. Kurun waktu 1983 sampai 1993, boleh dibilang sebagai “dekade keemasan” politikus Katolik.
Dan ketika politik sektarian kemudian “dimainkan” oleh Pak Harto bersama para penasehat di sekelilingnya pasca LB Moerdani, hanya seorang Soedradjad Djiwandono-lah, satu-satunya orang Katolik yang tampil menjadi Gubernur Bank Indonesia pada Kabinet Pembangunan 6.
Bahkan kemudian, tak ada orang Katolik sama sekali pada Kabinet Pembangunan 7 yang hanya berumur 14 bulan sebelum Pak Harto lengser.
Begitulah, sejarah akan tetap mencatat: tak akan pernah ada lagi sosok seperti Sumarlin, seorang Katolik yang pernah menjadi Menteri 25 tahun lebih.
Nyaris sepertiga hidup Sumarli, dihabiskan sebagai menteri dan pejabat penting di negeri ini. Memang, tak akan pernah ada lagi orang seperti Sumarlin. Sampai kapan pun. (Berlanjut)