Pijar Vatikan: Selamat Bahagia di Surga, Mas Wendo (31I)

0
567 views
Kenangan kami bersama Arswendo. (Ist)

DI kawasan Kuningan, ada hotel bagus yang punya restoran ramai. Buffet di resto itu mewah, lengkap, enak, memenuhi lidah pelbagai selera orang dan kebangsaan. Kalau mau makan di situ,  orang mesti pesan jauh-jauh hari sebelumnya.

Setiap kali Grace mengajak saya makan di buffet yang menyediakan makanan sebanyak itu, hampir pasti saya malah jadi “sumlengeren”. Maunya makan banyak, tetapi makanan enak yang telah tersedia di depan mata, malah membuat kenyang duluan.

Itu juga yang saya alami kalau saya mengenang Mas Arswendo. Hati saya “sumlengeren”.

Tiba-tiba saja semua kebaikan Mas Wendo, hadir dan terbayang jelas. Terlalu banyak cerita manis dan kenangan hebat yang saya alami bersama Mas Wendo.

Semua itu seperti santapan lezat yang tersaji di depan mata. Rasanya semua itu ingin saya santap, saya “nikmati”.

Tidak terasa, 40 hari sudah Mas Arswendo pergi meninggalkan kita semua.

Tanggal 6 April 2018, kami sekeluarga, saya dan adik saya paling kecil, ketemu Mas Wendo dan putrinya di Terminal 3 Bandara Soetta. Kami sama-sama satu pesawat Garuda mau ke Solo.

Teman SMA Seminari Mertoyudan kami yang tinggal di Solo punya hajatan menikahkan puterinya. Kebetulan dia Masih sepupu dekat isteri adik saya. Saya sama sekali tidak mengira, bahwa itu adalah pertemuan saya terakhir dengan Mas Wendo.

Mas Wendo, benar kata panjenengan: “Bagian terberat dari perpisahan, bukanlah saat melambaikan tangan. Bagian terberat adalah hari-hari sesudahnya” (Dua Ibu).

Tanpa kehadiran penjenengan di dunia ini, Mbak Agnes, putra putri, para cucu dan kami semua sungguh merasa kehilangan. Rasanya ada yang hilang dalam hidup kami.

Dan yang hilang itu adalah hal yang selama ini membuat kami bisa tertawa, bisa tetap tegak melawan tuntutan hidup yang terkadang kami rasakan amat berat ini. Dalam diri Mas Wendo, rasanya setiap Masalah itu jadi mudah.

Supaya kami mulai tenang dan bisa “memotret” hidup dari sudut pandang yang baik yaitu penuh syukur seperti teladanmu, barangkali kami perlu mencerna lagi lebih baik kata-kata warisanmu: “Manusia itu menunggu untuk mati. Kehidupan justru terasakan dengan menunggu. Makin kita menikmati cara menunggu, makin tenang dalam hati (Canting)”.

Terima kasih Mas, dalam hidup ini saya pernah diberi Tuhan kesempatan bertemu penjenengan. Doakanlah dan temani kami selalu agar ke depan kami memiliki hati yang bijaksana dalam mengisi waktu kehidupan ini. Waktu yang intensif, kreatif, penuh pesona seperti yang penjenengan lalui.

Benar kata penjenengan: “Kenangan tak akan pernah dikalahkan oleh waktu. Justru kenangan menang dengan waktu. Makin lama berlalu, kenangan makin bermutu. Ingatlah itu. (Suamiku jatuh cinta pada jam dinding).

Sugeng sare Mas Wendo. Bawalah banyak canda dan tawa di surga sana. Teman-teman yang sudah mendahului kami, pasti membutuhkan itu.

Dalam doa dan kenangan kami yang tak pernah putus

A. Kunarwoko

28 Agustus 2019 Pada Pesta Nama Pelindung Santo Agustinus.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here