Pra Paroki Botong, Sentra Pelayanan Pastoral Jesuit di Kawasan Pedalaman Keuskupan Ketapang, Kalbar (2)

0
938 views
Romo Philipus Bagus Widyawan SJ yang akan bertugas pastoral di Paroki Balai Berkuak dengan fokus pengembangan Pra Paroki Botong, Keuskupan Ketapang, Kalbar. (Ist)

SEPANJANG sering keluyuran di wilayah pastoral Keuskupan Ketapang di Kalbar, jarang terdengar di telinga saya nama “Botong”.

Botong saat ini masih berstatus pra paroki. Menjadi bagian dari layanan pastoral Gereja Santo Martinus Paroki Balai Berkuak.

310 km dari Ketapang

Paroki Balai Berkuak itu sendiri jaraknya lumayan jauh dari “pusat kota” Ketapang. Setidaknya sekitaran 310 km dari Ketapang.

“Butuh waktu sedikitnya 7-8 jam perjalanan naik mobil dari Ketapang menuju Balai Berkuak,” tutur Sekretaris Keuskupan Ketapang Romo Simon Yogatomo Pr menjawab Sesawi.Net.

Jalan darat lumayan parah dari “pusat kota” Ketapang menuju Balai Berkuak. Kalau pun sudah nyaman perjalanan, maka hal itu baru terjadi setelah Pebihingan.

“Lantaran sudah ada jalur rute Trans Kalimantan,” papar Romo Simon Pr.

Menurut Markus Mardius, orang Dayak asli dari kawasan pedalaman Ketapang, sekarang ini ada jalan aspal rusak di kawasan dekat Sungai Melayu dan Indotani.

“Itu yang bikin perjalanan darat dari Ketapang ke Balai Berkuak jadi super lama. Lama perjalanan darat dari Pontianak ke Balai Berkuak, malah bisa lebih singkat. Kurang lebih hanya sekitaran empat jam saja saja. Lantaran sudah ada jalan mulus beraspal karena melalui jalan Trans Kalimantan,” tulis Markus.

Jesuit berkarya di Pra Paroki Botong, Balai Berkuak

Hari Kamis tanggal 19 Agustus 2021 ini, Provinsial Ordo Serikat Yesus (Jesuit) Romo Benedictus Hari Juliawan SJ memberi kejutan. Dikatakan pasca seremoni tahbisan imamat kedelapan imam baru.

Romo Philipus Bagus Widyawan SJ yang hari Kamis siang tadi telah menerima Sakramen Imamat dan ditahbiskan menjadi imam Jesuit sudah diputuskan akan mengampu tugas di Kalbar.

Ia dibenum Provinsial SJ dan mendapat tugas pengutusan akan menjadi Pastor Rekan di wilayah pastoral Keuskupan Ketapang, Kalimantan Barat.

Berasal dari Paroki Bayat di Klaten, Romo Wawan SJ -demikian dia biasa disapa akrab- akan tinggal di Paroki Balai Berkuak.

Namun punya tugas khusus dengan fokus bisa mengembangkan Pra Paroki Botong agar nantinya bisa menjadi paroki mandiri.

Jalur sungai atau jalur gunung menuju Botong

Botong itu lokasinya di wilayah “antah berantah”.

Butuh daya tahan fisik dan nyali baja untuk bisa menempuh perjalanan menegangkan dari “pusat kota” Balai Berkuak menuju Botong.

Ada dua moda transportasi yang biasa digunakan orang dari Balai Berkuak menuju Botong.

“Bisa jalan darat, tetapi harus melalui tekstur jalan-jalan pegunungan, tebing, dengan kondisi jalan darat “apa adanya”. Butuh kelihaian mengemudi melalui jalur ini. Lainnya adalah moda transportasi melalui sungai,” terang Romo Simon Pr.

Lama perjalanan dari Balai Berkuak juga sangat bervariasi. Kalau naik motor bisa 2-3 jam. Dan itu tergantung dari kepandaian pengemudi mengendalikan kendaraannya.

“Kalau melalui sungai bisa lebih cepat, yakni sekitaran 1,5-2 jam. Tapi ya juga tergantung musimnya. Kalau terjadi banyak hujan, maka tingginya permukaan air akan nyaman bagi laju kapal motor,” jelas Romo Simon yang beneran seorang “tukang insinyur” teknik sipil lulusan universitas swasta di Yogyakarta.

Kepada Sesawi.Net, Markus Mardius menuturkan kisahnya tersendiri sebagai berikut.

“Perjalanan dari Paroki Santo Martinus, Balai Berkuak ke Desa Botong bisa ditempuh dengan naik kendaraan bermotor satu-satunya sekitar tiga jam. Pada saat musim hujan, kondisi jalan menjadi acak kadut.

Harus berani melewati jalan “semi tikus” yang berlika-liku, turun-naik bukit yang berpotensi menjadi penyebab terjadinya banyak kasus kecelakaan, bila betul-betul belum mahir mengendarai motor.

Jalanan berlumpur atau memang tidak ada jalan dan harus meniti miting adalah hal biasa dialami Uskup dan para pastor yang berkarya di Keuskupan Ketapang. (Ist)

Harus bawa tengki bensin cadangan

Lebih ngenes lagi, kata Markus, setiap pemotor pun juga harus bersiap diri dengan membawa 2-3 jerigen bensin cadangan. Untuk jaga-jaga, kalau tengki motor sampai kehabisan bensin dalam menempuh perjalanan jauh super seru ini.

Demikian tulis Markus Mardius.

Markus ikut mengisi bagian dari sebuah buku tebal bertitel Jalan Berlumpur, Sungai Beriam: OSA Membangun Ketapang sebanyak 732 halaman.

Buku tebal bertitel “Jalan Berlumpur, Sunga Beriam: OSA Membangun Ketapang”. (Mathias Hariyadi & Royani Ping)

Rangkaian kesaksian riil itu dia tulis berangkat dari kisah hidupnya sendiri sebagai anak pedalaman hingga sampai bisa sekolah di “kota” Ketapang.

Berikutnya, atas sponsor Uskup pertama Keuskupan Ketapang almarhum Mgr. Gabriel Wilhelmus Sillekens CP, Markus boleh mendapat kesempatan bisa bersekolah di Jawa. Tepatnya di Seminari Mertoyudan dan kemudian di IKIP (kini Universitas) Sanata Dharma serta kemudian diterima bekerja di PT Freeport Indonesia.

Enam kampung

Masih menurut Markus Mardius, sebelum sampai di desa Botong, maka perjalanan darat itu akan melewati enam lokasi kampung. Yakni, Balai Berkuak, Tahak, Mungokrasa, Kangking, Giet, Sui Bansi, Mpasi, dan baru kemudian sampailah di Botong.

“Sekitar 90% masyarakat Botong adalah umat Katolik,” demikian tulis Markus “Ius” Mardius menjawab Sesawi.Net.

Kabar-kabur juga menyebutkan masih akan ada 1-2 Jesuit lain lagi yang akan ditugaskan membantu pengembangan karya kategorial di Keuskupan Ketapang. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here