PAUS Fransiskus tiba-tiba saja mengejutkan semua orang. Ketika tanpa pemberitahuan sebelumnya, tanggal 19 Maret 2022 lalu, beliau langsung memerintahkan penerbitan Konstitusi Apostolik baru.
Teks ini mengkodifikasi reformasinya untuk Kuria Roma.
Teks baru itu secara resmi mengambli nama: Praedicate Evangelium. Artinya, “Beritakanlah Injil”.
Dan yang lebih menarik lagi, Konstitusi Apostolik untuk keperluan Kuria Roma ini hanya diterbikan dalam bahasa Italia saja. Tidak disertai terjemahan dalam beberapa bahasa sebagaimana kebiasaan Tahta Suci manakala merilis dokumen-dokumen resmi kepausan.
Dari abad ke-16
Konstitusi pertama yang mengatur Kuria Romawi itu dulunya berasal dari abad ke-16. Dokumen-dokumen yang lebih baru untuk “mereformasi” struktur pemerintahan Vatikan sebenarnya juga pernah diterbitkan oleh:
- Paus Paulus VI tahun 1967. Jadi, hanya dua tahun setelah berakhirnya Konsili Vatikan II.
- Paus Yohanes Paulus II tahun 1988; dengan maksud agar lebih “sesuai dengan eklesiologi yang dijabarkan” oleh Konsili Vatikan II.
Edisi Konstitusi Praedicate Evangelium yang terbaru ini –dengan isinya mencakup 54 halaman dengan 250 artikel- adalah buah upaya Paus Fransiskus bersama delapan kardinal selama sembilan tahun masa jabatannya.
Dikerjakan bersama dengan tujuan ingin mengubah etos dan merombak struktur aparatur pemerintahan Vatikan.
Tujuannya adalah ingin bisa membuat Kuria Roma lebih sesuai:
- untuk misi pemberitaan injili;
- untuk membantu Paus dalam pelayanannya sebagai gembala kepala Gereja universal.
Ini bukan “revolusi”
Dokumen Konstitusi Baru Praedicate Evangelium ini tidak menandai sebuah revolusi. Karena, sejujurnya, struktur dasar yang dulu telah dibuat oleh Paus Sixtus V tahun 1588 silam itu hampir sepenuhnya (masih) utuh.
Nama-nama dan ruang lingkup kompetensi lembaga pemerintahan atau “departemen” Tahta Suci tertentu memang telah diubah. Beberapa malahan telah digabungkan. Sementara, yang lain telah dihapus atau ditiadakan.
Ada juga beberapa lembaga bentukan baru. Memang sengaja dibentuk sesuai kebutuhan saat ini.
Hampir tidak ada perubahan yang mengejutkan.
Paus Fransiskus telah menerapkan sebagian besar darinya selangkah demi selangkah selama beberapa tahun terakhir untuk proses perubahan semangat dan etos kerja lembaga pemerintahan Tahta Suci.
Namun, Paus Fransiskus sesungguhnya juga telah menulis beberapa perubahan besar ke dalam teks hukum baru ini.
Awam dapat pegang “peran pemerintahan”
Pembukaan Praedicate Evangelium itu sendiri menyatakan sebagai berikut.
Bahwa “pembaruan” (aggiornamento) Kuria yang baru ini harus membuka kesempatan untuk keterlibatan awam, baik perempuan dan laki-laki (laiche e laici), dalam peran-peran pemerintahan dan tanggungjawab.” (Bagian I, par. 10).
Memberi kepada kaum awam “peran-peran pemerintahan” di kantor-kantor yang membantu Paus dalam tugas-tugas pastoralnya bagi Gereja universal merupakan suatu perubahan penting.
Setiap anggota umat beriman yang dibaptis nantinya akan dapat memimpin sebuah Dikasteri atau Badan. Semua itu ya tergantung pada kompetensi, kuasa pemerintahan, dan fungsi yang dimiliki entitas-entitas tersebut. (Bag. II, par. 5).
Dan orang boleh beranggapan bahwa prinsip yang sama itu juga dapat diterapkan di tingkat lokal (baca: Keuskupan-keuskupan regional).
Seorang uskup nantinya bisa dan boleh saja mendelegasikan tanggungjawab di bidang tertentu kepada kaum awam.
Kuria bertugas melayani para uskup lokal
Pergeseran lain juga mencerminkan keinginan Paus Fransiskus. Yakni, beliau ingin mewujudkan “desentralisasi yang sehat” atas kewewenangan untuk membuat keputusan di Gereja Katolik,
Caranya, ya dengan memberi lebih banyak kewewenangan seperti itu kepada para uskup diosesan. Terutama melalui konferensi-konferensi uskup nasional dan regional.
Sampai waktu, ketika Paus Fransiskus mulai mengubah cara pemerintahan dijalankan di Vatikan -kantor Kuria Roma secara tradisional berfungsi sebagai jembatan – malahan sering sebagai penghalang- antara Uskup Roma dan uskup-uskup setempat.
Pembukaan Praedicate Evangelium berusaha ingin memperbaikinya dengan menyatakan prinsip panduan ini:
“Kuria Romawi tidak berdiri di antara Paus dan para uskup. Melainkan menempatkan dirinya untuk melayani keduanya dengan cara yang sesuai dengan sifat masing-masing.” (Bag. I, par. 8).
Kerja sama sinodal
Pokok ketiga dalam dokumen baru juga penting untuk diperhatikan, karena menyangkut hubungan Kuria Roma dengan Sinode Para Uskup.
Lembaga permanen ini, yang dipimpin oleh Paus Roma, bukanlah bagian dari Kuria.
Dengarkan apa yang dikatakan Konstitusi Apostolik:
“Lembaga-lembaga Kuria harus bekerjasama, sesuai dengan kompetensi khusus masing-masing, dalam kegiatan Sekretariat Jenderal Sinode” (Bagian III, Pasal 33).
Teks tersebut dengan sengaja telah menggunakan istilah “Sinode” daripada “Sinode Para Uskup”.
Kemudian juga dikatakan:
“Sinode menyediakan kerjasama yang efektif kepada Paus; menurut cara-cara yang telah ditetapkan atau akan ditetapkan olehnya.”
Ini mengesankan, bahwa mungkin lebih banyak perubahan sedang dipertimbangkan untuk Sinode yang selama ini secara ketat merupakan semacam “lembaga” atau badan resmi para uskup.
Selama bertahun-tahun, Paus Fransiskus telah memberi lebih banyak ruang bagi yang bukan-uskup -terutama kaum awam- dan telah memberi mereka lebih banyak tanggungjawab; bahkan juga wibawa, seperti pemberian suara pertimbangan daripada yang pernah dilakukan oleh para pendahulunya.
Pertanyaannya sekarang adalah:
Mungkinkah sekarang ini Paus Fransiskus juga sedang mempertimbangkan perombakan besar-besaran untuk menjadikannya “Sinode”?
Dengan nama barunya itu saja, digarisbawahi fakta bahwa badan ini bukan lagi milik eksklusif para uskup.
Sumber:
- https://international.la-croix.com/news/letter-from-rome/the-next-phase-of-vatican-reform-will-be-crucial/15857; edisi terbit 26 Maret 2022.
- Unduh Praedicate Evangelium dalam bahasa Italia di sini: https://press.vatican.va/content/salastampa/en/bollettino/pubblico/2022/03/19/220319b.html
- Dirangkum oleh Mhr.