ABAD-21 adalah zaman ‘emas’ bagi perkembangan teknologi dan informasi di mana hampir semua orang memiliki gadget yang selalu dipegang di tangannya. Anak kecil hingga orang dewasa sulit untuk ‘melepaskan’ dirinya dari gadget yang mereka miliki.
Baik untuk sekedar mengecek pesan maupun berbagi momen kepada teman-teman followers Instagram. Tagar-tagar mengisi feeds Instagram dan jutaan foto menghiasi feeds Instagram setiap harinya.
Namun, apakah kita sadar bahwa banyak sekali hal yang menjauhkan diri kita dari Tuhan?
Sebut saja seperti berita hoaks maupun perilaku ‘memamerkan’ kehidupan hedonis kita kepada orang yang sebenarnya kurang pantas untuk ditunjukan ke mata publik maupun kepada sekitar kita.
Hal yang penulis ingin soroti dalam hal ini adalah penyebaran berita hoaks yang terus saja berlangsung di sekitar kita. Hal ini penulis lakukan, karena penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum yang sadar dan merasa bahwa tema ini jarang sekali diangkat terutama dalam konteks keagamaan.
efek perkembangan teknologi informasi
Hidup di zaman ini cukup sulit, karena kita tidak dapat membedakan hal yang benar atau salah, yang asli atau palsu. Itu karena kecepatan berita yang menyebar sangat cepat. Hal itu membuat kita terkadang main percaya saja mengenai suatu hal dan ikut terhasut berita-berita yang tersaji atau bahkan ikut menyebarkan berita palsu ini demi kepentingan pribadi.
Mari kita ambil contoh dari Ananias, seorang murid Yesus yang menjual tanahnya bersama Safira isterinya. Ia lalu mengatakan, hasil penjualan tanahnya diberikan ‘seluruhnya’ kepada orang yang membutuhkan. Padahal, sejatinya ia hanya memberi setengah dari yang ia dapatkan dari hasil menjual tanahnya tersebut.
Dari sini kita bisa klihat bahwa ia mejual tanahnya hanya untuk dapat dilihat sebagai orang yang ‘bijak’ dan ‘dermawan’ sehingga derajat dan namanya dapat diangkat tinggi oleh orang sekitarnya.
Banyak orang di dunia ini yang menyebarkan berita palsu hanya untuk kepentingannya sendiri. Tidak usah jauh-jauh kita melihat, di Indonesia saja banyak yang menyebarkan berita hoaks, terutama mendekati Pilpres 2019 di mana banyak sekali orang yang ,melakukan black campaign untuk menaikan popularitas semata tanpa memikirkan efeknya.
Penulis sendiri mengalami beberapa teman di grup WA yang menyebarkan berita mengenai seorang lelaki tua yang ‘berprofesi’ pengemis. Teman-teman penulis meminta anggota grup untuk membantunya dalam bentuk apa pun.
Namun beberapa hari kemudian, “sang pengemis” itu malah ditangkap oleh Satpol PP dan ternyata ia membawa uang Rp 30 juta dan mengaku mendapat Rp 400 ribu sehari hanya dari mengemis.
Walaupun teman penulis ini secara tidak langsung dan memiliki maksud baik untuk membantu orang yang membutuhkan, hal ini tetaplah salah. Yakni bahwa ia telah menyebarkan berita palsu.
Sekedar penutup dari pandangan penulis ini. Teknologi ibarat sebuah pisau bermata dua: dapat digunakan untuk menyebarkan kebaikan dan dapat pula digunakan untuk menyebarkan kejahatan dan kedengkian di dunia ini. Ini tergantung dari pola pikir dan kekuatan iman kita sendiri untuk menentukan posisi kita di antara dunia yang terus berkembang dengan pesat ini.