HINGGA saat ini, jumlah Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK) yang bernaung di bawah Kementerian Agama RI di seluruh Indonesia berjumlah 22 sekolah. Untuk di Kalimantan Barat, sebelumnya sudah ada dua SMAK di Kabupaten Landak dan Bengkayang.
Tahun ini, bertambah satu lagi SMAK di Kalimantan Barat, yakni SMA Santo Thomas di Dusun Terentang, Desa Subah, Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau. Ini merupakan sekolah berciri khas Katolik, dengan 40 persen kurikulumnya memuat ajaran Katolik, dan 60 persen lainnya merupakan kurikulum umum.
Pada tahun ajaran 2016-2017 ini, SMAK Santo Thomas Terentang bersiap memulai tahun ajaran pertama. Di seluruh Kecamatan Tayan Hilir, ini akan menjadi Sekolah Mengenah Atas (SMA) kedua di daerah tersebut, karena sebelumnya sudah ada sebuah SMA Negeri.
SMAK St. Thomas di Sanggau
Kepala Bimas Katolik Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sanggau, Daniel, mengatakan, SMAK Santo Thomas sebenarnya telah mendapatkan izin operasional dari Direktorat Jenderal Bimas Katolik, Kementerian Agama RI pada tahun 2015.
Namun karena berbagai kendala, sekolah ini baru bisa diwujudkan pada 2016. Daniel menuturkan, dari 15 kecamatan di Kabupaten Sanggau, tidak ada yang menyanggupi untuk menjadi lokasi merealisasikan sekolah ini.
Kini, setelah akhirnya mengantongi rekomendari dari Uskup Keuskupan Sanggau Mgr. Giulio Mencuccini CP dan DPRD Sanggau, realisasi sekolah ini sudah di depan mata. Masyarakat di Dusun Terantang menyambut baik, tidak sebatas perkataan tetapi dengan kerelaan menghibahkan tanah seluas 2,5 hektare.
“Ini akan menjadi sejarah baru bagi perkembangan Katolik di Kabupaten Sanggau. Sekolah ini dirancang sebagai Katolik Centre di kabupaten ini, yang fungsinya sebagai pusat pembinaan iman. Pelajaran agama Katolik akan lebih difokuskan secara lengkap, mulai dogma, etika moral, sejarah gereja, katakese, liturgi, yang tidak didapatkan di sekolah umum,” kata Daniel.
Ia menambahkan, sekolah Katolik milik swasta sudah cukup banyak di kabupaten itu. Namun sekolah dengan ciri khas Katolik dan berada di bawah Kementerian Agama RI, baru SMAK Santo Thomas-lah satu-satunya di Kabupaten Sanggau. “Karena ini baru mulai, maka dibutuhkan banyak pionir yang rela berjuang dimulai dari ketiadaan. Pada tahun kedua dan seterusnya, semoga pembangunan gedung milik sendiri sudah bisa dimulai,” kata Daniel.
Siap menerima murid baru
Pihak penyelenggara telah menggelar pertemuan perdana dengan calon guru dan orangtua bakal siswa bersama Bimas Katolik di Gedung Sekolah Dasar Negeri (SDN) 44 Terentang pada 12 Mei 2016. Pada kesempatan itu dinyatakan SMAK ini siap menerima siswa baru dalam rentang 1 Juni hingga 1 Juli.
Pada tahun-tahun awal, ruang kelas meminjam gedung SDN 44 sebagai kelas, dan penyelenggara sudah secara resmi mengajukan peminjaman gedung kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Sanggau. Karena masih meminjam gedung, proses belajar di SMAK ini akan berlangsung siang hari.
Di lahan yang dihibahkan masyarakat Desa Subah, direncanakan akan dibangun sejumlah fasilitas. Tidak hanya gedung sekolah, tetapi juga asrama putra dan putri, ruangan retret, kebun dan ternak-ternak, serta fasilitas pengembangan keterampilan.
Tak sebatas belajar, para siswa diarahkan untuk menjadi “garam dan terang” bagi umat Katolik di sekitar. Kelak sebagai bagian dari proses belajar, para siswa akan dibimbing menjadi kader Katolik yang berkeliling kampung mengunjungi umat, untuk memimpin ibadat, ataupun kegiatan keimanan lainnya sesuai skala mereka.
“Jadi, anak didik di sini nantinya diharapkan menjadi kader Katolik yang tangguh, serta memiliki keterampilan yang memadai untuk melanjutkan kuliah atau terjun ke masyarakat,” tambah Daniel.
Lokasi lahan yang dihibahkan masyarakat itu sangat strategis, karena berada di pinggir jalan Trans Kalimantan. Jalur ini terkoneksi menuju Provinsi Kalimantan Tengah, dan juga mengarah ke negeri tetangga, Serawal Malaysia dan Brunei Darussalam.
Kepala SMAK Santo Thomas, Petrus Kanisius Mu’in, mengatakan, ada 23 calon guru yang siap menjadi sukarelawan. Para guru ini berasal dari berbagai disiplin ilmu, bahkan di antaranya tercatat sebagai praktisi, sehingga diharapkan pelajaran yang disampaikan lebih menyentuh kenyataan di lapangan. “Melihat pengalaman dua SMAK yang ada di Kalimantan Barat, yaitu di Kabupaten Landak dan Bengkayang, biasanya pada tahun kedua sejak dimulai sekolah, baru bisa mulai membangun gedung,” kata Mu’in.
Beberapa waktu lalu, Mu’in juga telah mengikuti Bimbingan Teknis di Bali yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bimas Katolik, untuk menyusun berbagai dokumen terkait pendirian sekolah, termasuk proposal pembangunan gedung. Proposal itu diharapkan bisa diakomodir dalam pos pembiayaan Kementerian Agama RI mulai tahun 2017. “Mungkin banyak pihak meragukan pendirian sekolah ini, tetapi itu hal yang wajar karena kami baru memulai semuanya dengan apa yang ada, bahkan tenaga guru banyak sebagai relawan. Tetapi, sekolah ini sah di bawah Kementerian Agama, tergantung bagaimana kita berjuang mewujudkannya,” kata Mu’in.
Ada empat Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdekat dengan lokasi itu. Tahun ini SMP-SMP itu meluluskan siswa kelas 3 sekaligus potensi-potensi siswa perdana SMAK Santo Thomas. Tahun pertama dialokasikan setidaknya minimal terpenuhi 20 siswa baru, dan jika lebih dari itu justru semakin bagus. Sebab kehadiran sekolah ini bisa meringankan beban para orangtua, yang untuk menyekolahkan anaknya harus menempuh jarak cukup jauh ke pusat kecamatan.
“Kiranya ini menjadi setitik terang baru bagi orang-orang di sekitar, untuk melihat masa depan generasi muda yang lebih luas. Meski berada di daerah yang relatif jauh dari perkotaan, tetapi kami memiliki harapan besar anak didik di sini nanti bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman,” harap Mu’in.
Sekolah ini tak bisa berjalan sendiri. Masih dibutuhkan banyak sukarelawan dan dermawan yang merasa terketuk dan terpanggil, untuk turut mewujudkan cita-cita ini. Mu’in berharap, selain dari pemerintah, semoga banyak kalangan di mana pun berada, terketuk hatinya memberikan perhatian.
Tidak semata-mata kontribusi berupa materi, tapi terlebih doa agar segala upaya memajukan pendidikan dan iman Katolik, bisa terlaksana sebaik-baiknya. Apalagi, lokasi sekolah ini bakal melingkupi masyarakat sekitar yang dominan masih hidup bersandar pada kemurahan alam.